Share ke media
Opini Publik

Di Balik Benang Kusut Tambang Ilegal di Kaltim

21 Nov 2022 05:37:48593 Dibaca
No Photo
ilustrasi gambar : kaltimpost.jawapos.com - Ditreskrimsus Polda Kaltim Bongkar Tambang Ilegal di Kawasan IKN, Pemodal Jadi Tersangka - Minggu, 25 September 2022

Samarinda - Sempat viral video pengakuan IB yang diduga menyetor uang ke Kabareskrim Polri Komjen Pol AA di media sosial. Dalam video tersebut, IB menyebut dirinya merupakan anggota Polri yang berdinas di Satintelkam Polresta Samarinda.

Sejak Juli 2020 hingga November 2021, IB menjalankan bisnis sebagai pengepul batu bara hasil tambang ilegal di daerah Desa Santan Ulu, Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dalam sebulan dia mengaku memperoleh keuntungan sekitar Rp5 miliar hingga Rp10 miliar.

Untuk memuluskan bisnis gelapnya, diduga IB lantas menyetorkan uang ke Kabareskrim Polri Komjen Pol AA. Dia mengaku telah menyetor uang sebesar Rp6 miliar kepada jenderal bintang tiga tersebut.

Bukan hanya kepada AA, IB juga mengklaim pernah memberikan sumbangan ke Polres Bontang sebesar Rp 200 juta. Uang itu diserahkan ke Kasatreskrim Bontang AKP A di ruang kerjanya.

Namun, belakangan IB mengklarifikasi video pengakuannya itu. Dalam video klarifikasinya, IB mengklaim video testimoni tersebut dibuat pada Februari 2022 di bawah tekanan dari Brigjen HK yang ketika itu menjabat Karopaminal Divisi Propam Polri. (Kaltimtoday.co, 8/11/2022)

 Tambang Ilegal Melibatkan Aparat

Viralnya video IB tentang dugaan suap tambang ilegal kepada aparat memberikan indikasi mengapa tambang ilegal bisa berjalan mulus. Meski video tersebut diklarifikasi kembali tetapi benang kusut tata-kelola tambang makin tampak di depan mata.

Terlepas viralnya video tersebut, faktanya di lapangan tambang ilegal memang semakin marak. Apalagi pembiaran terhadap lubang tambang yang menganga dan memakan korban 41 nyawa tanpa tersentuh hukum, menunjukkan indikasi adanya kekuatan besar berlindung di balik marak dan mulusnya tambang ilegal.

Aturan tentang jerat bagi penambang ilegal hanya di atas kertas. Aparat tidak bergigi menuntaskannya. Pemerintah daerah pun dengan diambilnya izin pertambangan oleh pusat berkelit tidak bisa berbuat apa-apa.

Dengan demikian wajarlah kalau penambang semakin leluasa mengeruk kekayaan SDAE yang ada di Kaltim. Tambang ilegal semakin menambah daftar panjang persoalan pertambangan yang sudah terjadi.

Sistem yang ada hari ini dengan segala bentuk kebijakannya telah menciptakan ruang hidup yang memanjakan pengusaha/ pemilik modal. Inilah yang terjadi dalam sistem Kapitalisme. Sistem Kapitalisme menjadikan pemangku kebijakan hanya sebagai regulator bukan eksekutor.

Termasuk dilegislasinya aturan lewat undang-undang minerba, tetapi di balik itu mengakomodir maunya pengusaha. Meski SDAE dikuasai negara, tetapi dalam konteks demokrasi yang menjamin kebebasan justru liberalisasi, eksplorasi dan eksploitasi terjadi.

Di mana bunyi pasal: bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara? Dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat ? (pasal 33 ayat 1)

Alih-alih kekayaan alam bisa dinikmati oleh rakyat, rakyat justru jadi tumbal para kapital. Kerusakan lingkungan berupa banjir, tanah longsor, dan nyawa akibat bekas lubang tambang merupakan harga yang dibayar mahal oleh masyarakat.

Dari sini dapat disimpulkan kapitalisme terbukti fasad. Terbukti dengan tata kelola SDAE yang salah, ditambah rasuah kepada birokrat. Jadi, bukan persoalan tambang legal atau ilegal, namun dari sudut pandang pengelolaan yang berasaskan kapitalisme sekuler. Pertimbangan materi yang penting untung bagi negara (pajak, PAD, CSR, dan bantuan perusahaan) tidak peduli buntung diterima masyarakat.

 Pengelolaan SDAE dalam Islam

” Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian akibat dari perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar .” (TQS. Ar-ruum: 41)

Sungguh bencana berupa kerusakan lingkungan yang terjadi akibat ulah tangan manusia itu sendiri. Keserakahan dan tidak peduli aturan Tuhan dalam kelola lingkungan. Padahal Islam punya seperangkat aturan dalam tata kehidupan.

Dalam Islam SDAE merupakan kepemilikan umum dan negara wajib mengelolanya. Tidak boleh dikuasai apalagi dimiliki oleh seseorang pengusaha, perusahaan swasta apalagi asing.

Sebagaimana At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin Hamal: Abyadh diceritakan telah meminta kepada Rasul untuk dapat mengelola suatu tambang garam. Rasul semula meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat, ” Wahai Rasulullah tahukah engkau apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir ” Rasulullah kemudian bersabda: ” Tariklah tambang tersebut darinya “.

Hadits tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Hadits tersebut fokus bukan saja garam tapi tambangnya. Penarikan kembali oleh Rasulullah adalah alasan larangan dari sesuatu milik umum termasuk dalam hal ini tambang yang kandungannya terlalu banyak untuk dimiliki individu.

Rasulullah bersabda: “Manusia berserikat dalam air, api, dan padang gembalaan “. (HR. Abu Ubaid)

Air, api, dan padang gembalaan adalah sumber penghidupan bagi suatu masyarakat. Dalam konteks modern saat ini api adalah sumber energi termasuk batu bara.

Negara dalam Islam berkewajiban mengelola SDAE untuk dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk langsung atau pun tidak langsung. Seperti gratisnya biaya pendidikan, kesehatan, dan terjangkaunya harga kebutuhan pokok.

Seandainya, pertambangan dilakukan maka harus berdasarkan proses dan mekanisme yang telah ditentukan negara, yakni harus memperhatikan keberlangsungan kehidupan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan. Pertambangan harus taat aturan dan memperhatikan lingkungan serta berkontribusi untuk kepentingan rakyat.

Pengelolaan SDAE dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari penerapan Islam secara totalitas. Oleh karena itu, untuk menuntaskan maraknya tambang ilegal dan persoalan pertambangan maka tidak ada cara lain, selain menerapkan aturan Islam.

Wallahua’lam ...

Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd, alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin

disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu masyarakat yang ingin menuangkan pokok-pokok fikiran, ide serta gagasan yang sepenuhnya merupakan hak cipta dari yang bersangkutan. Isi, redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.