Share ke media
Opini Publik

Demokrasi Jerat Perempuan Korupsi Tanpa Solusi

09 Sep 2024 05:25:2957 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : bumn.info - Gawat! Daftar Petinggi BUMN yang Terseret Korupsi - 22 Januari 2024

Samarinda - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah pengusaha batu bara yang juga Ketua Pemuda Pancasila Kalimantan Timur (Kaltim), Said Amin, terkait dengan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

Rita sendiri, bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 16 Januari 2018. Rita dan Khairudin diduga mencuci uang dari hasil tindak pidana gratifikasi dalam sejumlah proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar Rp436 miliar.

Mereka disinyalir membelanjakan penerimaan hasil gratifikasi tersebut untuk membeli kendaraan yang menggunakan nama orang lain, tanah, uang tunai, maupun dalam bentuk lainnya. Rita kini mendekam di Lapas Perempuan Pondok Bambu setelah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 6 Juli 2018. Ia terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek.

Inilah fakta bahwa perempuan sangat rentan korupsi ,seharusnya perempuan memiliki peran penting bagi upaya pemberantasan korupsi bukan sebaliknya Tahun-tahun sebelumnya ternyata juga ada perempuan menjadi pelaku korupsi, baik pelaku turut serta tindak pidana korupsi suaminya ataupun pelaku utama. Laporan Integrito, majalah yang diterbitkan KPK mencatat 46 perempuan terjerat kasus korupsi sejak 2006—2016 dengan bermacam-macam latar belakang profesi, mulai pejabat pemerintah, anggota DPR, hakim, jaksa, pegawai swasta, hingga ibu rumah tangga.

Yang lebih mengejutkan lagi adalah hasil riset Indonesia Corruption Research (ICR) tentang Indeks Persepsi Perempuan terhadap Kasus Korupsi di Indonesia dalam Survei terhadap Perempuan di 34 Provinsi pada 2021.

Survei tersebut menemukan 46% perempuan Indonesia permisif dengan perilaku korupsi, menilai korupsi adalah hal lumrah dalam budaya bermasyarakat di Indonesia. Bahkan, kepedulian perempuan terhadap pemberantasan korupsi baru mencapai skor 59. Indeks ini menggambarkan masih belum cukupnya kepedulian kaum perempuan terhadap kasus-kasus korupsi yang marak terjadi hingga kini.

Nyatalah, korupsi bukan monopoli jenis kelamin tertentu. Artinya, pemberantasan korupsi tidak mungkin berhasil dengan memperbanyak perempuan pada posisi wakil rakyat ataupun penguasa sebagaimana narasi yang disuarakan para pegiat gender. Ini karena sejatinya korupsi berkaitan dengan pola pikir dan sikap yang salah.

Korupsi yang terus berulang di negeri ini merupakan bukti buruknya sistem yang kini diadopsi, yakni sistem kapitalisme sekularisme. Sistem yang selalu mengedepankan keuntungan materi, tanpa memperhitungkan asas nilai benar atau salah. Tidak peduli juga pada kerugian yang ditimbulkan di tengah masyarakat.

Sekularisme yang menjauhkan aturan agama dalam kehidupan, menjadikan individu semakin bebas tanpa batas. Menghalalkan yang haram dan sebaliknya. Semua dilakukan demi memenuhi keinginan yang tidak berbatas. Bahkan menyuburkan praktik korupsi dalam semua bidang, termasuk demi meraih jabatan dan kekuasaan.

Oleh karena itu, keberadaan perempuan baik sebagai wakil rakyat, penguasa maupun pengusaha tidak akan mampu mencegah tindak korupsi. Sebaliknya, dalam sistem rusak ini, perempuan justru mudah terjerumus dalam tindak korupsi.

Dalam sistem Islam upaya untuk mencegah dan memberantas korupsi diantaranya negara akan memberikan gaji yang layak kepada masyarakat secara adil,sesuai pekerjaan.Selain itu negara juga bertugas untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, yaitu berupa sandang, pangan, papan, kesehatan serta pendidikan.Dengan begitu, ketika masyarakatnya sudah terpenuhi semua kebutuhan hidupnya maka akan minim tindak kriminalitas dan kejahatan termasuk korupsi.Selain itu dalam Islam, negara juga akan memberikan sanksi atau hukuman bagi pelaku korupsi dengan setimpal dan tegas sesuai syariat Islam.

Tentu yang memberi efek jera sehingga tidak ada yang berani yang melakukan tindak korupsi.Dengan begitu dapat dipastikan kasus korupsi dapat diselesaikan dengan tuntas.Maka dengan ditetapkannya Islam secara sempurna dalam setiap sendi kehidupan manusia dalam mewujudkan kesejahteraan, kedamaian bagi manusia dan seluruh alam.

Wallahu alam bisshawab

Oleh : Hartatik (Pemerhati Sosial)