Share ke media
Opini Publik

Gawat! HIV Merajalela, Dimana Peran Negara?

07 Oct 2024 12:42:3133 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : sayaberani.org - Epidemi HIV dan AIDS di Seluruh Dunia - 15 Agustus 2022

Mata terbelalak, hati merasa sedih dan tubuh yang bergidik ngeri saat membaca berita yang terjadi baru-baru ini.

Bagaimana tidak ngeri, jika headline berita menampilkan judul “Ratusan Kasus HIV Terjadi di Kukar, Didominasi Kalangan Homo”. Seperti yang telah diberitakan dalam Koran Kaltim, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutai Kartanegara (Kukar) menyatakan terdapat ratusan kasus HIV baru di kabupaten Kukar. Mayoritas penderitanya adalah homo alias Lelaki Seks Lelaki (LSL).

Kepala Bidang Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Kukar, Supriyadi menyatakan tahun 2022 hingga Agustus 2024 lalu, terdapat 344 kasus baru, sementara yang melakukan pengobatan berjumlah 310 jiwa. Dinkes mengatakan beberapa faktor penyebab terjadinya HIV yaitu waria, Pekerja Seks Komersial (PSK), LSL, pengguna jarum suntik, dan ibu hamil yang berhubungan intim dengan pengidap HIV. Namun mirisnya, paling banyak yang mengidap HIV adalah LSL karena mereka sering bergonta-ganti pasangan.

Dinkes telah bekerja sama dengan komunitas dan LSM Mahakam Plus untuk aktif mengadakan sosialisasi pencegahan HIV bergilir di 18 kecamatan, terutama di sekolah-sekolah.

Sementara itu, pengobatan rutin tetap dilaksanakan dengan menjalani terapi perbulannya dan mengkonsumsi obat rutin agar dapat menjalani aktivitas.

Gawat!

Jumlah kasus pengidap HIV yang mengalami peningkatan, hanya memperlihatkan di salah satu kabupaten di Indonesia. Bagaimana di daerah-daerah lain? Tentu jumlahnya jauh lebih banyak. 

Menurut survei yang dilakukan oleh katadata kepada 10 provinsi, ada 16 ribu kasus HIV/AIDS baru di Indonesia. Provinsi dengan jumlah pengidap HIV terbanyak jatuh kepada Jawa Barat. Bahkan menurut Kemenkes sendiri, ada 500 ribu lebih kasus HIV yang terekam hingga September 2023. 

Adapun usia terbanyak pengidap HIV adalah berusia 25-49 tahun, yang artinya mereka masih berusia muda. Tingkat kematian akibat HIV/AIDS juga cukup tinggi. Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2023, ada 630.000 orang yang meninggal dunia akibat HIV. Alhasil, fenomena kasus HIV ini ibarat gunung es, jumlah kasus yang tercatat hanyalah menunjukkan sebagian kecil dari kasus-kasus lainnya yang tidak tercatat. Gawat bukan?

Memang, telah banyak sosialisasi yang digencarkan oleh lembaga terkait. Namun sayangnya, sosialisasi-sosialisasi tersebut tidak menyentuh akar persoalan terhadap melonjaknya kasus HIV. 

Solusi-solusi yang dihadirkan oleh pemerintah dan lembaga terkait hanya berfokus kepada penanganan korban.

Apalagi hingga kini, obat untuk menyembuhkan kasus HIV belum ditemukan. Akhirnya orang-orang yang mengidap HIV hanya tinggal menunggu waktu akan kematiannya.

Jika kita mau teliti, akar masalah dari banyaknya kasus HIV yang dominan disebabkan oleh LSL, sejatinya disebabkan oleh prinsip hidup yang dianut oleh setiap individu hari ini dan dilegalkan oleh negara. Prinsip hidup tersebut adalah liberalisme dan hedonisme yang merupakan buah dari sistem kapitalisme sekulerisme. Prinsip liberalism dan hedonisme telah meniscayakan budaya seks bebas yang tumbuh subur di kalangan generasi. 

Standar kehidupan hari ini bukanlah halal haram menurut pandangan agama (Islam) melainkan diserahkan kepada masing-masing individu yang memiliki pandangan kebebasan berperilaku.

Akhirnya demi memuaskan materi dan nafsu semata, seseorang rela melakukan sesuatu yang bertentangan dengan agama seperti halnya ragam penyimpangan seksual dan perzinahan yang akhirnya menambah masalah baru yaitu penyakit HIV/AIDS.

Dimana Peran Negara?

Adapun negara, juga nampak tak terlihat perannya karena negara justru seperti mem-fasilitasi pemicu-pemicu yang mendukung munculnya pergaulan bebas di kalangan rakyatnya. Adanya konten-konten berbau syahwat seperti drama dan film yang bergenre LGBT dan hubungan dewasa antar lelaki dan perempuan, keberadaannya mudah diakses oleh generasi. 

Begitupun adanya tempat-tempat yang meniscayakan pergaulan bebas seperti konser, kelab-kelab malam, tempat penginapan, dan sebagainya yang menjamur di negeri ini. Inilah watak negeri kapitalis yang hanya berorientasi mendapat cuan sebanyak-banyaknya tak peduli sumber cuan tersebut merusak akhlak masyarakat dan haram dalam pandangan agama. Sistem hukum di negara ini juga tak bergigi dalam menyikapi rakyatnya yang menjadi pelaku zina atau pelaku penyimpangan seksual. Alhasil, wajar jika kasus HIV semakin banyak bahkan menyasar kepada generasi yang masih berusia anak-anak. Naudzubillaah. Ini kah yang kita inginkan? Lantas bagaimana Islam memandang hal ini?

Islam Menyelamatkan Generasi

Islam adalah agama sekaligus ideologi yang berisi aturan-aturan untuk memecahkan berbagai permasalahan manusia. Dalam menyikapi kasus HIV yang melonjak, Islam pun memiliki beberapa strategi jitu. Beberapa strategi ini bahkan berfungsi mencegah akar masalah dari kasus HIV yaitu pergaulan bebas. Jauh sebelum kasus HIV ada. 

Apa saja strategi tersebut? Diantaranya adanya perintah bagi setiap individu laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluannya. (QS An-Nur ayat 30-31), perintah untuk menutup aurat (QS Al-Ahzab ayat 59), dan adanya larangan khalwat (berdua-duaan tanpa disertai mahram) dan ikhtilat (bercampurnya laki-laki dan perempuan di tempat tertentu tanpa ada kepentingan yang dibolehkan syariat).

Berbagai aturan ini wajib ditaati oleh setiap individu Muslim yang memiliki rasa takut kepada Allah sehingga tak berani untuk bermaksiat.

Adapun peran negara juga tak boleh ketinggalan. Tidak cukup rasanya hanya menerapkan aturan-aturan di atas untuk menjaga individu sedangkan lingkungan sekitar justru merusak dan mengajak kepada kemaksiatan.

Oleh sebab itu, negara memiliki peran dalam menjaga lingkungan generasi agar hubungan antar laki-laki dan perempuan didasari hubungan yang sehat dan saling tolong menolong. Bukan hubungan yang didasari seksual seperti dalam negara kapitalis sekuler saat ini. 

Negara harus menutup pemicu-pemicu kemaksiatan seperti media yang menampilkan konten porno, tempat-tempat yang mengundang kemaksiatan dan memberikan hukuman jera bagi rakyat yang berani melanggar. Negara tak boleh tunduk pada aturan ekonomi kapitalis yang memfasilitasi budaya bebas. Negara harus berdaulat dan menjaga rakyatnya dengan syariat Islam yang telah Allah turunkan.

Demikianlah, Islam telah memberikan penyelesaian dengan tuntas atas setiap permasalahan yang dialami manusia. Untuk menyelamatkan generasi, tidak ada cara lain kecuali semua pihak baik individu, masyarakat dan negara harus kembali kepada Islam. Hanya sistem Islamlah yang peduli terhadap nasib generasi. Allah Ta’ala berfirman: “Dan sungguh, (Al-Qur’an) itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (TQS. An-Naml 27: Ayat 77). Wallahu ‘alam bis shawab

Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag