Share ke media
Politik

Demokrasi Makan Korban Lagi

13 May 2018 02:00:20853 Dibaca
No Photo
Demokrasi makan korban lagi

K

orupsi, satu kata yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, dari anak SD sampai yang tua sudah mengenal istilah ini, bahkan korupsi juga sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh para pemangku jabatan, dari jabatan yang bawah sampai jabatan yang tinggi. Jabatan yang diemban tidak lagi dijadikan sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.

Berbagai macam alasan yang mendorong mereka melakukan korupsi mulai dari pemenuhan gaya hidup yang hedonis, mahalnya kebutuhan hidup dan tidak kalah pentingnya adalah mengembalikan modal yang dikeluarkan selama masa kampanye. 

Karena dalam sistem demokrasi di negeri ini, untuk kampanye khususnya kampanye kepala daerah, membutuhkan biaya yang banyak. Ini menunjukan mahalnya demokrasi di negeri ini, sehingga orang akan menghalalkan segala cara untuk merebut kekuasan. Setelah berkuasa mereka bisa mengembalikan modal yang telah dikeluarkan pada masa kampanye.

Dalam catatan Indonesia Corupption Watch (ICW), selama 2010-2017 tak kurang dari 215 kepala daerah menjadi tersangka korupsi, baik yang ditangani KPK, Kejaksaan maupun Kepolisian. Perkara yang melibatkan kepala daerah terjadi dengan berbagai macam modus, mulai dari permainan anggaran proyek, suap, hingga korupsi pengadaan barang dan jasa. 

Dan baru beberapa bulan memasuki  tahun 2018 ini, sebanyak sepuluh kepala daerah menyandang status tersangka korupsi di KPK, beberapa di antaranya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT). Berdasarkan data yang dirangkum detik.com, ada enam dari sepuluh kepala daerah tersebut yang terkena OTT yang dilakukan KPK, dari Bupati Hulu Selatan Abdul Latif hingga yang terakhir Bupati Bandung Barat Abu Bakar (14/42018).

Korupsi merupakan buah busuk dari penerapan demokrasi karena sistem ini membuat para pemangku jabatan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, membuat mereka tidak takut akan dimintai pertanggungjawaban terhadap amanah yang mereka emban, serta aturan-aturan/hukumnya tidak memberikan efek jera bagi para pelakunya, kalau seandainya hukumnya bisa memberikan efek jera maka tidak ada yang berani lagi untuk melakukannya. Namun sayang seribu kali sayang  karena tidak adanya hukum yang tegas dan efek jera bagi pelakunya sehingga korupsi menjadi hal yang biasa bahkan menjadi hobi bagi para pemangku jabatan dan tidak menutup kemungkinan akan muncul para korupsi lainnya.


Dalam Islam tindakan korupsi adalah suatu tindakan yang tercela yang merugikan orang banyak, merugikan negara dan melanggar syariat Allah, sehingga pelakunya harus dihukum dengan hukuman yang berat sesuai dengan ketentuan Qadhi (hakim) yang akan memberikan hukuman berdasarkan sumber hukum dari Islam (Al-Quran, As-Sunnah, Qiyas dan Ijma). 

Hukum Islam bisa memberikan efek jera, bisa dijadikan sebagai penebus dosa serta memberikan pelajaran bagi orang lain supaya tidak melakukan kejahatan atau melanggar Syariat Allah. Jangankan perbuatan korupsi yang merugikan orang banyak maupun negara bahkan perbuatan mencuripun yang merugikan individu, dalam Islam harus diberlakukan hukum potong tangan. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-maidah ayat 38:


Artinya” : Adapun laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksan”. (TQS. Al-Maidah ayat 38)


Korupsi dan berbagai macam masalah yang melanda kaum muslim tidak akan bisa diselesaikan kecuali dengan penerapan hukum Islam secara kaffah/menyeluruh yang  bersumber dari pencipta manusia itu sendiri yaitu Allah swt. Tuhan yang lebih mengetahui tentang manusia dibandingkan manusia itu sendiri mengetahui dirinya.  

Dan penerapan hukum/aturan Islam secara kaffah ini tidak akan pernah terwujud kecuali dalam negara yang menjadikan Islam sebagai satu-satunya aturan yang mengatur semua urusannya dan negara itu disebut dengan negara Islam (Khilafah Islamiyah) dan yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang disebut sebagai Imamah/Khalifah (nisazahra/digitalnews)