Share ke media
Opini Publik

Korupsi Berjamaah di Daerah, Perlu Solusi Menyeluruh

18 Dec 2023 03:48:47529 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : nu.or.id - Tersandung Kasus Korupsi Dianggap Kena Musibah, Betulkah? - 27 Juli 2018

Samarinda - Pasca Operasi Tangkap Tangan atau OTT KPK di Kaltim, tim Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menggeledah Kantor PT Fajar Pasir Lestari (FPL)  di Jl. Sudirman, Tanah Grogot, Paser, Kalimantan Timur, Kamis (30/11/2023). Pemilik PT Fajar Pasir Lestari (FPL), Abdul Nanang Ramis tersebut kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa pada proyek jalan di Kalimantan Timur. KPK juga telah menetapkan empat orang tersangka lainnya. Di antaranya ialah Direktur CV Bajasari (BS) Nono Mulyatno (NM), Staf FPL Hendra Sugiarto (HS), Kepala Satuan Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim tipe B, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rahmat Fadjar (RF). 

Diketahui, kasus suap berjama’ah itu berawal dari data e-katalog pengadaan jalan nasional wilayah 1 provinsi Kaltim yang dianggarkan melalui APBN. “Proyek tersebut yaitu peningkatan jalan Simpang Batu-Laburan dengan nilai Rp 49,7 miliar dan preservasi jalan Kerang-Lolo-Kuaro dengan nilai Rp 1,1 miliar,” ungkap Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di kanal youtube resmi KPK pada 23 November kemarin. Korupsi Tumbuh Subur dalam Naungan Demokrasi Kapitalisme Korupsi di Indonesia terbukti sudah demikian parah. Buktinya, korupsi dilakukan secara berjamaah oleh para pejabat daerah. Ini jelas menunjukkan betapa serakahnya para pelaku, lemahnya hukum, pun mahalnya ongkos politik dalam sistem demokrasi kapitalisme di Indonesia. 

Untuk menjadi kepala daerah saja, seorang calon harus punya dana milyaran untuk kampanye agar bisa terpilih. Sementara gaji yang diterima setelah menjabat nanti hanya puluhan juta rupiah. Pengeluaran sangat tidak sebanding dengan pemasukan yang diperoleh. Maka tak heran bila sejumlah kepala daerah beserta jajarannya melakukan korupsi berjama’ah setelah berkuasa. Dan, hal tersebut dilakukan tanpa malu juga takut. Karena telah tercabut iman dalam diri. Sebagaimana dalam suatu hadits dikatakan bahwa malu adalah sebagian dari iman. Iman bisa lemah karena jauhnya kehidupan kita saat ini dari aturan Sang Kholik (sekuler). Agama dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat dan hanya boleh berada dalam ruang-ruang ibadah saja.

Walhasil, jika agama tidak digunakan dalam kehidupan bermasyarakat maka dipastikan seseorang akan berbuat sesuka hatinya. Maka wajar, korupsi terus terjadi dan kian menjamur. Masyarakat pun cenderung diam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Karena kehidupan sekuler kapitalisme telah menancapkan paham individualis. Terlebih, bukan lagi rahasia bahwa sangsi yang diberikan kepada para pelaku korupsi tidaklah tegas. Sudahlah tidak memberikan efek jera, hukum pun bisa dibeli. Banyak pemberitaan yang mengabarkan bagaimana mewahnya fasilitas penjara bagi para koruptor bahkan mereka pun tetap bisa pergi kemana-mana. Belum lagi remisi yang diberikan ketika hari raya juga hari besar lainnya yang akan memangkas masa hukuman. Inilah perilaku korupsi yang terjadi dalam sistem demokrasi kapitalisme yang kian marak dan parah. Tidak hanya dilakukan individu juga berjamaah. Solusi Paripurna Islam Berbeda dengan sistem demokrasi kapitalisme yang penuh celah, sistem pemerintahan Islam mampu menutup rapat seluruh jalur untuk korupsi. 

Untuk mengatasi kerakusan pejabat, Islam mempunyai tips jitu untuk mencegahnya, yakni dengan memberi batasan yang jelas serta hukum rinci terkait harta mereka. Jika terdapat harta yang diperoleh di luar gaji, maka diposisikan sebagai kekayaan gelap (ghulul). Adapun cara mengidentifikasi kekayaan gelap para pejabat adalah dengan melakukan pendataan jumlah harta pejabat sebelum menjabat dan melakukan perhitungan setelah menjabat. Berikut langkah-langkah sistem Islam dalam mencegah korupsi.

Pertama, mengharamkan segala bentuk suap untuk tujuan apa pun itu. 

Kedua, pejabat negara dilarang menerima hadiah. Baginda Rasulullah SAW pernah menegur amil zakat yang beliau angkat karena terbukti menerima hadiah saat bertugas dari pihak yang dipungut zakatnya. Beliau bersabda, “Siapa saja yang kami angkat sebagai pegawai atas suatu pekerjaan, kemudian kami beri dia upahnya, maka apa yang dia ambil selain itu adalah kecurangan.” (HR. Abu Dawud) 

Ketiga, harta yang didapatkan pejabat dari komisi kedudukannya termasuk dalam kategori kekayaan gelap. Sebenarnya komisi adalah hal yang halal dalam mu’amalah, namun berbeda jika dilakukan pejabat, hukumnya adalah haram. 

Terakhir, Islam menetapkan bahwa korupsi adalah salah satu cara kepemilikan harta yang haram dilakukan. 

Maka dari itu, Islam pun menetapkan hukuman berat kepada pelakunya. Mulai dari yang paling ringan, seperti sekadar nasihat atau teguran dari hakim. Bisa juga berupa penjara, pengenaan denda, pengumuman pelaku di media massa, hukuman cambuk, dan yang paling berat ialah hukuman mati. Penentuan hukuman disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. Memberantas korupsi memang utopis dalam sistem demokrasi kapitalisme. Hanya dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh, korupsi bisa diberantas dengan tuntas dan mudah. Ini karena sistem Islam dibangun atas ketakwaan individu, kontrol dari masyarakat, dan sangsi yang tegas yang diterapkan oleh negara.

Wallahu a’lam wa ahkam.

Oleh: Salma, S.Pd