Samarinda - Baru-baru ini banyak berita berseliweran di internet terkait fenomena kemunduran demokrasi. Kemunduran demokrasi dapat dipahami sebagai penurunan kualitas demokrasi secara bertahap yang mengakibatkan sebuah negara kehilangan kualitas demokrasinya dan menuju pada ciri rezim otoriter. Sebenarnya bukan isu baru, tapi nyatanya hal ini masih menjadi PR bagi Indonesia. Jelas saja karena sampai saat ini Indonesia belum se-Demokrasi itu dalam menerapkan aturannya. Keadilan yang terlihat tajam kebawah tapi tumpul ke atas, tindakan represif dan arogansi para pejabat negara menambah citra buruk bagi demokrasi. Inilah yang membuat generasi sekarang, khususnya gen z malas untuk terlibat dalam politik. Mereka disebut-sebut sebagai generasi yang apatis terhadap perpolitikan di Indonesia. Gen- Z merupakan salah satu pilar dari generasi emas 2045. Berdasarkan sensus kependudukan 2020, tercatat jumlah penduduk Indonesia didominasi Gen-Z yang mencapai 75,49 juta jiwa atau 27,49% total penduduk (270,2 juta jiwa). Sedangkan generasi milenial berjumlah 69,90 juta jiwa atau 25,87% total penduduk Indonesia. Maknanya, Gen-Z dan milenial yang jumlahnya sangat besar—tidak kurang dari separuh total penduduk Indonesia—menjadi sangat diperhitungkan di segala aspek kehidupan, termasuk suara mereka yang diperebutkan dalam Pemilu 2024. Terlebih mereka terkategori pemilih pemula pada 2024 ini.
Untuk mendorong keterlibatan Gen-Z dan milenial dalam berpolitik, banyak pihak melakukan upaya pendidikan politik dalam kerangka sistem demokrasi, di antaranya dilakukan oleh Bawaslu di beberapa daerah yang mengajar politik dan demokrasi ke sekolah dan kampus. Semua pendidikan politik yang disampaikan kepada Gen-Z dan milenial bertujuan agar mereka memahami politik dalam konsep demokrasi, yaitu suatu aktivitas atau cara untuk mendapatkan kekuasaan untuk memimpin dalam suatu masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan dalam memilih pemimpinnya.
Dalam pendidikan politik yang diberikan tidak mengajak untuk menganalisis penyebab mendasar terjadinya banyak persoalan yang mendera negeri ini, meski telah berulang kali menyelenggarakan pemilu untuk mengganti rezim yang ada. Berbagai persoalan yang ada, mulai dari maraknya Gen-Z dan milenial bunuh diri, kemiskinan, pengangguran, korupsi, perampasan ruang hidup rakyat, penyerahan pengelolaan kekayaan alam kepada swasta dan asing, utang luar negeri yang menggunung, hingga berkuasanya oligarki, tidak diberi solusi tuntas. Tentu saja hal ini tidak membuat gen z melek politik secara benar.
Berbeda dengan islam, Islam memiliki konsep politik yang bertolak belakang dengan konsep demokrasi. Dalam Mu’jamu Lughatil Fuqaha’, politik didefinisikan dengan ‘pemeliharaan terhadap urusan umat, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan syariat Islam’. Islam sebagai agama yang sempurna mengatur segala aspek kehidupan sebagaimana dijelaskan dalam QS An-Nahl: 89, “… Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang muslim.”
Al-Qur’an sebagai penjelas segala sesuatu artinya Al-Qur’an menjelaskan mekanisme pengaturan pendidikan, perekonomian, sosial kemasyarakatan, pemerintahan, termasuk bentuk bakunya. Islam juga mengatur hubungan internasional. Ketika semua hal tersebut diterapkan dengan aturan Islam, itulah yang dinamakan politik Islam (siyasah syar’iyah).
Dengan memahami cakupan Islam kafah dalam pengaturan kehidupan dan realitas saat ini, akan bisa diketahui keunggulan sistem politik Islam dibandingkan dengan sistem politik demokrasi. Dengan memiliki pemahaman yang seperti ini, seseorang dikatakan telah melek politik yang sesungguhnya. Oleh karena itu, setiap muslim dituntut untuk menjadi pelaku perubahan sistem dari demokrasi menjadi Islam.
Hanya saja, melek Islam kaffah saja belum cukup, karena perlu untuk dikaji, dipahami untuk kemudian diterapkan dalam sebuah institusi negara.
Allah Swt. telah berfirman, “… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’du: 11).
Aktivitas politik yang sangat penting dilakukan saat ini adalah penyadaran kepada umat tentang bobroknya sistem kehidupan buatan manusia seperti demokrasi, kapitalisme, sekulerisme, dan paham lainnya. Lalu mengajak mereka kepada kebenaran islam dengan segala peraturan yang ada di dalamnya agar mereka mau untuk bersama-sama menegakkan kembali kehidupan Islam.
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208). Aktivitas politik ini dicontohkan Nabi Muhammad saw. dalam dakwah beliau. Dalam dakwahnya, beliau saw. tidak hanya menyampaikan risalah Islam, melainkan juga menunjukkan kebobrokan sistem jahiliah yang diterapkan pada saat itu hingga terbangun kesadaran politik yang benar pada diri para sahabat.
Untuk itu, sudah saatnya Gen-Z melek politik dan beraktivitas politik guna mewujudkan institusi politik Islam, yakni Khilafah Islamiah agar semua ketentuan syariat Islam bisa terterapkan. Bagaimana caranya? Tentu dengan bergabung ke dalam partai shahih islam yang memiliki ideologi shahih sekaligus menjadi ikatan yang menghimpun anggotanya. Memiliki metode langkah perubahan yang relevan dengan problem sistem, juga anggota partai yang memiliki kesadaran yang benar bukan karena ketokohan atau jabatan. Wallahualam.
Oleh : Almukarromah
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru