Samarinda - Belakangan ini semakin banyak film dan serial TV maupun di platform digital yang mengangkat tema Bullying atau perundungan, dianggap semakin menarik dengan label, ‘berdasarkan kisah nyata’. Tujuan paling positif yang bisa saya pikirkan, mungkin salah satunya sang kreator ingin memberikan edukasi tentang betapa buruknya Bullying dengan memberikan gambaran serealistis mungkin kekejaman bullying terutama di sekolah dan bagaimana dampak buruk secara fisik dan mental bagi korban, bahkan terbawa hingga dewasa. Namun, efektif kah mencegah? atau malah menginspirasi? Usaha pencegahan juga dilakukan berbagai pihak seperti kepolisian dan aktivis perlindungan anak yang melakukan edukasi langsung ke berbagai sekolah dan mengkampanyekan Stop Bullying melalui sosial media. Tapi, realitanya kok kasus Bullying malah semakin menjadi jadi dan merata dari sekolah negeri bahkan dari tingkat Taman Kanak kanak (TK), pondok pesantren, sekolah elit, universitas, bahkan ditempat kerja. Terbongkarnya berbagai kasus perundungan ini pun dengan cara yang rasanya diluar nalar, seperti rekaman video kegiatan Bullying yang diviralkan oleh para pelaku sendiri, entah mungkin karena merasa hal itu pantas dibanggakan.
Kejadian di awal bulan maret, viral aksi perundungan remaja wanita di batam, Kasi Humas Polresta Barelang AKP Tigor Sidabariba membenarkan insiden dugaan perundungan tersebut. Berdasarkan laporan dari pihak korban, sebanyak empat terduga pelaku telah ditangkap, korban dan pelaku berada dalam rentang usia 14 hingga 18, dan sama sama putus sekolah (Liputan6.com pada 3 maret 2024). Apakah tidak bersekolah menjadi faktor terjadinya perundungan? Ternyata tidak, karena video viral lainnya edisi siswa SMP di cilacap. Pada bulan februari 2024, jagat twitter dihebohkan dengan cuitan detail tentang skandal bullying di sekolah elit Internasional Serpong disertai dengan foto dan video, yang mengejutkan kegiatan yang katanya ‘tradisi’ itu sudah terjadi selama 9 generasi, ditambah lagi diantara pelakunya ada anak dari seorang selebriti dan korban mereka yang terbaru harus dirawat di rumah sakit.
Kasus lainnya yang sangat menyakitkan masih di bulan februari 2024 lalu, seorang santri berusia 14 tahun bernama Bintang dipulangkan dalam keadaan tidak bernyawa dari pesantren Al Hanifiyyah di Kediri. Mulanya, pihak ponpes mengabarkan ke pihak keluarga bahwa Bintang meninggal karena terjatuh di kamar mandi. Jenazah Bintang diantarkan dalam kondisi telah ditutup kain kafan. keluarga terus mendesak untuk melihat jasad korban, hingga akhirnya kain kafan pun dibuka. Keluarga langsung histeris melihat kondisi jenazah almarhum. Ada banyak luka lebam, hidung patah, dan luka sudutan rokok. Pihak keluarga diketahui langsung melaporkan kematian Bintang ini ke Polsek. Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus kematian Bintang. Keempat tersangka ini merupakan senior korban di ponpes tersebut. (CNN Indonesia, 28/02/2024)
Pada Januari tahun ini kita dibuat miris oleh perundungan disertai kekerasan seksual oleh anak TK. Seorang anak laki – laki berusia 5 tahun di Kota Pekanbaru diduga menjadi korban tindak kekerasan seksual oleh teman sekolahnya di bangku TK. Kejadian yang menimpa anak ini menimbulkan trauma yang mendalam. Tidak hanya itu, Ayah dan Ibu korban juga mengalami tekanan dan ancaman dari pihak sekolah, setelah tidak menemukan solusi, keluarga korban mengadu ke Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA). Meskipun demikian, proses mediasi tidak menghasilkan penyelesaian yang memuaskan. Oleh karena itu, keluarga korban membuat laporan ke Polsek Tampan (Viva.co.id, 15/01/2024). Tak habis pikir, anak sekecil itu sudah bisa melakukan hal keji yang dipicu oleh tayangan video pornografi yang ia tonton di ponsel ayahnya. Betapa dahsyatnya dampak tayangan pada anak.
Dan jangan lupa, di akhir tahun 2023 lalu juga terungkap perundungan di kalangan siswa SD. Seorang siswi sekolah dasar (SD) di Menganti, Gresik, Jawa Timur (Jatim), mengalami kebutaan permanen usai dicolok dengan tusuk bakso. Diduga pelaku yang merupakan kakak kelas di sekolah korban melakukan aksi perundungan disertai pemalakan. Pihak orang tua (ortu) dari siswi kelas 2 SD berinisial SAH (8) pun melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian setelah pihak sekolah enggan memberikan rekaman CCTV saat kejadian. Polisi kini menyelidiki kasus itu, termasuk memeriksa kepala sekolah.(detiknews, 17/11/2023)
Setelah viral, biasanya kasus berakhir damai kekeluargaan atau dikeluarkan dari sekolah. Sedangkan kasus yang menimbulkan kecacatan dan kematian pelaku dibawah umur mengikuti prosedur pengadilan anak dan yang sudah berusia 18 tahun dikenakan hukum pidana yang berlaku Namun, Apakah hukum saat ini sanggup memberikan efek jera atau menjadikan yang lain takut untuk melakukan perundungan, sepertinya tidak, kasusnya malah menjadi-jadi.
Akar Masalah Bullying
Apa yang sebenarnya terjadi pada generasi kita? Benarkah masalahnya masih tentang pola asuh dan tontonan? Tentu tidak, keduanya hanya cabang dari akar masalah yang sesungguhnya, yaitu sistem kapitalis-sekuler yang diterapkan dalam kehidupan kita saat ini. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga melahirkan liberalisme yang membuat para individu didalamnya mengagungkan kebebasan termasuk dalam bertingkah laku. Sistem Pendidikan ala sekuler pun diterapkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan sekuler akan selalu memprioritaskan nilai materi dan manfaat, sementara Islam sebagai pandangan hidup tidak diajarkan, hanya diajarkan sebatas ibadah ritual saja. Tidak heran anak anak kita tumbuh dengan mengabaikan halal haram. Mengingat sistem ini sudah diterapkan sejak keruntuhan khilafah utsmaniyyah satu abad yang lalu, maka jelas sistem busuk ini sangat mempengaruhi beberapa generasi keluarga dalam mendidik anak hingga saat ini.
Sistem dapat mempengaruhi mulai dari cara para calon ayah dan ibu dalam mencari pasangan dan tujuan berkeluarga, juga cara mencari nafkah. Saat ini, kapitalis-sekuler berhasil membuat Ibu yang seharusnya menjadi pendidik utama generasi malah lebih didorong untuk bekerja diluar rumah. Orang tua yang kapitalis-sekuler pun hanya mengajarkan islam pada anaknya sebatas ibadah ritual, yang penting sholat atau puasa, bahkan ada orang tua yang mengajarkan ranah ibadah ritual pun tidak, apalagi mendidik tentang cara berpakaian dan pergaulan dalam Islam. Orang tua yang sekuler cenderung terjerumus dalam maksiat sebagai efek dari halal haram tidak menjadi acuan dalam berpikir dan bertindak, seperti perselingkuhan, tindakan kriminal, atau sikap agresif disertai kekerasan yang menghancurkan nilai keluarga dan mempengaruhi psikologis anak. Banyak juga Orang tua yang merasa cukup menyerahkan pendidikan anaknya pada sekolah, maka dipilihlah sekolah elit atau sekolah berbasis agama, padahal lingkungan keluarga adalah pembentuk utama karakter seseorang.
Bagaimana Islam Menyelesaikan Masalah Bullying?
Bullying hanya dapat dimusnahkan dengan membentuk generasi yang berkepribadian Islam. Pastinya generasi seperti ini akan tercapai dengan penerapan Islam secara menyeluruh bukan setengah – setengah seperti saat ini Islam hanya di terapkan di ibadah ritual saja, sementara dalam pergaulan malah mendukung mereka untuk mendekati zinah, pacaran. Atau pola pikirnya masih tentang kebebasan dan materi sebagai standar kebahagiaan. Maka, jangan heran jika ada anak berprestasi, rajin sholat, dari keluarga baik baik atau seorang hafidz pun bisa terlibat dalam kasus pemalakan, penganiayaan berujung kematian atau perundungan karena masalah pacaran.
Ada tiga pilar pokok dalam pembentukan kepribadian Islam, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara. Islam memiliki panduan pola asuh yang akan membentuk karakter pemuda dan pemudi yang shalih (baik). Dukungan keluarga sangat diperlukan, peran penting dan sudah menjadi tanggung jawab orang tua mendidik anak dengan panduan Islam. Orang tua harus mengajarkan tentang keimanan islam serta memahamkan syariat islam kaffah, bahwa satu satunya aturan yang layak dijadikan rujukan dalam bertindak dan berprilaku hanyalah syariat islam, sehingga anak akan mengetahui tujuan hidupnya, yaitu mencari ridho Allah bukan mengejar materi semata, dan sejak dini sudah berpola pikir dengan halal haram bukan memuja kebebasan.
Hal ini harus bersinergi dengan sistem pendidikan di sekolah, dan sistem pendidikan islami bisa dijalankan ketika syariat islam kaffah diterapkan dalam bingkai negara. Dari penerapan syariat islam secara menyeluruh dalam naungan negara, akan terbentuk masyarakat yang Islami, yang memelihara budaya amar ma’ruf dan nahi munkar, otomatis kemaksiatan atau prilaku menyimpang sekecil apapun yang tampak di ranah publik akan langsung mendapat tindakan oleh masyarakat, dalam bentuk pencegahan langsung, dinasihati, hingga dilaporkan pada pihak berwajib, tidak akan ada maksiat yang dibiarkan dengan dalih, ‘yang penting tidak menganggu’, seperti saat ini. Tayangan yang mempertontonkan kekerasan dan konten seksual akan dilarang, untuk mencegah anak meniru. Penerapan syariat islam secara kaffah tentu termasuk didalamnya penerapan hukum yang menjerakan bagi pelaku kriminal, yaitu setiap individu masyarakat yang melakukan kemaksiatan tanpa terkecuali pelaku perundungan. Efek jera akan membuat orang lain berpikir ratusan kali untuk melakukan bullying.
Jadi, di lingkungan keluarga anak sudah terjaga dengan pemahaman bahwa syariat Islam adalah landasan dalam berpikir dan bertingkah laku, ketika keluar rumah ada kontrol masyarakat yang mencegah penyimpangan, lalu di sekolah dengan sistem pendidikan islam semakin memperkokoh aqidah yang sudah ditanamkan oleh orang tuanya. Kemudian, ada hukum yang menjerakan menanti individu yang masih nekat melakukan perundungan. Dengan demikian, generasi tidak hanya memiliki kepribadian Islam tapi juga terlindungi dari kerusakan pemikiran dan tingkah laku. Keindahan ini hanya dapat terwujud jika syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi khilafah. Belum cukupkah sistem kapitalis-sekuler memberikan bukti kerusakan pada generasi? Wallahu ‘alam bisawab.
Oleh : Ana Fitriani, S.Si.,Apt
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru