Share ke media
Opini Publik

Kaum LGBTQ Eksis, Nasib Generasi Muda Makin Tragis

03 Sep 2023 11:00:44125 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : Antaranews.com - Bersama membendung LGBT di Indonesia - 10 Juni 2022

Samarinda - Beberapa tahun terakhir, kaum gay tampak show up dengan sangat berani di depan publik. Perbuatan tercela ini pada awalnya sangat ditentang oleh masyarakat. Apalagi tidak ada di agama perihal memperbolehkannya. Malahan yang ada dilaknat oleh Allah dan hukumnya lebih parah daripada dirajam. Tapi, beberapa tahun terakhir, kaum open minded seolah membenarkan atau mendukung perilaku ini. Makanya, dari yang awalnya hanya komunitas LGBT, kini ditambah dengan Q yang kepanjangan dari Queer. Q di sini dikhususkan untuk orang-orang yang dia bukan gay tapi tetap support dengan gay atau orang-orang yang masih bingung apakah dia gay atau bukan.

Kampanye-kampanye persoalan penyimpangan seksualitas ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Seolah ada goal ‘terselubung’ untuk mengenalkan dunia dan ‘memaksa’ masyarakat berpikir lebih liberal. Tentunya hal ini sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam. Dari perdebatan remeh di sekitaran warung kopi hingga diangkat di televisi, selalu menjadi topik hangat yang sepertinya tidak akan cepat basi. Sayangnya, kebebasan menyuarakan pendapat di sini semakin salah fokus. Mereka menggunakan hak untuk menyatakan bahwa mereka adalah gay. Tapi saat seseorang juga menyuarakan ketidaksetujuannya dengan perilaku menyimpang tersebut, mereka pun nerkata “dasar kaum tidak open mind!” Kan sakit bestie!

Semakin hari kaum LGBTQ ini juga semakin tidak tahu malu. Baru-baru ini dokter Inong yang berkecimpung di permasalahan ini, menyebutkan bahwa adanya grup-grup gay di kisaran usia SD hingga dewasa. Grup-grup ini ada di public! Tepatnya di social media seperti Facebook. Yang paling mengerikan adalah jumlah pengikut dari akun ini, ada lebih dari 10 ribu pengikut di dalamnya. Jika melihat apa-apa saja yang diposting oleh akun tersebut, kita akan menemukan konten vulgar yang tak bermoral. Semakin masuk akal jika banyak orang-orang yang awalnya tidak tahu menahu masalah ini, bisa terjerat ketika melihat konten yang ada di akun tersebut.

Dilansir dari berauterkini.co.id, Kepala MUI Berau, Syarifuddin menyebutkan, “Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk jarimah (kejahatan).” Sambungnya, “Secara norma sosial sudah dilarang. Jadi jangan sampai anak muda kita terjerumus”. Pernyataan tersebut adalah respon beliau setelah melihat begitu banyak pengikut di akun facebook tersebut.

Wah, parah kan! Bukan lagi perbuatan tercela, tapi merupakan bentuk jarimah. Belum lagi moral anak-anak muda kita yang diserang. Dari pernyataan di atas, jelas bahwa hal tersebut sudah dilarang oleh MUI baik secara agama juga norma sosial yang ada. Tapi, apakah sampai di sini ada perubahan? Maksudnya adakah yang mendengarkan larangan tersebut?

Kembali lagi pada bagaimana moral anak bangsa kita yang semakin hari semakin ‘rusak’. Selalu ada banyak faktor jika membahas hal ini. Bukan hanya masalah moral, masalah ekonomi pun menjadi momok yang menakutkan. Tidak heran jika kita dengar ada yang memilih jalur cepat untuk mendapatkan uang. Sudahlah kita punya banyak masalah dalam mengasah potensi anak bangsa, ditambah lagi faktor dari menyebarnya LGBTQ ini. Habislah.

Ya mau heran tapi inilah sistem yang mengatur kita pada hari ini. Sistem sekuler kapitalis yang merenggangkan jamaah kita ke arah yang lebih individualis. Efeknya? Banyak kesenangan yang bisa didapatkan oleh anak muda. Belum lagi kiblat kita yang semakin kebarat-baratan meski dulu kita Negara yang terkenal dengan adat ketimurannya. Anak-anak muda kita semakin mengedepankan ilmu ketimbang adabnya, jadi semakin tidak bisa menghargai guru. Masih banyak lagi. Jika kita perhatikan seksama, tidak ada manfaat yang bisa membawa kita pada perubahan yang sebenarnya. Malahan semakin memperparah permasalahan kita. Hah, kok bias? 

Indonesia adalah Negara berkembang dengan populasi terbanyak keempat sedunia dan memiliki sumber daya alam yang melimpah. Tapi, sudah dari kapan tahun tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia semakin menanjak ke atas, bukannya ke bawah. Kemudian ditambah lagi dengan perbuatan menyimpang kaum LGBTQ dengan alasan mau main ‘aman’ jika sesama jenis. Padahal data membuktikan bahwa beberapa tahun terakhir, seiring dengan show upnya kaum LGBTQ ini, kasus penyakit kelamin hingga HIV AIDS meningkat. Pengobatannya bukan main mahal dan harus rutin diobati. Sudahlah tingkat kemiskinan kita tidak turun-turun, kemudian ditambah dengan penyebaran penyakit kelamin yang signifikan, apakah ini bukan permasalahan?

Jelas, ini adalah masalah besar. Mau dibawa kemana suatu Negara jika generasi mudanya saja mudah terjerat dengan iming-iming nikmat dunia sesaat? Di sini kita bisa lihat bahwa selain memberikan suatu larangan, kita harus melakukan aksi lain. Tentu saja akar permasalahan dari segala permasalahan hari ini adalah sistem yang diterapkan. Sistem yang mengatur segala lini kehidupan kita disandarkan pada sistem yang berasal dari otak-otak manusia. Ya, namanya juga manusia, kalau salah ya harap maklum. Tapi, di sini jelaslah kita pada kesimpulan bahwa jika hal ini terus dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan semakin porak porandalah generasi kita yang ada. Mungkin generasi kita tidak mengalami penurunan demografi, tapi mereka mengalami penurunan dari berbagai macam hal seperti akhlak, moral, agama, pendidikan dan masih banyak lainnya. Nah, ngeri juga ya, dari pembahasan LGBTQ bisa merembet ke sana ke mari.

Karena itulah kita butuh sistem yang bisa memperbaiki semuanya. Bukan hanya dalam satu lini atau aspek permasalahan saja. Melainkan ikut melihatnya secara objektif dan gamblang. Jadi tidak ada yang namanya gali lubang tutup lubang. Seperti Islam misalnya. Kejayaan Islam selama 13 abad lamanya adalah bukti bahwa sistem yang diterapkan membawa kepada kemaslahatan. Kasus LGBTQ ini memang pernah ada di sejarah?? Bestie, sebelum diutusnya Rasulullah kan ada kisah kaum Sodom yang dilaknat Allah karena mereka semakin terlena dengan perbuatan mereka. Kemudian di zaman Rasul pun ada juga kasus yang mirip. 

Kala itu ada sahabat yang memiliki kecenderungan ke arah ‘sana’. Rasul yang melihat ada perlakuan khusus yang mulai melenceng segera mendatangi sahabat tersebut untuk menanyakannya, dan memang benar. Lalu saat itu juga Rasul mengasingkan sahabat tadi di tempat di mana tidak ada orang sama sekali. Sahabat itu boleh kembali ketika kecenderungannya menghilang dan dia benar-benar bertobat kepada Allah. Disusul, Rasul pun menjelaskan bahwa perbuatan mengikuti kaum Sodom ini sangat-sangat dilaknat Allah. Hukumannya dijatuhkan dari tempat tertinggi dengan kepala di bawah agar saat jatuh kepalanya langsung pecah. Ya, karena memang di luar nalar dan tidak sesuai dengan fitrah yang ada.

Selain itu, di dalam Islam juga sudah diterapkan batasan-batasan untuk mencegah hal tersebut. Seperti batasan aurat laki-laki dan perempuan. Ternyata laki-laki pada laki-laki pun ada batasan aurat yang harus mereka jaga. Jadi gak mentang-mentang sama-sama laki-laki, semuanya boleh dilihat. Tetap ada aturan di sana untuk mencegah kecenderungan ke arah menyimpang. Kalau sudah terkena pun akan dinasehati dan diasingkan sebagai tahap recovery dalam pikiran-pikiran ke arah yang tidak benar. Tapi kalau masih seperti itu, hukumannya tidaklah hukuman yang berdasarkan emosi manusia. Sudah jelas memang Allah yang perintahkan seperti itu. Sudahlah ada peraturan mencegahnya, ada pula peraturan untuk membasmi dan memberikan efek jera kepada yang lain.

Itulah perbedaan sistem pada saat ini dengan sistem islam. Perbedaan paling dasar tentu saja bahwa sistem Islam jelas diturunkan untuk manusia dari sang Pencipta. Sedang sistem sekuler kapitalis adalah sistem yang berasal dari manusia dan ‘sering’ hanya sampai pada manusia tertentu saja. Kalau begini terus, kapan kita akan maju? 

Wallahua’lam bisshowab

Oleh: Wanda M.S. (Pemerhati Masalah Sosial)

disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu dari masyarakat yang ingin menuangkan pemikiran, ide dan gagasannya yang hak ciptanya sepenuhnya dimiliki oleh yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.