Samarinda - Indonesia benar-benar sedang darurat judi online. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat nilai transaksi keuangan mencurigakan, terutama terkait dengan judi online telah mencapai lebih dari Rp600 triliun pada kuartal I 2024. Adapun jumlah pemainnya tercatat mencapai 3,2 juta orang. Koordinator Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK Natsir Kongah mengatakan nilai transaksi mencurigakan tersebut tiap tahunnya mengalami kenaikan. Pada 2022 tercatat ada 11.222 transaksi, kemudian di 2023 ada 24.850 transaksi. Sedangkan Januari hingga Mei 2024, tercatat sudah ada 14.575 transaksi, infobanknews.com (19/06/2024). Transaksi judi online di Indonesia diperkirakan akan mencapai angka fantastis sebesar Rp 900 triliun pada tahun 2024. Data ini diungkapkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) belum lama ini, radarsemarang.jawapos.com (30/07/2024). Bahkan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan informasi yang sangat mengejutkan, bahwa ternyata lebih dari seribu legislator, baik di DPR maupun DPRD bermain judi online. Dengan lebih dari 63 ribu transaksi yang dilakukan oleh mereka dengan total nilai Rp 25 miliar di masing-masing (DPR dan DPRD), voaindonesia.com (27/06/2024)
Menurut ketua Satgas Pemberantasan Judi Online, Hadi Tjahjanto, hampir seluruh provinsi di Indonesia sudah terpapar judi online, bahkan merambah hingga tingkat desa dan kelurahan. Berdasarkan survei Drone Emprit, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan warga pengguna judi online terbanyak di dunia.
Kementerian Komunikasi dan Informatika melaporkan telah men-takedown 60.582 konten terindikasi perjudian online selama periode September 2023. PPATK pun telah menghentikan sementara 3.935 rekening dengan saldo Rp 160,6 miliar. Mabes Polri membeberkan Satgas Judi online itu telah menangkap 1.158 tersangka. Kemenkominfo juga telah memblokir hampir 2 juta akun judi online per Mei 2024. Upaya serupa juga dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan memblokir 4.921 rekening bank terkait judi online sepanjang tahun 2024. Namun, faktanya judi online masih terus marak di tengah masyarakat. Pemerintah melalui Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan upaya menghadapi judi slot adalah tantangan berat. Ini karena banyak pelaku atau bandar judi online bersembunyi di luar negeri. Ia mengibaratkan pemberantasan judi online seperti menghadapi hantu. Alasannya, judi online itu lintas negara. Servernya bisa ada di mana-mana.
Pernyataan Pemerintah ini jelas sulit diterima. Sebabnya, masyarakat sendiri sampai hari ini masih bisa dengan mudah mengakses berbagai situs judi, termasuk yang berkedok permainan. Karena itu keseriusan Pemerintah memberantas judi online hingga ke akarnya jadi diragukan. Apalagi pada tahun lalu Menkominfo pernah mewacanakan untuk memungut pajak dari permainan judi online. Alasannya, agar uang dari Indonesia tak lari ke negara lain. Sebabnya, di negara ASEAN, hanya Indonesia yang tidak melegalkan perjudian. Ketidakseriusan pemerintah juga tampak dari pernyataan Menkominfo bahwa judi online itu ditutup seribu, tumbuh sepuluh ribu. Pernyataan ini seolah pengakuan kalah dan menjadi pembenaran bahwa hingga kini pemerintah gagal memberantas judi online.
Maraknya judi online adalah bentuk kegagalan Kapitalisme
Dengan jumlah pengguna ponsel di tanah air yang mencapai 354 juta dan jumlah pengguna internet mencapai 185 juta, Indonesia menjadi target judi online internasional. Apalagi penanganan kejahatan judi online di Indonesia terkesan lamban. Bahkan ada kecurigaan kalau ada baking oknum aparat dan pejabat di balik maraknya permainan judi online, wajar sehingga para bandar judi online semakin gencar mempromosikan situs mereka ke tanah air.
Sulitnya memberantas judi online karena ekosistem judi online berskala global dan judi sudah menjadi core business baik di regional dan global (hanya Indonesia yang melarang), melibatkan big player. Kemudian judi online memiliki backup teknologi yang unggul karena dana yang besar dari mafia judi online. Ditambah lagi keamanan ruang digital (cyber security) yang tidak memadai menyebabkan semakin merebaknya peredaran judi online. Serta regulasi dan kebijakan pengikat hukum juga pengawasan dan penegakan hukum yang lemah menyebabkan pemberantasan judi online sebagaimana yang disampaikan Kemenkominfo, sulit.
Di antara alasan kuat masyarakat tergiur dengan perjudian adalah karena faktor kemiskinan. Faktanya pemain judi online ini 80% berasal dari kalangan menengah ke bawah titik faktor kemiskinan ini mendorong seseorang untuk melakukan cara-cara instan untuk mengubah nasibnya.
International Monetary Fund (IMF) mengemukakan, tingkat pengangguran Indonesia tertinggi di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Hal ini dijabarkan melalui laporan World Economic Outlook yang terbit April 2024. Tingginya angka pengangguran ini tentu akan berkorelasi dengan meningkatnya angka kemiskinan yang menjadi faktor penting maraknya judi online yang berimbas pada meningkatnya kriminalitas. Faktor-faktor pendukung lainnya diantaranya: rendahnya ketakwaan individu, lemahnya kontrol masyarakat, cyber security yang rentan, pengawasan ITE yang lemah, penegakan humum yang bermasalah serta tidak adanya kedaulatan digital negara.
Dalam sistem kehidupan berbasis ideologi Kapitalisme, kita menjumpai teori suply and demand (permintaan dan penawaran). Ketika terdapat sebuah permintaan, maka mekanisme pasar akan melakukan penawaran untuk memenuhi permintaan tersebut. Miras atau prostitusi misalnya, walaupun telah umum diketahui dampak buruknya tetap dilegalkan, bukannya diharamkan keberadaannya, justru diatur dengan lokalisasi dan membuat undang-undang peredaran miras. Maka segala hal yang mendatangkan manfaat materi dalam sistem Kapitalisme, akan tetap ada selama ada permintaan pasar, walaupun bertentangan dengan agama, merugikan kesehatan, ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat.
Maka tidak heran, dalam kapitalisme, perjudian legal, karena mendatangkan keuntungan. Menguntungkan secara materi bagi bandar dan pemain yang menang, serta mendatangkan pajak untuk negara. Padahal judi hanyalah menguras harta rakyat dan hanya memberi keuntungan bagi kaum kapitalis pemilik bisnis perjudian tersebut.
Sementara dalam Islam, aturan di ranah digital adalah bagian penerapan hukum-hukum islam di ruang digital yang mengikat setiap warga negara, pegawai negara dan penguasa. Apa yang diharamkan di ruang nyata, maka haram pula dilakukan di ruang digital. Dalam kasus perjudian, akan ditegakkan aturan oleh peradilan dengan sanksi yang tegas berupa ta’ziir, yang bisa saja menjatuhkan sanksi yang lebih berat, semisal hukuman mati, jika menimbulkan korban yang banyak dan dampak yang sangat luas. Juga menegakkan kedaulatan digital dalam Islam, yang artinya negara berkuasa sepenuhnya terhadap konten maupun peredaran informasi di dunia internet (ruang digital). Ruang digital adalah matra baru yang harus diamankan demi pertahanan negara dan keamanan warga negara. Negara harus membangun back bone (tulang punggung Internetnya sendiri seperti yang telah dilakukan China dan AS). Negara juga harus mengembangkan perangkat lunak, perangkat keras, dan pusat datanya sendiri sehingga semua infrastruktur digitalnya – mulai dari properti digital hingga aksesnya – berada di bawah kendalinya. Serta membangun politik riset dan teknologi berasaskan Islam.
Pencegahan dan pemberantasan perjudian dalam sistem Islam akan berjalan lebih efektif karena diterapkan sistem ekonomi Islam yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Diantara keunggulan sistem ekonomi Islam adalah jaminan distribusi kekayaan, sehingga harta kekayaan tidak terkonsentrasi di kalangan elit tertentu saja. Selain itu, kekayaan sumber daya alam di dalam sistem Islam hanya boleh dikuasai oleh negara dan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. Ini berbeda dengan sistem kapitalis yang menyerahkan sumber daya alam kepada pihak swasta bahkan asing sehingga keuntungannya tidak bisa dinikmati oleh rakyat.
Politik ekonomi Islam juga menjamin masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan pangan pakaian tempat tinggal pendidikan, kesehatan dan keamanan. Dengan demikian masyarakat yang hidup bahagia dan sejahtera tidak akan tergoda dengan perjudian. Apalagi judi berdampak dosa dan siksa di akhirat kelak.
Oleh : Agustina Eka Wardani,S.Pd (Aktivis Dakwah dan Pemerhati Sosial)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru