Banyak sekali Tim BPN Prabowo-Sandi dan simpatisannya, menyampaikan bahwa Prabowo - Sandi dalam setiap kampanye selalu di hadiri massa yang membludak dan euforia akan kemenangan.
Prabowo berpidato di puluhan ribu masyarakat Banten, beberapa hari yang lalu, Prabowo disambut lautan massa di Riau, Sandi di sambut ribuan massa di bandara Bima dan hari ini (17/3) di Pontianak dan Samarinda juga di hadiri massa yang membludak.
Fenomena di DKI Jakarta tampaknya akan menjadi kenyataan di Pilpres tahun 2019 ini, sebab saat Pilkada DKI Jakarta dulu, sebagian besar lembaga survei mainstream mengunggulkan Ahok memenangi Pilkada tapi ternyata Anies yang menjadi Gubernur, ujar banyak jubir BPN Prabowo - Sandi. Padahal kalau diteliti, hasil penelitian para lembaga survei tersebut tidak bisa salah karena menggunakan kalimat “bila pemungutan suara dilakukan hari ini”. Itulah dalih lembaga survei, namun hal tersebut tidak menyurutkan dalil bahwa survei adalah sebuah metode yang sangat kredibel saat ini.
Menghadapi fenomena massa yang membludak di kampanye Prabowo - Sandi, ditanggapi Denny JA dengan pernyataan sebagai berikut “kerumunan tidak menggambarkan elektabilitas, itu terjadi di Amerika Serikat, Eropa dan aneka negara demokrasi karena sudah di riset banyak peneliti dan itu berlaku pula untuk kasus Indonesia. Hal ini sesuai dengan penelitian delapan lembaga survei mainstream yang mempublikasikan kemenangan Jokowi dengan selisih sekitar 20 persen”.
“Apakah metode kampanye dan sosialisasi yang dilakukan Sandiaga Uno, menempuh ribuan titik di seluruh Indonesia sukses mendulang suara?”.
PENGALAMAN PERTAMA
Saya teringat ketika menjadi ketua tim pemenangan AnNur (Andi Sofyan Hasdam - M. Rizal Effendi) yang diusung Golkar dan Nasdem di Pilkada Kalimantan Timur tahun 2018 yang lalu.
Andi Sofyan Hasdam mantan Walikota Bontang dua periode dan M. Rizal Effendi sebagai Walikota Balikpapan, berkontestasi dengan Syaharie Jaang sebagai Walikota Samarinda sekaligus ketua Demokrat Kaltim berpasangan dengan Awang Ferdian Hidayat anak dari Gubernur Awang Faroek Ishak, kemudian Isran Noor mantan Bupati Kutai Timur yang di usung Gerindra berpasangan dengan Hadi Mulyadi anggota DPR RI dari kader PKS, terakhir Rusmadi mantan sekprov Kaltim berpasangan dengan Safarudin mantan Kapolda Kaltim dari PDIP.
Peneliti LSI Kaltim Fadhli Fakhri Fauzan mempublikasikan kemenangan Rusmadi - Safaruddin sebesar 24,5% dan disusul Isran - Hadi 22,3%, yang belum menentukan pilihan sebanyak 11,6% dengan tingkat margin error sebesar 4,1 %.
Hasil LSI ini mempublikasikan kemenangan Rusmadi - Safaruddin, namun bila saya tafsirkan angka 11,6 % dan 4,1 % dengan DPT Kaltim sebesar 2.330.156 pemilih, maka bisa saja urutan kedua menjadi pemenang Pilkada Kaltim.
Terbukti, Isran - Hadi memenangkan pilkada Kaltim, apakah LSI salah, ya tentu saja tidak, karena LSI juga telah menyatakan kemungkinan kemenangan Isran - Hadi melalui perhitungannya.
Hasil LSI yang tentu saja saat itu “dibiayai” oleh paslon tertentu sangat mirip dengan hasil survei yang saya lakukan dengan bantuan Lembaga Survei Kaltim yakni sama-sama berkesimpulan bahwa “money politic” masih mempengaruhi pilihan masyarakat. Kok bisa money politic masih mempengaruhi pilihan masyarakat?.
Lembaga Survei Kaltim saat itu menjelaskan bahwa money politic dapat berupa uang segar yang langsung disalurkan ke pemilih atau dapat berupa logistik. Logistik ini dapat berupa pembiayaan terhadap relawan dan simpatisan, makanan (nasi kotak dan prasmanan dalam setiap kegiatan), baju, sarung, sembako murah (beras, gula, susu), sumbangan untuk fasilitas kemasyarakatan seperti pembuatan jalan lingkungan, penyedian peralatan tempat ibadah, menyediakan fasilitas kendaraan dan akomodasi untuk kegiatan masyarakat, pengajian yang mendatangkan ustadz terkenal dan panggung show bagi artis ibu kota dan lain sebagainya.
Semua metode money politic beserta turunannya ini ternyata tetap diterima masyarakat bahkan membuat mereka menentukan pilihannya, aturan hukum yang memberikan sanksi terhadap money politic, belum memberikan pesan yang menakutkan bagi masyarakat.
Saat itu, saya menerapkan metode hand to hand untuk mengimbangi money politik, maklum karena pasangan kami tidak memiliki keuangan dan sumberdaya yang mapan.
”Hand to hand” adalah sebuah metode kampanye yang saya ciptakan, mengharuskan calon gubernur untuk turun langsung ke masyarakat dan bersalaman dengan mereka. Metode ini dijalankan dan berhasil dilakukan, siapa yang tidak tahu Kaltim, wilayah yang begitu luas dan medan yang sangat sulit di perparah lagi akses antar daerah yang tidak tersambung.
Dengan kerja keras, cagub kami dapat berkampanye di ribuan titik sampai mendekati perbatasan Malaysia, walaupun saat itu musibah terjadi, cawagub Nusyirwan Ismail meninggal dunia dalam sebuah kegiatan sosialisasi yang melelahkan dan secara aturan digantikan oleh M. Rizal Effendi. Memang dibutuhkan fisik yang prima untuk menjalankan metode ini. Mungkin inilah yang membuat Sandi selalu mengasah fisiknya. Namun, hasil akhir menyatakan bahwa metode hand to hand, kunjungan keribuan titik, tidak berpengaruh signifikan terhadap elektabilitas cagub.
Kenal belum tentu dipilih, pernah berbicara belum tentu dapat menarik hati seseorang untuk memilih, ternyata kami tetap “dikalahkan” oleh hasil penelitian lembaga survei yakni money politic masih mempengaruhi pilihan masyarakat. Patut dicatat, tulisan ini tidak menyatakan bahwa Isran - Hadi menang karena money politic, banyak faktor lain yang tentu saja perlu pembahasan lebih lanjut.
Berdasarkan pengalaman tersebut maka kemungkinan besar apa yang dilakukan Sandiaga Uno, berkampanye ke daerah-daerah menyinggahi ribuan titik di seluruh Indonesia, tidak signifikan meraih suara. Metode yang tidak efektif berdasarkan pengalaman saya. Jikalau untuk investasi politik sandi maka itu hal yang berbeda.
PENGALAMAN KEDUA
Andi Sofyan Hasdam adalah tokoh politik dan juga seorang dokter, pernah menjadi legislator sekaligus pernah menjadi Walikota Bontang. Sedangkan, M Rizal Effendi adalah seorang jurnalis yang berpengalaman dan pernah menjadi Wawali Balikpapan sampai akhirnya menjadi walikota. Dua kota ini menjadi kota terbaik di Kaltim bahkan di Indonesia.
Debat pilgub Kaltim 2018, yang disiarkan secara langsung oleh media televisi, persis dengan debat di capres tahun 2019. Penilaian lembaga survei dan pakar, menunjukkan bahwa pasangan ini, secara teori, pengalaman, gagasan, data yang disajikan serta kualitas memiliki kelebihan dibandingkan yang lain.
Hasil dari debat tersebut, di framing, di jadikan video, di share ke media tulis dan elektronik, di viralkan melalui media sosial dan di jadikan alat kampanye, hingga akhirnya diyakini dapat menaikkan elektabilitas.
Kenyataannya jauh panggang daripada api, kesuksesan di debat tidak berpengaruh signifikan dalam mengupgrade suara. Apapun yang dilakukan Prabowo - Sandi terkhusus Sandiaga Uno dalam debat Pilpres ini “TIDAK” akan berpengaruh signifikan dalam perolehan suara, artinya paslon nomor 2 harus menggunakan metode dan strategi lain.
“Apakah kampanye Prabowo - Sandi yang dihadiri massa yang membludak menandakan sebuah kemenangan?”.
Militansi partai dan organisasi pendukung Prabowo - Sandi.
Saya melepaskan PAN, Demokrat dan Berkarya dalam pembahasan yang bersifat militansi. Saya lebih tertarik dengan Gerindra, PKS dan ormas HTI.
Kenapa PKS sangat militan mendukung, karena hanya dengan Prabowo - Sandi lah PKS dapat merasuk dalam wilayah kekuasaan bila memenangkan Pilpres ini. Sedangkan HTI tentu saja sangat berkepentingan untuk kembali mereborn dirinya yang telah di luluh-lantahkan oleh pemerintahan Jokowi saat ini.
Saya fokuskan tulisan ini pada PKS dan ormas HTI secara nasional, dan di daerah Banten dan Riau, dengan hubungannya pada faktor membludaknya massa di kedua daerah tersebut. Gerindra tidak saya bahas karena militansinya sudah dapat dipastikan sebagai partai yang sangat berkepentingan dan mendapatkan coat-tail effect. Memang inilah momentum emas Gerindra.
Pada tahun 2014, Gerindra memperoleh suara secara nasional sebesar 14.760.371 (11,81 persen), untuk Provinsi Banten sebesar 576.193 suara dan sebesar 91.942 suara di Riau. PKS meraih 8.480.204 suara atau secara nasional sebesar 6,79%. Untuk suara di Provinsi Banten, sebesar 379.328 dan suara di Riau sebesar 66.095. Sedangkan HTI, belum pernah mengumumkan jumlah anggotanya di seluruh Indonesia.
Jumlah anggota HTI dapat saya perkirakan melalui jejaring HTI, yang ternyata sudah merambah hampir ke seluruh Indonesia karena telah memiliki 33 pengurus wilayah dan 300 pengurus tingkat daerah. Mereka terdiri atas aparat pemerintah, akademisi, kalangan profesi serta simpatisan.
Analisa ini dimulai dari Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia dari tanggal 27 Mei - 1 Juni 2014 di 70 Kab/Kota di seluruh Indonesia. Kegiatan KIP ini menggunakan tempat yang berkapasitas lebih kurang dari 10.000 orang sehingga dapat di asumsikan ada 700.000 orang anggota/simpatisan HTI di seluruh Indonesia yang menghadiri acara tersebut.
Jakarta, Banten, Pekanbaru, Bima, Pontianak, Balikpapan, dan Samarinda adalah termasuk dari kota-kota strategis HTI. Kenapa hanya daerah ini yang saya masukan dalam tulisan ini, sebab saya coba menganalisis daerah-daerah yang disebutkan membludaknya massa saat hadirnya Prabowo - Sandi.
Semangat dan militansi kader-kader HTI hampir menyerupai PKS, sudah beberapa kali saya mengikuti demonstrasi yang juga di ikuti kader PKS dan HTI, khususnya HTI mereka memiliki ciri dan karaketer gerakan yang khas, dimulai dari instrumen demo yang ditampilkan, berupa barisan peserta yang berjalan rapi terpisah antara lelaki dan perempuan, spanduk/pamflet/tulisan tauhid yang berkhat khas, keseragaman uniform, yel-yel yang terkoordinir dan dilengkapi dengan pengeras suara yang baik.
Militansi mereka ditunjukkan dengan tangguh menghadapi panas terik matahari, membawa anak-anak yang tentu saja merepotkan bagi sebagian kalangan, telah siap perbekalan makanan dan minuman serta mobilisasi yang rapi. Hal ini wajar, dalam ilmu psikologi, sesuatu yang marjinal membutuhkan motivasi, perjuangan dan kebersamaan yang kuat dan gerakan yang tersistem. Mendeskripsikan massa untuk Prabowo - Sandi juga akan lebih mudah apabila mengetahui karakteristik dari kader atau simpatisan dari PKS khususnya HTI.
Menghadirkan massa PKS dan HTI sangat tidak sulit, cukup dengan mengorganisir massa tersebut melalui tokoh-tokohnya. Ketaatan kader PKS dan HTI terhadap organisasi, seirama dengan keyakinan spritualnya, membuat ini menjadi mudah bagi BPN untuk mempopuliskan jualan massa membludak, yang diharapkan dapat berbanding lurus dengan tingkat keterpilihan.
Kembali saya fokus ke jumlah massa yang membludak, pidato Prabowo di Banten terlihat dihadiri oleh ribuan orang, begitu juga di Riau, Prabowo disambut ribuan orang, di Bima terlihat ribuan orang di bandara menyambut kedatangan Sandi, tentu saja hal yang sama juga terjadi di Pontianak dan Samarinda.
Hanya cukup dengan menghadirkan kader dan simpatisan Gerindra, PKS dan HTI ditambah sedikit dari Demokrat, PAN dan Berkarya maka jelas dapat di prediksi jumlah yang hadir akan mencapai ribuan orang. Membuat sebuah gedung menjadi penuh sesak serta dapat membuat ramai tempat terbuka yang membuat iring-iringan kendaraan roda empat terlihat berjalan merayap.
Apalagi di daerah-daerah yang saat Pilpres 2014 yang lalu Prabowo - Hatta memiliki perolehan suara yang besar, maka tentu saja dijadikan arena pembludakan massa oleh BPN.
Ada cara simple untuk mengetahui dimana warung yang memiliki makanan yang enak, ketika ada warung yang terlihat banyak dikunjungi pembeli atau adanya antrean panjang di warung tersebut maka otomatis dalam pemikiran kita bahwa warung tersebut tersaji makanan yang enak dengan chef yang mumpuni.
Padahal banyaknya pembeli dan panjangnya antrean bisa saja dipengaruhi faktor lain, antara lain harga murah, ada acara, cepat penyajian, artinya bukan hanya karena faktor makanannya yang enak. Don’t judge the book by its cover.
Strategi pembludakan massa inilah yang sedang diterapkan BPN untuk mempengaruhi psikologis rakyat Indonesia, bahwa dengan menghadirkan massa yang membludak di setiap kegiatan kampanye akan berbanding lurus mempengaruhi pemikiran rakyat untuk memilih Prabowo - Sandi.
Penulis: Muhammad Husni Fahruddin Al Ayub, Youth Institute.
(mahdi/red)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru