Share ke media
Opini Publik

AL QURAN DIBAKAR, BUTUH SOLUSI YANG MENGAKAR

08 Feb 2023 12:11:27360 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : news.okezone.com - Polisi Tangkap Terduga Pelaku Pembakaran Alquran di Langkat, Ini Pengakuannya - 28 Desember 2018

Samarinda - Aksi Pembakaran Kitab Suci al Quran yang dilakukan oleh Rasmus Paludan Politisi Swedia pada 21 Januari 2023, di Stockholm Swedia, adalah tindakan penistaan terhadap Agama, yang melukai hati umat Islam seluruh dunia dan menodai toleransi umat beragama, serta menciderai perdamaian dunia. Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) dan Lembaga Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOK) dalam keterangan Persnya menyampaikan, umat Islam dan Ormas-Ormas Islam di Indonesia Mengutuk Keras Aksi Pembakaran Kitab Suci al Quran yang dilakukan oleh Politisi Swedia Rasmus Paludan pada 21 Januari 2023 di Stockholm Swedia. (m.republika.co.id)

Hal yang sama disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri. “Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci al Qur’an oleh Rasmus Paluda, politisi Swedia. Aksi penistaan kitab suci ini telah melukai dan menodai toleransi umat beragama,” tulis Kemlu dalam keterangan tertulis di Twitter, Minggu, 22 Januari 2023. Sementara Kementerian Luar Negeri Turki dan beberapa negara Arab termasuk Arab Saudi, Yordania dan Kuwait mengecam pembakaran al Quran. (dunia.tempo.co)

Respon penguasa negeri-negeri muslim terhadap pembakaran al Quran dengan mengutuk dan mengecam tidaklah cukup. Harus ada tindakan tegas terhadap pelakunya. Sehingga perbuatan seperti ini tidak berulang kali terjadi. Diamnya penguasa negeri-negeri muslim merupakan pengkhianatan terhadap Allah dan RasulNya. Bukankah al Quran adalah kitab suci mereka? Seharusnya setiap muslim memuliakan, mengimaninya serta membelanya. Apalagi al Quran juga merupakan bagian dari rukun iman.

Al Hafizh Abu Zakariya Yahya bin Syarf al Nawawi juga berkata dengan tegas bahwa, “Ragam perbuatan yang menjatuhkan seseorang pada kekafiran adalah yang muncul dengan sengaja dan menghina agama Islam secara terang-terangan”. Selain itu, masih berkaitan dengan ayat di Surat at Taubah di atas, al Qadhi Iyadh menegaskan, “Ketahuilah, siapa saja yang meremehkan al Quran, mushafnya atau bagian dari al Quran, atau mencaci-maki al Quran dan mushafnya, maka ia kafir (murtad) menurut ahli ilmu dengan konsensusnya”.

Para pelaku yang melakukan berbagai penghinaan terhadap al Quran, Islam dan kaum muslimin berlindung dibalik jargon kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi. Kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi di sistem demokrasi dijamin. Namun, kebebasan ini hanya berlaku untuk menista semua yang berkaitan dengan Islam dan kaum muslimin bukan untuk agama dan umat lain. Inilah standar ganda sistem demokrasi yang hipokrit. Maka, berharap penyelesaian tuntas dalam sistem demokrasi yang diterapkan hari ini adalah sesuatu yang mustahil.

Demokrasi yang lahir dari idelogi kapitalisme memang tidak memberi ruang kepada Islam dan kaum muslimin dalam untuk menegakkan syariat Islam dengan tegas bagi pelaku pembakaran al Quran, padahal jelas dalam Islam ada hukuman yang tegas bagi penghinaan agama Islam dan al Quran. Hingga hari ini hanya kecaman yang keluar dari penguasa kaum muslim dan umat muslim di dunia, padahal kecaman dan sejenisnya tidak akan menghentikan para penghina Islam dan al Quran.

Jadi, penyelesaian tuntas hanya bisa dilaksanakan oleh khilafah. Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah adalah ajaran Islam yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para khulafaur rasyidin sepeninggal beliau. Khilafah adalah perisai yang akan menjaga kehormatan Islam dan kaum muslimin. Khalifah sebagai kepala negara akan mengurusi umat dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Melindungi akidah dan kehormatan kaum muslim di mana pun berada.

Seperti disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW yang artinya“Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya dia akan dapat pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain, maka dia akan mendapat dosa/azab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di dalam khilafah, hukuman yang akan diberikan bagi seseorang yang menghina al Quran termasuk hukuman yang berat. Jika seseorang tersebut merupakan seorang muslim, maka dia akan mendapat hukuman mati, sama dengan hukuman seseorang yang murtad. Jika penghina Al Quran tersebut merupakan non-muslim ahli dzimmah, maka dia harus diberi hukuman berat hingga seberat hukuman mati. Sementara itu, jika penghina al Quran tersebut merupakan non-muslim yang bukan ahli dzimmah, maka khalifah akan memperhitungkan hukumannya dengan tetap memprioritaskan kehormatan dan kepentingan Islam dan kaum muslim, bahkan tidak segan untuk mengerahkan pasukan.

Sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Hamid II (1876–1918), Prancis pernah merancang drama teater yang diambil dari karya Voltaire (seorang pemikir Eropa) yang menghina Nabi Rasulullah Muhammad. Drama itu bertajuk “Muhammad atau Kefanatikan”. Begitu mengetahui berita pementasan itu, Abdul Hamid memberi perintah kepada pemerintah Prancis melalui dutanya di Paris supaya menghentikan pementasan drama itu dan mengingatkan akan akibat politik yang akan dihadapi oleh Prancis jika ia meneruskan pementasan itu. Prancis dengan serta merta membatalkannya.

Kumpulan teater itu datang ke Inggris untuk merancang melakukan pementasan yang serupa dan sekali lagi Abdul Hamid memberi perintah kepada Inggris. Inggris menolak perintah itu dengan alasan tiket-tiket telah dijual dan pembatalan drama itu bertentangan dengan prinsip kebebasan rakyatnya. Perwakilan Utsmaniyah di Inggris mengatakan kepada Inggris bahwa walaupun Prancis mengamalkan “kebebasan” tetapi mereka telah mengharamkan pementasan drama itu. Inggris juga menegaskan bahwa kebebasan yang dinikmati oleh rakyatnya adalah jauh lebih baik dari apa yang dinikmati oleh Prancis. Setelah mendengar jawaban itu, Abdul Hamid sekali lagi memberi perintah: ”Saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengumumkan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasulullah kami. Saya akan kobarkan jihad al akbar (jihad besar). Inggris dengan serta merta melupakan keinginannya mengamalkan “kebebasan berpendapat” dan pementasan drama itu dibatalkan.

Wallahualam bissawab.

Oleh: Maulina Rufaida, S. Pd (Pemerhati Masalah Sosial)

disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu masyarakat yang ingin menuangkan pokok-pokok fikiran, ide serta gagasan yang sepenuhnya merupakan hak cipta dari yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.