Share ke media
Opini Publik

Hutan dan Lahan Dilahap Jago Merah, Negara Terkesan Menyerah

21 Sep 2023 12:34:18512 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : grid.id - Hutan di Gunung Merapi Ungup-ungup Banyuwangi Dilalap si Jago Merah, Lokasi Kebakaran Sulit Dijangkau Tim Pemadam! - 11 Agustus 2023

Samarida - “Jago merah” alias kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali terjadi di provinsi Kalimantan Timur. Ada beberapa wilayah di Kaltim yang dilanda karhutla, di antaranya Kabupaten Berau. Berau merupakan daerah paling parah karhutla se-Kaltim bahkan belakangan sudah ada kabut asap tebal. Berdasarkan data dari stasiun BMKG Balikpapan, tercatat jumlah hotspot di Kabupaten Berau mencapai 128 titik panas. (Beritasatu.co, 8/9/2023)

Selain Berau, karhutla juga terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara atau Kukar yang sudah memasuki status siaga darurat. Di Paser, maraknya Karhutla membuat petugas gabungan karhutla harus bekerja ekstra. Bagaimana tidak, hampir tiap hari kebakaran lahan terjadi. Kebakaran meluas, tanggal 5 September sudah 256 hektar lahan yang terbakar. (Tribunnews.co, 8/9/2023)

Sama halnya di Kabupaten Kutai Barat (Kubar) sejumlah titik mengalami karhutla. Bahkan Karhutla baru-baru ini terjadi berturut-turut mulai dari siang hingga malam hari dengan hotspot api atau titik api lebih dari satu. Karhutla di Kubar membuat petugas gabungan yang terdiri dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) TNI - Polri, dan unsur relawan kewalahan harus bekerja keras berjibaku memadamkan api yang melalap kawasan semak belukar dan lahan gambut. (Tribunnews.co, 13/9/2023)

Tidak ketinggalan di Kota Samarinda. Hingga Kamis (7/9), luas lahan terbakar di berbagai titik di Samarinda mencapai 30 hektare. Demikianlah beberapa daerah di Kaltim yang mengalami karhutla.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim mengklaim terus memantau karhutla di 10 kabupaten dan kota. Hal itu diutarakan Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kaltim, Tresna Rosano, yang menyebut bahwa sampai Rabu (6/9) lalu, intensitas titik api meningkat yakni 192 titik, tersebar di 10 kabupaten/ kota. Ditegaskan Tresna, bahwa seluruh kabupaten/ kota menetapkan status siaga karhutla karena kondisi di lapangan yang memang kerap terjadi, bahkan hampir setiap hari. (Samarinda.prokal.co, 10/9/2023)

Sering dan banyaknya daerah yang dilahap jago merah menjadi pertanyaan bagi kita mengapa karhutla menjadi agenda rutin di saat musim kemarau? Pemerintah seakan menyerah dengan keadaan karena hanya bertindak setelah terjadi karhutla. Tindakan pencegahan hanya bersifat persuasif tanpa masif mengelola kekayaan SDAE. SDAE berupa lahan luas dan hutan justru diserahkan kepada individu, swasta atau asing karena kebebasan kepemilikan yang dinaungi oleh sistem kapitalisme.

Karhutla Efek Salah Tata Kelola

Musim kemarau memang kerap dimanfaatkan oleh pemilik lahan untuk membuka lahan pertanian baru dengan cara membakar dikarenakan lebih efisien dan ekonomis dibandingkan membersihkan lahan dengan menebang dan membersihkan. Tidak sedikit pembakaran lahan terpaksa dilakukan masyarakat karena tingginya biaya hidup dari pada membuka lahan manual dan mekanik, membakar jauh lebih murah dan cepat. Akhirnya, petani disalahkan padahal dibakar murah dan cepat, modal bertani mahal.

Kemarau memang identiknya karhutla, sejatinya karena deforestasi dampak dari El Nino saat ini. Karhutla membawa dampak kerugian kesehatan dan ekonomi, termasuk gangguan penerbangan akan tetapi tindakan pemerintah tidak menyentuh persoalan mendasar yakni tata kelola SDA termasuk hutan yang diserahkan kepada kapitalis.

Berulangnya karhutla menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat dan gagalnya edukasi yang dilakukan pemerintah untuk mencegah karhutla. Negara tidak menjamin dan memenuhi kebutuhan ekonomi petani sehingga mereka sendiri berjuang tanpa bantuan negara. Negara justru dengan mudah memberi konsesi hutan pada perusahaan besar. Terlebih untuk memperbanyak perkebunan sawit dan pertambangan serta properti. Padahal, jika negara tegas sedari awal mencegah karhutla dengan paradigma urusan kepemilikan dan pengelolaan hutan dan lahan tidak boleh dikuasai oleh individu, swasta atau asing maka otomatis kebakaran akan terhindar.

Negara yang memegang kendali, namun dalam sistem kapitalisme saat ini lahan berupa hutan justru dikapitalisasi. Para kapital yang memegang kendali sedangkan negara “tidak bergigi.”

Solusi Islam Akhiri Karhutla

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: dalam air, padang rumput [gembalaan], dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah).

Solusi Islam dalam mengakhiri dan mencegah karhutla dan berawal dari paradigma kepemilikan hutan dan lahan. Islam memiliki beberapa ketentuan dalam pengelolaan hutan dan lahan, di antaranya hutan termasuk dalam kepemilikan umum, bukan kepemilikan individu atau negara. Hal ini berdasarkan ketentuan hadits di atas, yakni padang rumput gembalaan termasuk hutan.

Pengelolaan hutan hanya dilakukan oleh negara saja, bukan oleh pihak lain (misalnya individu, swasta atau asing). Selain itu, negara wajib melakukan pengawasan terhadap pengelolaan hutan.

Dalam kekhilafahan atau pemerintahan Islam fungsi pengawasan operasional lapangan/ hutan ini dijalankan oleh lembaga peradilan, yaitu Muhtasib (Qadhi Hisbah) yang tugas pokoknya adalah menjaga terpeliharanya hak-hak masyarakat secara umum (termasuk pengelolaan hutan). Misalnya menangani kasus pencurian kayu hutan, atau pembakaran dan perusakan hutan. Muhtasib bertugas disertai aparat polisi (syurthah) di bawah wewenangnya. Muhtasib dapat bersidang di lapangan (hutan), dan menjatuhkan vonis di lapangan.

Dalam hal sanksi/ hukum negara berhak menjatuhkan sanksi ta’zir yang tegas atas segala pihak yang merusak hutan. Orang yang melakukan pembalakan liar, pembakaran hutan, penebangan di luar batas yang dibolehkan, dan segala macam pelanggaran lainnya.

Terkait hutan wajib diberi sanksi ta’zir yang tegas oleh negara (peradilan). Ta’zir ini dapat berupa denda, cambuk, penjara, bahkan sampai hukuman mati, tergantung tingkat bahaya dan kerugian yang ditimbulkannya. Prinsipnya, ta’zir harus sedemikian rupa menimbulkan efek jera agar kejahatan perusakan hutan tidak terjadi lagi dan hak-hak seluruh masyarakat dapat terpelihara.

Demikianlah ketentuan Islam dalam tata kelola hutan dan lahan untuk mencegah karhutla. Jika ketentuan ini dilaksanakan di bawah naungan negara Islam tentu saja akan mampu mencegah dan mengatasi karhutla yang berulang. Penerapan pandangan Islam menjadi kunci agar karhutla berakhir.

Wallahu’alam…

Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin 

disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu dari masyarakat yang ingin menuangkan pemikiran, ide dan gagasannya yang hak ciptanya sepenuhnya dimiliki oleh yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.