Share ke media
Politik

13 Tahun Lumpur Lapindo, Lumpur Termahal Di Dunia

29 May 2019 01:04:394127 Dibaca
No Photo
Foto. Tribun News

Tepat tanggal 29 Mei 2006, tragedi lumpur Lapindo terjadi yang menyebabkan kerusakan ekosistem lingkungan dan dampak sosial yang sangat besar membuat lumpur Lapindo menjadi lumpur dengan nilai termahal di dunia.

Warga Sidoarjo yang terdampak lumpur Lapindo sedang larut dalam kesedihan di hari kelahiran bencana tersebut.

Masyarakat yang sampai saat ini masih tinggal di penampungan melakukan prosesi tabur bunga di danau lumpur yang sebelumnya adalah permukiman.

Terkait Isu Lapindo, ada fakta yang ramai di perbincangan saat ini, yakni menyangkut sebuah nama Yusuf Muhammad Martak, yang saat ini dikenal sebagai ketua GNPF Ulama, penggerak ijtima politik memilih Prabowo-Sandi.

Jejak rekam di berbagai media menunjukkan bahwa masa lalu Yusuf Muhammad Martak pernah dikait-kaitkan dengan persoalan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.

Di kutip dari Tempo.co edisi 3 Januari 2007, pernah memuat pernyataan Yusuf Martak terkait lumpur Lapindo. Laporan Tempo menyebutkan, Yusuf Martak adalah Vice President PT Energi Mega Persada selaku pihak pemilik saham terbesar PT Lapindo Brantas.

Saat itu, Yusuf M Martak mengatakan bahwa mereka hanya mampu menyediakan dana maksimal sebesar Rp3,8 triliun untuk menangani semburan lumpur di Sidoarjo.

“Angka Rp3,8 triliun di atas kemampuan Lapindo. Jadi kalau dipaksa mengeluarkan di atasnya Lapindo sudah tidak sanggup,” ucap Yusuf Martak saat itu seperti diberitakan Tempo.co.

15 Februari 2007, Detik.com juga mencantumkan nama Jusuf M. Martak sebagai Vice President PT Energi Mega Persada.

Rapat yang dilaksanakan di Hotel Shangri La, Yusuf bersama Ketua Timnas Penanggulangan Lumpur Lapindo Basuki Hadimoeljono serta General Manager PT Lapindo Brantas Imam P. Agustino membicarakan tentang tuntutan warga Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) Kedungbendo Sidoarjo terkait ganti rugi.

Rapat itu menghasilkan Keputusan yakni Lapindo menolak membeli lahan Perum TAS I dan III kendati daerah tersebut sudah dibanjiri lumpur panas sejak 22 November 2006.

Pada 2018, pemerintah mengklaim telah menyiapkan Rp3,8 triliun untuk mengganti kerugian material yang diderita warga akibat tragedi tersebut. Namun demikian, hingga kini masih ada warga yang belum menerima ganti rugi.

Menurut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), luapan lumpur Lapindo menyelimuti sekitar 640 hektare lahan di sepuluh desa atau 10.426 rumah di Sidoarjo.

Diperkirakan sebanyak 22.214 warga terkena dampak, namun anehnya tragedi ini disahkan menjadi bencana nasional.

Siapakah yang bertanggung jawab atas tragedi lumpur Lapindo yang sampai saat ini masih menyengsarakan warga Sidoarjo, pemerintah atau perusahaan yang bernama Lapindo Brantas? (Ary/red).