Share ke media
Populer

Apresiasi Kedatangan mahasiswa yang menolak RUU PKS. Nikson Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim siap rekomendasi pusat tolak RUU

30 Jul 2019 08:33:591334 Dibaca
No Photo

Samarinda - Maraknya Kekerasan Seksual yang terjadi belakangan ini berdampak buruk bagi masyarakat terutama pada perempuan sebagai korban dari tindakan kekerasan seksual itu sendiri Unsur- unsur dapat terjadinya kekerasan seksual tersebut juga didasari adanya kebebasan seksual yang memberikan pemahaman yang berbeda dikalangan masyarakatnya atas kebutuhan seksual.

Dalam hal ini Rancangan terkait Undang - Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang telah dirumuskan oleh DPR RI sebagai bentuk adanya antisipasi terhadap tindakan dan Pelecehan Seksualnya terjadi dalam kategori hubungan suami istri.

Bukan diterapkan untuk kalangan masyarakat bebas sehingga bisa melakukan kebutuhan seksualnya secara bebas. Seperti saat ini Selasa, (30/07/2019) Forum Gerakan Peduli Generasi Indonesia (FGPGI) Kalimantan Timur (Kaltim) menyambangi kantor DPRD Provinsi Kaltim Komisi IV Lantai 3.

Adapun tujuan GPGI bertujuan melakukan mediasi penolakan terhadap RUU PKS Itu sendiri dan meminta Komisi IV DPRD Provinsi agar memfasilitasi GPGI dan merekomendasikan untuk menolak RUU PKS itu sendiri.

Seperti yang di Sampaikan Nikson Butar Butar Komisi IV DPRD Provinsi kaltim mengatakan ” hari ini komisi IV melakukan mediasi terkait RUU PKS yang dalam waktu dekat akan di undang-undangkan oleh DPR RI. Tentu juga kami sangat dengan mengapresia kedatangan FGPGI Kaltim yang meminta mediasi hari ini.” pungkas Nikson.

“menurut kami langkah ini merupakan kepedulian masyarakat terhadap kaum perempuan yang sering menjadi korban Pelecehan dan Kekerasan seksual. Ditambah memang FGPGI menyampaikan ada beberapa pasal-pasal atau Klosul yang sangat bisa mempersubur adanya seks bebas. tambahnya.

“saat ini laporan atau rekomendasi yang kami terima akan segera kita tindak. Tapi sebelum itu kami terlebih dahulu melakukan pengkajian-pengkajian yang tentu bisa memberikan solusi atau landasan mengapa kami sepakat untuk menolak RUU itu sendiri.” tambahnya.

Saat bersamaan Kordinator Lapangan (Korlap) FGPGI Prasetya Agusti menyampaikan. “kami sedang melakukan mediasi serta pengkajian terkait akan di sahkannya RUU PKS itu. Harapan kami RUU ini tidak disahkan di Forum Nasional nanti” ucapnya.

“kemudian yang kami permasalahkan ada poin-poin dalam RUU Itu sendiri yang mengatakan kekerasan seksual tersebut terjadi apabila satu pasangan menolak untuk berhubungan seksual tapi salah satunya menolak untuk melakukan, atau dalam artian ada unsur pemaksaan atas tindakannya, tapi jika hubungan tersebut atas dasar suka sama suka maka dikatakan sah, itu menurut RUU.” katanya.

Lebih lanjut Prasetya mengatakan “tetapi bagaimana caranya menindak jika ada salah satu contoh masyarakat yang berkebutuhan sex sesama jenis. Apabila mereka melakukan hubungan sex atas dasar suka sama suka apakah itu bisa dikatakan sah. Dan itu yang kami permasalahkan”, tuturnya.

Terlebih menurut Prasetya bahwa RUU ini tidak mengcover kekerasan seksual yang lain, seperti Aborsi dan tempat-tempat pelacuran yang mana menurtunya didalam tempat-tempat Pelacuran bukan hanya adanya unsur paksaan tapi disana memberikan kebebesan sexsual yang semakin meluas karena didasari atas suka sama suka. Harusnya kita kembali melihat dan menjaga martabat negara yang tidak terlepas dari Hukum Agama. “seperti yang kami ketahui bahwa dalam RUU ini memiliki definisi pada poin-poin yang tertera hanya persoalan unsur paksaan. Tapi tanpa disadari bahwa RUU ini sebagai pintu masuk paham-paham Feminisme yang notaben mengutamakan soal kebebasan sexsual”, tutupnya. (red/ar)