Samarinda - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturutan. Amalia Adininggar Widyasanti selaku Plt Kepala BPS melaporkan pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12 persen. Deflasi pada September 2024 terlihat lebih dalam dibandingkan Agustus 2024, dan ini merupakan deflasi kelima pada tahun 2024 secara bulanan. Ungkap Amalia dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (1/10).
Dalam kurun waktu setahun terakhir terjadi kenaikan yang luar biasa pada harga pangan. Dan kenaikan harga ini sangat berpengaruh pada kondisi perekonomian negeri ini dikarenakan harga terus naik sementara PHK massal terjadi dimana-mana, banyak masyarakat yang menganggur. Akibatnya adalah terjadi deflasi karena masyarakat tidak mampu untuk membeli.
Gambaran kondisi deflasi adalah di mana harga sejumlah barang dan jasa mengalami penurunan. Meskipun pada awalnya penurunan harga dapat terasa menguntungkan bagi konsumen, tetapi dalam jangka panjang deflasi dapat membawa dampak bagi perekonomian secara keseluruhan dan memunculkan masalahperekonomian yang serius. Hal ini meliputi stagnasi ekonomi, pengangguran, beban utang hingga berakibat resesi.
Fenomena deflasi yang terjadi secara beruntun ini, terakhir terjadi pada tahun 1999 setelah krisis finansial Asia, di mana pada kala itu Indonesia mengalami deflasi selama tujuh bulan berturut-turut dari Maret-September 1999. Periode deflasi lain, katanya, juga pernah terjadi antara Desember 2008 hingga Januari 2009, yang disebabkan oleh turunnya harga minyak dunia. Pada tahun 2020, juga pernah terjadi deflasi selama tiga bulan berturut-turut. Berbeda dengan tahun 1999, deflasi kali ini terjadi karena adanya penurunan harga yang dipengaruhi dari sisi penawaran atau supply, utamanya pangan.
Harga barang turun karena biaya produksi turun, karena biaya produksi turun, tentunya ini akan dicerminkan pada harga di tingkat konsumenpun ikut turun. karena uang yang beredar dimasyarakat sedikit sehingga daya beli masyarakat pun turun.
Deflasi yang beruntun dan terus menerus ini adalah indikasi kegagalan pemerintah dalam mengatasi penurunan daya beli masyarakat. Pemerintah dengan kebijakannya dianggap mandul dalam memperbaiki perekonomian rakyat. Sebaliknya, kebijakan pemerintah malah seringkali kontraproduktif terhadap terciptanya daya beli yang tinggi di tengah masyarakat.
Sebagaimana diketahui, selama ini kinerja perekonomian Indonesia sebagian besarnya ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Ini artinya, deflasi yang terjadi mengindikasikan konsumsi rumah tangga mengalami penurunan daya beli signifikan, akibat pendapatan yang minim.
Dampaknya secara langsung tampak pada kesejahteraan anggota keluarga termasuk ibu dan anak. Sekarang ini kian banyak ditemukan ibu yang stres lantaran memiliki peran ganda yakni menjadi tulang punggung keluarga sekaligus mengurus anak dan rumahnya. Ibu yang stres dan hidup tidak bahagia ini akan memengaruhi pola pengasuhan pada anak dan pengaturan rumah tangga. Hal ini juga berpotensi mengantarkan pada keretakan rumah tangga.
Penyebab Deflasi
Bhima Yudhistira selaku Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) menilai ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, diantaramya: Pertama, kenaikan sejumlah harga bahan pokok seperti beras. Kedua, laju pertumbuhan biaya pendidikan yang semakin tinggi dibanding upah minimum. Hal ini membuat masyarakat mengeluarkan alokasi dana lebih banyak untuk menyekolahkan anak, sekaligus menekan pengeluaran pos lain. Ketiga, sebagian masyarakat merupakan korban PHK sehingga daya beli mereka pasti menurun. Keempat, BBM mengalami kenaikan, biaya sewa kontrakan naik, dan tarif transportasi umum juga naik. Kelima, kebijakan politik upah murah di sektor ketenagakerjaan.
Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia Lionel Priyadi mengatakan, perlambatan ekonomi kemungkinan masih akan terjadi sampai akhir 2024. Ekonomi dunia sedang berhadapan dengan resesi AS dan Eropa serta Cina yang ekonominya makin lemas. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi liberal yang dibangun oleh sistem kapitalisme, sangat rapuh dan tidak kuat menahan resesi dan sering mengalami krisis.
Dengan demikian, kita harus segera mencari jalan keluar dari semua sebab di atas. Setidaknya, ada beberapa solusi yang ditawarkan oleh pengamat ekonomi diantaranya:
Pertama, harus ada perluasan bantuan sosial dan insentif yang menyasar kelompok rentan. Kedua, pemerintah harus memastikan dan menjamin bahwa inflasi pangan berada di bawah angka 4%. Hal itu untuk menstabilkan harga pokok. Ketiga, pemerintah harus semakin memperluas industri yang berorientasi padat karya dan menunda kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.
Pertanyaannya, apakah tawaran solusi ini mampu menuntaskan persoalan ekonomi masyarakat, sedangkan sumber persoalannya adalah penerapan ekonomi liberal yang masih diusung oleh negara.
Sistem Ekonomi Islam Menyejahterakan
Sesungguhnya, politik ekonomi Islam yang diterapkan telah terbukti selama 13 abad memiliki perekonomian kuat, produktif, antiresesi, dan antikrisis. Sistem ekonomi Islam memiliki imun kuat dalam berbagai kurun waktu. Bagaimana mekanismenya?
Pertama, melarang penimbunan harta yang akan menarik perputaran yang ada di masyarakat, termasuk menyimpan atau menahan harta dalam berbagai bentuk surat berharga.
Kedua, mengatur kepemilikan sehingga aset negara seperti SDA melimpah dan tidak dikuasai asing lewat korporasi.
Ketiga, menerapkan mata uang berbasis emas dan perak. Ekonomi menjadi stabil dan produktif bukan hanya bisa menstabilkan daya beli masyarakat.
Keempat, menghentikan transaksi riba.
Kelima, penerapan zakat mal dalam regulasi negara. Zakat mal disalurkan kepada delapan kelompok yang berhak menerimanya dalam Islam. Semua mekanisme ini mampu menjamin kehidupan ekonomi rakyat dan negara sejahtera.
Maka Sudah semestinya penguasa muslim mau menerapkan sistem ekonomi Islam yang terbukti mampu menyejahterakan masyarakat. namun, ekonomi Islam tidak akan mungkin bisa diterapkan dalam negara kapitalisme, melainkan hanya terealisasi dalam institusi Islam. Kita menanti-nanti sikap para penguasa muslim memiliki komitmen mulia untuk menegakkan institusi tersebut.
Oleh Nurjaya, S.Pdl
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru