Share ke media
Opini Publik

DARURAT JUDI ONLINE, BUKTI LEMAHNYA KETAHANAN DIGITAL NEGARA

12 Aug 2024 02:31:5652 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : economy.okezone.com - Mengapa Judi Online Sulit Diberantas? Ternyata Begini Alasannya - 26 Mei 2022

Samarinda - Judi Online di Indonesia semakin marak bahkan sudah berada pada tahap darurat, sehingga presiden Jokowi membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online melalui Keputusan Presiden No 21 tahun 2024 yang terbit di Jakarta jum’at 14 juni 2024.  Satgas Judi Online Hadi Tjahjanto berhasil mengungkap penjudi daring ini berasal dari beragam latar belakang, mulai dari polisi, tentara, wartawan hingga PNS dari bermacam lembaga dan kementerian hingga anggota DPR dan yang terbaru pegawai KPK juga ikut terlibat. Usia pemain judi online ini bervariasi, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Dan diperkirakan ada sekitar 4 juta orang yang terdeteksi melakukan judi online di Indonesia. (katadata.co.id 24/06/2024).

Jumlah terbanyak pemain judi online berada pada rentang usia 30-50 tahun dengan persentase mencapai 40 persen atau 1.640.000 penduduk. Kemudian dari 2,37 juta pelaku judi, 80 persen di antaranya tergolong kalangan menengah ke bawah. “Transaksi untuk kelas menengah ke bawah itu antara Rp 10.000 sampai Rp 100.000,” sedangkan transaksi kelas menengah ke atas, nominal transaksinya antara Rp 100.000 hingga Rp 40 miliar kata Hadi pada Rabu (19/6/2024). Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana juga melaporkan perputaran uang judi online di Indonesia dalam kurun triwulan pertama 2024 telah mencapai lebih dari Rp 600 triliun dan diperkirakan dana tersebut mengalir ke 20 negara di Asia tenggara Kompas.com 20/06/2024)

Kepala PPATK mengatakan ada lebih dari 1.000 orang anggota DPR, DPRD dan mereka yang bekerja di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR maupun DPRD terlibat judi online, transaksinya mencapai lebih dari 63.000 transaksi. Total transaksi mencapai Rp 25 miliar. (Katadata.co.id 26/07/2024). Pada profesi wartawan, ada 164 orang berdasarkan data dari PPATK dan transaksinya itu sampai dengan 6.899 transaksi. Jumlah uangnya Rp1.477.160.821. Bahkan ada 197.054 anak berusia 11-19 tahun terlibat judi online dan total depositnya mencapai Rp 293,4 miliar. Sementara, anak-anak usia di bawah 11 tahun yang terlibat judi online mencapai 1.160 orang anak. Anak-anak tersebut melakukan transaksi sebanyak 22 ribu kali dengan total perputaran uang lebih dari Rp 3 miliar. Jawa Barat menjadi provinsi dengan keterlibatan anak terbanyak dalam judi online. (tempo.co 27/07/2024)

Judi online tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi berakibat negatif bagi kesehatan mental dan sosial masyarakat. Dampak secara pribadi akan menyebabkan pelaku kecanduan (gambling disorder), depresi dan bunuh diri. Dalam sebuah keluarga, jika orang tua yang menjadi pelaku judi online maka mengakibatkan anak-anak kurang perhatian dan dukungan emosional, dalam jangka panjang akan mempengaruhi perkembangan psikologis anak, termasuk masalah perilaku dan kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat di masa depan, terpapar pada perilaku negatif, seperti berbohong dan menyembunyikan masalah, bahkan bisa berujung kepada perceraian di antara suami istri.

Dampak terhadap masyarakat, pelaku judol menjadi tidak peduli dengan yang terjadi pada lingkungan sekitar, bahkan bisa melakukan perampokan, perampasan, dan pembunuhan. Dan jika judol dilakukan oleh aparat negara akan berdampak kepada korupsi, pengabaian tugas, angka kriminalitas meningkat, dan menurunnya kualitas sumber daya manusia.

Pemberantasan judi online

Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Divisi Humas Polri, menyampaikan bahwa Polri berupaya dalam memberantas judi online di Indonesia. Pada tahun 2023, 1.987 tersangka judi online telah diamankan. Sedangkan hingga bulan April 2024, 1.158 tersangka telah diamankan. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir hampir 2 juta akun judi online per Mei 2024. Upaya serupa juga dilakukan oleh OJK dengan memblokir 4.921 rekening bank terkait judi online sepanjang tahun 2024.

Terkait dengan pelaku, akan dikenakan KUHP pasal 303 yang mengatur tentang perjudian secara umum, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 4 tahun atau denda Rp10 juta. UU Nomor 11 Tahun 2008 pasal 45 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur sanksi bagi distributor, transmisi, atau pembuat informasi elektronik yang mengandung muatan perjudian dengan penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda Rp1 miliar. Selain hukuman pidana, pelaku judi online juga dapat dikenakan sanksi lain, seperti pemblokiran rekening bank, penyitaan aset, dan pencabutan izin usaha. (tirto.id 13/06/2024)

Berbagai upaya yang dilakukan ternyata tidak mengurangi aktivitas judi online bahkan makin marak. Judi online sulit diberantas karena adanya pandangan hidup sekuler-kapitalisme dari barat, utamanya paham utilitarianisme dan hedonisme. Utilitarianisme adalah paham yang memandang baik buruknya suatu perbuatan diukur berdasarkan manfaat. Sedangkan, hedonisme adalah paham yang menganggap bahwa kebahagiaan manusia itu didapatkan dengan memenuhi kesenangan atau kepuasan secara pribadi, khususnya kesenangan yang bersifat jasadiyah (fisik).

Sekularisme menjadikan manusia mengabaikan syariat agama dalam mengatur kehidupan. Akibatnya, judi yang jelas haram bisa jadi akan dilegalkan melalui undang-undang. Sementara, demokrasi menjadikan kewenangan untuk menentukan halal/haram atau legal/ilegal ada di tangan manusia, bukan pada Allah Ta’ala Sang Pencipta manusia. Gaya hidup materialistis yang ditopang standar kebahagiaan hidup bersifat materi dan sikap hidup yang individualis juga menjadikan kepribadian masyarakat sangat rapuh. Jalan pintas dan instan tanpa berpikir panjang menyebabkan orang menjadi pelaku judol di tengah kesempitan rakyat mengakses ekonomi. Judi online juga menjadi bisnis yang terorganisasi secara internasional.

Berbeda dengan Islam, negara akan melakukan upaya pencegahan dan hukuman bagi pelaku judi online.  Islam secara nyata mengharamkan judi. Allah sudah menegaskannya didalam Al-qur’an ;

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan syaitan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya Syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (TQS Almaidah 90-91)

Pada aspek preventif, Khilafah akan menguatkan akidah rakyat dan ketaatan mereka pada syariat melalui jalur pendidikan, dakwah, dan media massa sehingga terbentuk benteng internal sebagai pertahanan dari godaan judi online. Untuk membentuk ketakwaan individu maka negara melakukan dakwah fikriyyah (misal melalui durusul masajid, sistem pendidikan islam formal, sosial media).

Saat ini ruang digital/ internet tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Dalam ruang digital, salah satu yang perlu dilakukan adalah literasi. Agar bisa menjangkau ke seluruh rakyat, maka akan dimasukkan aturan islam ke dalam kurikulum pendidikan sebagai bagian pertumbuhan peradaban Apabila literasi digital dikembangkan oleh individu atau komunitas, tetap kurikulumnya harus sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Khilafah.

Sebaliknya di negara sekuler saat ini, literasi digital tidak ditanggung oleh negara. Karena negara terikat dengan konsep good governance, yaitu suatu konsep pemerintahan dalam sistem demokrasi yang mengharuskan negara bukan satu-satunya pelayan masyarakat melainkan hanya pengatur antara swasta/asing dengan rakyat. Kalaupun ada literasi digital, maka akan membutuhkan dana yang besar dan waktunya terbatas, serta tidak bisa menjangkau seluruh lapisan rakyat. Dalam aturan dan penegakan hukum di negara sekuler, UU IT tidak bisa mengikuti dinamika sehingga terjadilah revisi dan pasti mengorbankan pengguna ruang digital. Inilah karakter UU yang dibuat manusia. Maka negara perlu mempunyai kedaulatan digital, yaitu berkuasa penuh terhadap peredaran konten dan informasi di ruang digital. Ketika negara memblokir judi online, bukan hanya situs nya saja tetapi juga servernya. Kedaulatan digital hanya bisa terjaga apabila negara membangun back bone atau tulang punggung internetnya sendiri seperti yang telah dilakukan Cina dan AS.

Negara Khilafah akan mengembangkan perangkat lunak, perangkat keras, dan pusat datanya sendiri sehingga semua infrastruktur digitalnya–mulai dari properti digital hingga aksesnya–berada di bawah kendalinya. Untuk itu maka negara akan membangun sistem politik dan sistem ekonomi yang kuat dengan pendanaan baitul mal nya sehingga untuk membangun back bone menjadi sangat mudah.

Pada aspek kuratif, Khilafah akan menindak tegas semua orang yang terlibat judi online, baik sebagai pelaku maupun bandar. Mereka akan mendapatkan sanksi takzir yang menjerakan, bisa berupa hukuman cambuk , penjara, pengasingan, pengucilan maupun yang lainnya. Syekh Abdurrahman Al Maliki menjelaskan secara khusus jenis sanksi ta’zir yang terkait judi, baik bagi pemain maupun bandar judi, dengan redaksi umum ;

“Setiap orang yang memiliki harta dengan satu akad dari berbagai akad yang batil sedangkan dia mengetahui maka dia dihukum dengan hukuman cambuk (maksimal 10 kali cambukan) dan dipenjara hingga (2) tahun” (Abdurrahman Al maliki, Nidzam Al-Uqubat hlm 99) 

Negara akan merekrut aparat penegak hukum (qadhi, polisi, tentara) dan pejabat yang adil (taat syariat) saja untuk menduduki posisi di pemerintahan. Orang fasik yang gemar bermaksiat (termasuk berjudi) tidak boleh menjadi aparat negara. Wakil rakyat di Majelis Umat juga tidak boleh orang yang fasik karena mereka merupakan representasi umat.

Jadi, sistem islam tidak hanya menindak tegas para pemain dan bandar judi online dengan menangkap dan menyeret mereka ke pengadilan syariah serta memberi sanksi pidana syariah yang tegas dan terukur tetapi juga akan memberantas paham-paham pendukung judi hingga ke akar-akarnya.

Oleh Jamaiyah, S.Pi (praktisi pendidikan)