Share ke media
Opini Publik

Kriminalitas Meraja dalam Rumah Tangga, Keluarga Terancam Bahaya

04 Nov 2024 10:30:59122 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : Context.id - Dampak Kekerasan di Rumah yang Menjalar - 27 Mei 2023

Samarinda - Baru-baru ini sebuah kejadian yang sangat miris terjadi pada sebuah keluarga, menambah panjang peliknya permasalahan hubungan suami istri. Kasus pembunuhan suami bacok istri, kepala dan tangan penggal di Desa Belimbing Kecamatan Long Ikis pada Minggu 13 Oktober 2024 dirilis Polres Paser ke awak media. Kapolres Paser AKBP Novy Adi Wibowo menyampaikan kronologi kejadian bermula saat tersangka dan korban bertengkar karena masalah rumah tangga. Sampai puncaknya tersangka A (29) emosi kepada korban F (22), saat korban mengajak bercerai (https://kaltimpost.jawapos.com/utama/2385204036).

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindugan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur Noryani Sorayalita mengungkapkan bahwa kasus kekerasan dalam lima tahun terakhir di Kalimantan Timur (2019 – 2023) mengalami peningkatan yang signifikan. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2019, sebanyak 623 kasus, tahun 2020 sebanyak 656 kasus, tahun 2021 sebanyak 551 kasus, tahun 2022 sebanyak 946 kasus dan tahun 2023 sebanyak 1108 kasus. Berdasarkan data bulan Februari 2024, kasus kekerasan paling banyak terjadi di Kota Samarinda, mencapai 57 kasus. Total korban kekerasan sebanyak 196, dengan mayoritas korban adalah perempuan, terutama anak-anak sebanyak 127 dan dewasa sebanyak 69 orang. Persentase dan jumlah kasus kekerasan berdasarkan tempat kejadian diketahui bahwa kasus kekerasan paling banyak terjadi di Rumah Tangga yaitu 70 kasus. (https://diskominfo.kaltimprov.go.id/kekerasan).

Dinamika keluarga di era sekarang memang semakin kompleks begitu juga dengan konflik dalam keluarga. Konflik terjadi karena adanya ketidakpahaman, kurang paham, salah paham dan gagal paham, selain itu terjadi karena kegagalan berkomunikasi antar pihak dikarenakan perbedaan dalam memahami suatu hal maupun perbedaan pendapat diantara keduanya. Konflik bisa terjadi pada siapa pun dan di mana pun (Ekawarna, 2018). Adalah wajar konflik atau perselisihan muncul, akan tetapi harus mampu diminimalisir dengan membangun relasi suami istri dengan baik. Keluarga yang memiliki relasi suami istri yang baik, dan sehat akan mampu menghadapi serta menyelesaikan masalah dengan solusi yang terbaik. Relasi yang buruk terjadi banyak pada pasangan suami istri saat ini karena ego yang di miliki masing-masing pihak di mana keimanan dan ketakwaan bukan lagi menjadi pedoman hidup.

Tidak dipungkiri, memang ada upaya berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah kekerasan yang terjadi di keluarga, di antaranya Layanan SAPA 129 Kemen PPPA. Pemerintah juga telah mengeluarkan UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Namun, jika kita telusuri secara mendalam, merebaknya KDRT adalah akibat tidak adanya perlindungan terhadap perempuan, baik oleh negara, masyarakat, maupun keluarga. Aturan-aturan yang diterapkan hari ini adalah aturan buatan manusia yang tidak memiliki standar baku.

Jika rumah tangga tidak harmonis, perempuan yang disalahkan. Perempuan pun dituntut menjaga aib keluarga, moralitas keluarga, dan sebab itu diminta mempertahankan keberlangsungan keluarga apa pun yang terjadi. perempuan sebagai objek nasihat, moralitas, dan seksualitas sehingga membuat perempuan rentan menjadi korban ketika ia dinilai oleh laki-laki tidak sejalan dengan perspektif laki-laki itu. (Antara News, Agustus 2024).

Ini semua terjadi karena sistem sekuler kapitalisme yang tengah mencengkeram negeri ini. Sistem ini telah menjadikan kaum muslim kehilangan gambaran nyata tentang kehidupan Islam yang sesungguhnya. Terlebih dengan makin gencarnya upaya Barat melancarkan perang pemikiran dan budaya di dunia Islam, kaum muslim pun kian jauh dari agamanya sendiri, baik pemikiran maupun hukum-hukumnya tergantikan oleh pemikiran sekuler kapitalistik.

Merebaknya kasus KDRT tentu mengundang keprihatinan besar. Terlebih segala yang kita saksikan di media sosial hanya sebagian kecil, bisa jadi kasus lainnya amat sangat banyak. Parahnya lagi, kekerasan yang dilakukan makin sadis. Salah satu faktor pendukungnya adalah tidak ada sanksi tegas bagi pelaku kekerasan ini. Sanksi pidana bagi pelaku KDRT diatur dalam UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-undang ini memuat sejumlah aturan yang mengatur tentang tindak pidana KDRT, termasuk ketentuan hukuman atau sanksi pelaku KDRT baik fisik yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan sampai berat dengan pidana 4 bulan sampai 15 tahun dan denda 5 juta sampai 45 juta maupun psikis berupa perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000. jika ringan pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000.

Pelaku kekerasan terkesan dipelihara, karena sanksi yang diberikan tidak menimbulkan efek jera ataupun membuat pelaku lain takut untuk melakukan kejahatan yang sama.

Islam sebagai din yang sempurna sangat melindungi umatnya. Hal ini tercermin dalam Al-Qur’an maupun Hadis yang kemudian dirumuskan oleh para ulama sebagai al-kulliyat al-khams atau al-dharuriyyah al-khams, yaitu perlindungan atas agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta. Hal ini akan terwujud jika syariat Islam diterapkan secara sempurna.

Sabda Rasulullah saw., “Barang siapa yang bangun di pagi hari merasa aman di sekitarnya, sehat badannya dan mempunyai makanan (pokok) hari itu, seolah-olah ia telah memiliki dunia seisinya.”

Dari hadis ini, Rasulullah saw. menyetarakan keamanan dengan makanan pokok, sedangkan makanan adalah kebutuhan pokok. Hal ini berarti bahwa keamanan adalah kebutuhan pokok rakyat. Oleh karena itu, negara wajib menjaga keamanan seluruh rakyatnya, laki-laki-perempuan, tanpa ada diskriminasi. Alhasil, penyelesaian terhadap masalah kekerasan dalam rumah tangga hanya akan bisa terwujud dengan tiga pilar, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan adanya suatu sistem yang terpadu yang diterapkan negara sebagai pelaksana aturan Allah.

Pilar pertama, membentuk individu muslim yang takwa, berkepribadian Islam yang unggul, serta iman, pemikiran, dan jiwa Islamnya kuat. Hal ini hanya akan terwujud apabila kita membina individu-individu muslim tersebut dengan akidah dan pemikiran-pemikiran Islam secara intensif dan berkesinambungan. Ia akan menjadikan akidah Islam sebagai landasan berpikir maupun bertingkah laku, menjadikan halal-haram sebagai standar hidupnya.

Dengan bekal ketakwaannya, seorang muslimah akan menjalankan perannya sebagai ummun wa rabbatul bait, taat suami, melayani suami dan anak-anaknya dengan baik, memakai pakaian sempurna, tidak membiarkan laki-laki asing masuk ke rumahnya, dan sebagainya. Sedangkan laki-laki, sebagai suami, ia akan melaksanakan kewajibannya sebagai pencari nafkah keluarga, melindungi anak dan istri dengan baik, bergaul secara makruf terhadap keluarganya. Ia tidak akan bertindak kasar terhadap istri atau anak-anaknya karena ia paham hal tersebut dilarang Islam sehingga terjadi kehidupan rumah tangga yang harmonis, jauh dari kekerasan.

Pilar kedua, kontrol masyarakat. Islam sangat memperhatikan pentingnya hidup berjemaah dan menjaga kesehatan jemaah dengan amar makruf nahi mungkar. Amar makruf yang dilakukan secara menyeluruh, baik di keluarga, lingkungan kaum muslim, organisasi, jemaah dakwah, dan media massa, akan membentuk kesadaran umum di masyarakat bahwa segala yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya secara mutlak harus dijauhi semata karena keimanan dan ketakwaan kepada Allah Taala.

Juga akan diopinikan tentang keharaman tindak kekerasan terhadap orang lain—baik menghilangkan nyawa orang lain, pelecehan, menyakiti tubuh—dan bahaya yang ditimbulkannya serta azab yang pedih yang akan ditimpakan oleh Allah. Oleh karenanya, masyarakat yang memiliki keimanan kepada Allah akan menjauhkan dirinya dan masyarakat dari hal-hal tersebut dan akan memelihara kesehatan masyarakat yang rusak.

Pilar ketiga, penerapan hukum Islam oleh negara. Negara adalah pelindung bagi warga negaranya, laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa. Negaralah yang menjamin terpenuhinya hak-hak warga negaranya berdasarkan aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya, baik dalam masyarakat maupun keluarga, termasuk jaminan keamanan masyarakat.

Di samping itu, negara yang berperan sebagai pelaksana semua hukum Islam, sangat penting dalam menentukan terlaksananya seluruh aturan Allah dan Rasul-Nya. Dengan peran ini, negara bertanggung jawab menerapkan semua itu secara sempurna dan menerapkan sanksi terhadap siapa pun yang melanggarnya tanpa pandang bulu sehingga masyarakat merasa tenteram.

Adapun sistem hukum pidana Islam mensyariatkan untuk mencegah manusia dari tindak kejahatan. Firman Allah Swt., “Dalam hukum kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian, hai orang-orang berakal, supaya kalian bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 179). Maksud dari ayat ini adalah terdapat hikmah yang sangat besar dalam hukum kisas, yaitu menjaga jiwa. Setiap manusia yang berakal sehat akan menyadari bahwa jika ia melakukan pembunuhan, ia terancam mendapat sanksi hukuman mati. Ia pun tidak akan berani melakukan pembunuhan. Di sinilah fungsi pencegahan (zawajir), yaitu mencegah manusia dari tindak kejahatan. Setiap sanksi dalam Islam telah diatur sedemikian rupa guna mencegah manusia dari berbagai tindakan kejahatan dan menebus dosa pelakunya di hadapan Allah Swt.

Hanya dengan Islamlah, permasalahan umat manusia akan dapat diselesaikan tuntas sebab Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain untuk membebaskan diri kita dari tindak kekerasan yang dilakukan siapa pun dan untuk meningkatkan derajat kita di hadapan Allah serta mendapatkan kemuliaan kita sebagai manusia, kecuali dengan memperjuangkan Islam agar tegak di muka bumi ini. Hanya Islamlah yang mampu membawa kita pada kemuliaan. Wallahualam bissawab.

Oleh: dr.Hj Sulistiawati MAP