Share ke media
Opini Publik

Fitrah Anak Terkikis Dalam Kapitalis

29 Jun 2024 03:16:43429 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : muslimahnews.net - Kesalahan Kapitalisme dan Sosialisme - 30 Mei 2022

Samarinda - Marak berita berseliweran di Media Sosial seorang anak yang tega menganiaya ayah kandungnya sendiri yang sedang menderita stroke. Kejadian ini terjadi di Pesisir Barat, Lampung pada 20 Juni 2024 lalu. Pelaku berinisial SPA yang baru berusia 19 tahun ini kesal karena korban yang meminta bantuan kepada pelaku untuk membopongnya ke kamar mandi. Karena pelaku sedang makan maka pelaku pun menolaknya dan terjadilah percekcokan hingga pelaku memukuli korban berkali-kali hingga akhirnya korban harus dilarikan ke puskesmas, tapi naas karena kurang dari 24 jam korban pun meninggal dunia.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, 

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (23). Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’. (24).” (QS Al-Isra’ [17]: 23—24).

Sungguh miris melihat fakta yang terus terjadi dimana seorang remaja menjadi pelaku pembunuhan apalagi dilakukan terhadap orangtuanya sendiri.

Sekularisme menjadi biang keladi dari maraknya kasus pembunuhan anak kepada orangtuanya. Hilangnya fitrah rasa kasih dan sayang kepada ibu bapak, menunjukkan suksesnya sekularisme dalam ‘mendidik’ anak-anak menjadi miskin iman dan rasa kemanusiaan. Anak juga menjadi rapuh dan sulit mengelola emosinya. Sehingga sedikit saja emosinya tersulut bisa menghilangkan nyawa orang lain.

Pendidikan sekularisme menjadikan hubungan antara anak dan orangtua menjadi dingin dan minim empati, juga menjauhkan anak dari kewajiban birrul walidain. Ditambah Kapitalisme yang menjadikan materi adalah tujuan hidup, sehingga bagi si anak,  akan menjadi ‘beban’ orangtua yang hanya bisa ‘merepotkan’ dirinya. Padahal kita tahu bahwa orangtua adalah manusia yang paling direpotkan oleh kita semasa kita kecil. Dan mereka adalah manusia paling berjasa yang membesarkan anak-anaknya hingga dewasa.

Kalaupun terjadi perselisihan dalam prahara keluarga maka seharusnya ingat-ingatlah kembali kebaikan dan pengorbanan mereka dimasa dulu sehingga emosi yang tadinya berkobar pun bisa diredam. Tapi sayangnya, sekularisme membabat habis rasa itu dengan menyisakan pemahaman bahwa orangtua adalah ‘beban yang merepotkan’ jika sudah sakit dan lanjut usia. Astaghfirullahal ‘adzim

Dalam Islam, menjadikan generasi manusia memiliki kepribadian Islam adalah tujuan pendidikan. Menaati seluruh syariat Islam termasuk berbakti kepada kedua orangtua adalah kewajiban. Anak-anak akan dibekali kemampuan mengontrol ego mereka sehingga tidak akan mudah melakukan hal-hal yang bisa menghabisi nyawa orang lain apalagi orangtuanya sendiri. Anak akan memiliki jiwa yang sholih, berlemah lembut kepada orangtuanya karena itu adalah perintah Rabbnya.

Kisah Luqman di dalam Al-Qur’an saat menasihati anaknya adalah contoh terbaik. Hal tersebut sejalan dengan sabda Rasulullah saw., “Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR At-Tirmidzi).

Bukan hanya itu, Islam juga memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal, baik secara individu, keluarga, masyarakat, dan negara, sebagaimana firman Allah Taala dalam ayat, “Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS An-Nisa [4]: 14).

Karena itu, sebagai solusi tuntasnya, Islam mensyariatkan tegaknya negara yang menerapkan aturan Islam kaffah sehingga mampu mewujudkan sanksi tegas bagi pelaku tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam, yakni sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). 

Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya. Ini semua dalam rangka mencegah berbagai bentuk kejahatan termasuk kekerasan anak kepada orang tuanya. Wallahualam bissawab.

Oleh : Almukarromah