Share ke media
Opini Publik

Ekonomi Biru Terumbu Karang, Potensi Penjajahan Ekonomi

19 Jun 2024 05:56:06418 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : feb.umsu.ac.id - Apa Itu Ekonomi Maritim? Tujuan, dan Contoh - 20 Juni 2023

Samarinda - Dalam forum on Blue Natural Capital, Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) yang berlangsung di Sekretariat CTI-CFF di Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (8/6/2024), dihadapan para pakar lingkungan utusan dari berbagai negara, Bupati Berau, Sri Juniarsih Mas yang menjadi salah satu pembicara, mempresentasi potensi bahari dan program pembangunan ekonomi biru yang telah dilaksanakan di Kabupaten Berau. 

Pertemuan yang diinisasi CTI-CFF bersama Blue Institute Seychelles, dalam rangkaian Coral Triangle Day 2024 ini, juga menghadirkan Sekretaris Jenderal ASEAN, Kementerian Perikanan dan Kelautan RI, Pj, Gubernur Kaltim, Akmal Malik, Wakil Gubernur Sulawesi Utara, Serta Wali Kota Manado, Pemkab Kaimana dan Wakatobi. Selain itu juga hadir utusan manajemen perbankan dunia dan perusahaan peduli lingkungan dari beberapa negara. 

Dalam paparannya, Bupati Sri Juniarsih, menyampaikan komitmen Pemkab Berau dalam mewujudkan pembangunan ekonomi biru. Membangun sektor perikanan, kelautan dan pariwisata yang berkelanjutan. Hal itu ditunjukkan dengan ditetapkan kawasan konservasi pesisir dan pulau pulau kecil dengan luas 285 ribu hektar lebih di Bumi Batiwakkal. Serta memberikan pendampingan dan pembinaan kepada masyarakat di pesisir dan kepulauan untuk menjaga lingkungan dan meningkatkan ekonomi secara berkelanjutan.

Dalam kesempatan itu, Sri Juniarsih juga secara khusus mengundang seluruh partisipan high level forum CTI-CFF untuk berkunjung ke Kabupaten Berau. Berwisata dan bahkan berinvestasi membangun Bumi Batiwakkal

Untuk diketahui CTI-CFF adalah Inisiatif Segitiga Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan, dan Ketahanan Pangan. (CTI-CFF) adalah kemitraan multilateral enam negara yang bekerja sama untuk melestarikan sumber daya laut dan pesisir yang luar biasa dengan mengatasi isu-isu penting seperti ketahanan pangan, perubahan iklim, dan keanekaragaman hayati laut. Ini merupakan kerja sama multilateral pertama yang berfokus pada ketahanan pangan melalui pengelolaan sumber daya alam laut yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan dampak perubahan iklim. CTI-CFF dibentuk pada tahun 2009 dan beranggotakan pemerintah Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor-Leste (“CT6”) yang mewakili penjaga kawasan Segitiga Terumbu Karang.(https://beraukab.go.id/news/bupati-sri-juniarsih-paparkan-pilot-project-program-blue-economy-berau)

Penjajahan berkedok investasi

Sebagai negara kepulauan dengan Sumber Daya Alam (SDA) berlimpah, Indonesia sering kali diperkirakan bakal menjadi salah satu negara maju di masa mendatang. Indonesia merupakan negara pemilik minyak, batu bara, gas alam, emas, nikel, tembaga dan berbagai komoditas lain yang diminati pasar internasional. Jika seluruh kekayaan alam dicairkan dalam bentuk uang, Indonesia diperkirakan memiliki aset hingga mencapai ratusan ribu triliun rupiah. (https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita_media/baca/4497/Indonesia-Punya-Kekayaan-SDA-Hingga-Rp-200-Ribu-Triliun.html)

Karena sumber daya alam yang melimpah, namun hanya sebagian kecil yang dapat diexplorasi oleh Warga Negara Indonesia karena keterbatasan modal, maka Investasi dapat menjadi instrument penting untuk Indonesia demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Bagi pemerintah, investasi dinilai sebagai resep majarab menghapus kemiskinan dan pengangguran di Indonesia karena ketersediaan lapangan kerja terkait erat dengan realisasi investasi di sektor riil. Maka tak bisa dinafikan Indonesia bertahun-tahun mengalami ketergantungan pada asing. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi di Indonesia kuartal I-2024 mencapai Rp401,5 triliun atau meningkat 22,1 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Adapun perinciannya, nilai investasi dalam negeri sebesar Rp 191,7 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 204,4 triliun. . (https://www.antaranews.com/infografik/4084443/realisasi-investasi-kuartal-i-2024).

Tabiat Kapitalis yang rakus dan tamak menemukan polanya. Investasi menjadi jalan masuk bagi negara-negara kreditor untuk menanamkan pengaruh politiknya sehingga leluasa mengexploitasi berbagai kepentingan ekonomi mereka. Akibatnya negara akan kehilangan eksistensi dan tergadaikan karena terus didikte. Kondisi semacam ini menjadi konsekuensi logis dari implementasi sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem ini siapa pun yang memiliki modal dapat menguasai apa pun tanpa batasan. Sehingga praktek privatisasi menjamur.

Penguasa ala kapitalis telah menyerahkan seluruh tanggung jawabnya pada korporasi, juga menjadikan fungsi negara sebatas regulator yang hanya mengatur hubungan rakyat dengan pemilik modal/kapital. Mereka terjebak bujuk rayu para kapitalis bahwa investasi asing akan memberikan berbagai keuntungan, seperti terbukanya lapangan pekerjaan, memberikan modal untuk pembangunan, meningkatkan angka pendapatan, serta janji kesejahteraan. Kekayaan alam yang semestinya dikelola negara bagi kemakmuran rakyat justru diprivatisasi oleh kapitalis lewat regulasi penguasa. Rakyat pun harus membayar mahal sekadar kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Konsep ekonomi kapitalis menjanjikan adanya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan suatu negara melalui investasi. Diharapkan, dengan mengalirnya investasi secara besar-besaran ke Indonesia bisa membuka peluang kerja, meningkatkan daya saing industri dan mendongkrak perekonomian lokal. 

Namun, benarkah demikian? Pada faktanya investasi justru membahayakan. Pertama, investasi menghantarkan kepada penjajahan ekonomi karena Para investor dapat dengan mudah menguasai aset-aset bangsa yang menguasai hajat hidup orang banyak. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya undang-undang bercorak neoliberal, yang memungkinkan investor menguasai SDA strategis. Belum lagi pencabutan subsidi, menjual BUMN, menaikkan pajak, hingga kemudahan masuknya tenaga kerja asing. Akibatnya, alih-alih menyejahterakan, rakyat justru semakin terbebani dengan semakin mahalnya biaya kebutuhan yang harus mereka tanggung.  

Kedua, secara ideologis, investasi telah mengubah haluan ekonomi dan politik negeri ini menjadi pelayan bagi kepentingan negara besar. Tidak ada lagi wibawa dan kemandirian bangsa dihadapan negara investor. Secara hakiki bangsa ini menjadi mudah disetir negara lain untuk melayani kepentingan mereka.

Investasi dalam Islam

Islam hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam. Allah SWT berfirman:

“Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri,” (TQS an-Nahl [16]: 89).

Indonesia memang menyimpan banyak hasil kekayaan alam yang luar biasa. Sumber daya alam yang melimpah tersebut membuat banyak negara dan swasta tergiur untuk mengelolanya. 

Salah satu konsep investasi dalam ekonomi Kapitalisme yang sangat kontradiktif dengan Islam adalah kaburnya batasan sektor-sektor yang boleh dan tidak boleh dimasuki oleh investor swasta. Aturannya bisa berubah-ubah sesuai kebutuhan, baik dengan alasan nasionalisme yang membatasi investasi ataupun yang membukanya secara luas mengikuti prinsip pasar bebas.

Hal tersebut berbeda dengan Islam yang telah memberikan pengelompokan secara tegas termasuk siapa yang berhak mengelolanya. Sebagai contoh, dalam pengelolaan barang milik umum, misalnya, para ulama telah menjabarkan masalah ini secara detail.

Harta milik umum sepenuhnya diatur oleh Negara. Tidak boleh diserahkan kepada swasta baik dalam bentuk konsesi ataupun privatisasi. Salah satu dampak positif dari larangan swasta untuk berinvestasi pada barang milik umum adalah agar sumber pendapatan umum dan yang penting bagi kehidupan umat manusia tidak dikuasai oleh kehendak individu sehingga ia dapat berbuat sewenang-wenang dengan harta itu.

Oleh karena itu, pemerintah menurut Islam bertanggung jawab agar investasi dapat berjalan sesuai koridor Islam. Selain menerapkan aturan Islam secara total, termasuk dalam hal investasi, ia juga harus mengawasi pelaksanaannya. Pemerintah juga harus mengelola harta milik umum dan milik negara secara optimal dan penuh amanat, sehingga ia dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi rakyat. 

Selain itu, kebijakan pemerintah yang mengizinkan swasta terutama investor asing untuk berinvestasi secara bebas, termasuk pada barang umum yang seharusnya menjadi hak publik, selain haram menurut Islam, juga telah menimbulkan madarat bagi negara dan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, mewujudkan investasi yang islami secara paripurna hanya dapat terlaksana jika negara ini mengadopsi risalah Islam secara menyeluruh di bawah institusi Khilafah Islam. Wallahu’alam