Share ke media
Opini Publik

Badai PHK Menyerang, Nasib Pekerja di Ujung Jurang

16 Aug 2024 03:31:24106 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : finance.detik.com - Tambah Satu Lagi, Ini Daftar Panjang Perusahaan Global yang PHK Karyawan - 27 Januari 2023

Samarinda - Badai pemutusan hubungan kerja atau PHK masih terus berlanjut di dalam negeri. Hal ini pun dapat mencerminkan lemahnya ekonomi Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemnaker, pada periode Januari hingga Juni 2024, terdapat 32.064 orang tenaga kerja yang terkena PHK. Angka tersebut naik 21,4% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 26.400 orang.

Salah satu gelombang PHK berasal dari perusahaan rintisan. Diketahui gelombang PHK berbasis teknologi atau Startup di Indonesia, di antaranya Tokopedia, Tiktok shop, Xendit Indonesia, Lamudi, Ruang guru, Shopee Indonesia, Zenius, LinkAja, dan SiCepat. Bukan hanya dari sektor teknologi saja, badai PHK juga menghantam berbagai perusahaan Indonesia yang bergerak di industri tekstil. Akibatnya, lebih dari belasan ribu karyawan harus kehilangan pekerjaan, bahkan masih banyak di antara mereka yang pesangonnya masih belum mendapatkan kejelasan.

Presiden konfederasi Serikat Pekerja Nusantara atau SPN, Ristadi mengatakan, sejak Januari hingga awal Juni 2024 ini, setidaknya terdapat 10 perusahaan yang telah melakukan PHK massal, 6 di antaranya karena penutupan pabrik, sedangkan 4 sisanya karena efisiensi jumlah pegawai. 

Badai pihak yang terus berlangsung di negeri ini berujung pada meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan. Kondisi ini pun seringkali dianggap terjadi akibat ketidakmampuan perusahaan dalam mempertahankan karyawan mereka. Padahal ada kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan negara sehingga PHK tidak terhindarkan sebagaimana dipahami bahwa sistem ekonomi yang diterapkan di negeri ini bercorak kapitalis.

Ekonomi Kapitalisme Biang Kerusakan

Sistem ekonomi kapitalisme menerapkan liberalisasi ekonomi yang mengharuskan negara membuka peluang bisnis sebesar besarnya bagi pihak swasta. Baik itu bisnis mengelola SDA atau sumber daya alam maupun non sumber daya alam. Mirisnya, negara menganggap regulasi yang mengatur hal ini adalah bagian dari pelaksanaan tanggung jawab negara memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam negeri. Padahal sebaliknya, kebijakan liberalisasi ekonomi ini merupakan bentuk lepas tanggung jawabnya negara dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai.

Ketika perusahaan telah menjamur, maka perusahaan swasta akan menjalankan prinsip prinsip kapitalisme dalam bisnisnya. Salah satunya bahwa para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan. Sementara perusahaan berorientasi pada mendapatkan keuntungan sebesar besarnya dan hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi.

Jadi apabila produksi menurun karena perusahaan mengalami guncangan, maka jalan satu satunya adalah memberhentikan pekerja untuk meminimalisir biaya. Hal ini karena para pekerja atau buruh dalam sistem kapitalisme hanya dianggap sebagai salah satu dari faktor produksi. Prinsip produksi dalam sistem kapitalisme adalah mengeluarkan modal sekecil kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar besarnya. Walhasil, rakyat yang sebagian besar bekerja sebagai buruh lah yang harus bernasib malang, belum lagi derita rakyat kian bertambah dengan kebijakan penguasa yang tidak berpihak pada rakyat.

Melalui undang undang Omnibus Law Cipta kerja perusahaan diberikan kemudahan untuk mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) dengan syarat yang makin dipermudah. Namun berbanding terbalik dengan rakyat lokal, mereka dipekerjakan atau tidak tergantung perusahaan. Kondisi ini semakin membuktikan bahwa pemerintah abai terhadap nasib rakyatnya sendiri.

Islam Memberikan Jaminan Kerja

Berbeda dengan penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Islam memandang pekerja adalah manusia sebagaimana manusia lainnya di mana negara wajib menjamin kebutuhan mereka berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Hal ini diwujudkan negara melalui penerapan sistem politik Islam berikut sistem ekonominya.

Pekerja atau buruh dalam Islam tidak hanya dipandang sebagai faktor produksi yang nasibnya ada di tangan industri atau perusahaan. Kesejahteraan rakyat dalam negara Islam berada di tangan negara, bukan di tangan korporasi atau perusahaan. Oleh karena itu, negara wajib terlibat langsung dalam menjamin setiap laki laki dewasa bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarganya.

Negara yang menerapkan Islam akan memiliki aturan yang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, salah satunya terkait kepemilikan. Islam memandang bahwa sumber daya alam yang melimpah di negeri ini merupakan milik rakyat atau publik. Sehingga haram hukumnya dikelola oleh swasta maupun asing. Negaralah yang memiliki tanggung jawab mengelola kekayaan alam tersebut agar dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Hasil pengelolaan sumber daya alam tersebut akan diberikan kepada seluruh rakyat dalam bentuk pendidikan dan kesehatan gratis. Pengelolaan sumber daya alam oleh negara ini sekaligus mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Apalagi sumber daya alam ini diperuntukkan untuk kebutuhan seluruh rakyat sehingga pantang mengalami penurunan produksi.

Adapun industri yang tidak mengelola sektor strategis, maka pihak swasta boleh mendirikannya. Hanya saja Islam memberlakukan aturan sesuai prinsip ekonomi Islam yang menjamin adanya kejelasan akad antara pekerja dan pemberi kerja. Penetapan akad ijaroh sesuai syariat Islam akan mengikat kedua belah pihak untuk saling membutuhkan serta memberi keuntungan satu sama lain, bukan sebaliknya. Hal ini akan mencegah terjadinya kezaliman.

Namun perlu dipahami bahwa rakyat tidak akan bergantung pada pihak swasta dalam mencari kerja, sebab sistem Islam tentu akan menjaga kestabilan ekonomi dengan menyediakan dan mendorong berbagai usaha yang kondusif bagi rakyat, seperti pemberian modal untuk mengelola pertanian, perikanan, dll. Negara juga melakukan larangan praktek ribawi dan menerapkan sistem keuangan yang berbasis emas dan perak dan kebijakan fiskal yang berbasis syariah. Dengan begitu dunia usaha akan berkembang dan berefek pada serapan tenaga kerja yang masif.

Semua aturan tersebut hanya akan bisa diterapkan dalam negara yang menjadikan Islam sebagai landasan bernegara, yaitu Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bisshawab.

Oleh : Novita Ekawati