Samarinda - Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terus memperkuat sektor pertanian melalui program Kukar Idaman demi mewujudkan daerah Kukar sebagai lumbung pangan bagi wilayah Kalimantan Timur.
Bantuan terus diberikan oleh pemerintah setempat. Seperti alat dan mesin pertanian (alsintan), bantuan pupuk, bantuan keuangan, dan lainnya. Hal ini sebagai wujud komitmen pemerintah untuk mewujudkan Kukar sebagai lumbung pangan Kalimantan Timur, sekaligus mitra Ibu Kota Nusantara (IKN).
Selama ini Kukar telah menjadi penyangga pangan utama bagi Kalimantan Timur baik untuk tanaman pangan, hortikultura, peternakan hingga perikanan.
Hingga kini, Kukar memiliki andil sekitar 50 persen terhadap produksi beras Kaltim. Hasil perikanan Kukar pun melimpah dengan dukungan garis pantai terpanjang hingga 1.571 km dari total garis pantai Kaltim sepanjang 3.776 km.
Seiring dengan kepindahan IKN, Kukar telah menyiapkan lima kawasan pertanian terintegrasi berbasis kawasan. Yakni, di Kecamatan Marangkayu seluas 1.476 ha, Sebulu-Muara Kaman 3.034 ha, Tenggarong-Loakulu 4.106 ha, Tenggarong Seberang I seluas 4.447 ha, dan Tenggarong Seberang II seluas 4.447 ha. (Diskominfo.kaltimprov.go.id, 26/10/2023)
Lumbung Pangan vs Pertambangan
Kutai Kartanegara memang telah lama menjadi harapan lumbung pangan bagi wilayah Kalimantan Timur. Maka sudah sewajarnya, pemerintah setempat harus lebih serius untuk menjaga keberlangsungan Kukar sebagai lumbung pangan.
Berbagai bentuk bantuan telah diberikan sebagai wujud komitmen pemerintah mempertahankan Kukar sebagai lumbung pangan. Meski, perlu diperhatikan apakah sudah tepat sasaran juga tepat guna atau apakah berbagai bantuan yang diberikan telah menjawab problem para petani.
Hanya saja, kondisi ini kian tergeser ketika perhatian pemerintah setempat lebih memperhatikan aspek lain sebagai pendapatan daerah. Dalam hal ini adalah pertambangan.
Menurut Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kukar, Bambang Arwanto menyampaikan bahwa saat ini investasi di sektor pertambangan masih mencapai 58 persen, sektor infrastruktur 20 persen, sektor pertanian 14 persen, dan sisanya pada sektor lain. Bahkan, pemerintah menargetkan investasi pertambangan bisa naik menjadi 10 triliun di tahun 2023 lalu. (kukarkab.go.id, 27/04/2023)
Maka, aktivitas pertambangan ini menjadi tantangan besar yang harus ditangani oleh pemerintah dalam meningkatkan sektor pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu. Menurutnya, tambang di Kukar sudah terlalu luas dan besar. Apalagi saat ini semakin marak juga tambang-tambang ilegal.
Demmu meminta kepada pemerintah untuk menata kembali lahan yang akan diproyeksikan sebagai kawasan pertanian berdasarkan kebutuhan para petani. Demi mengoptimalkan produksi pertanian.
Pertambangan Menggerus Pertanian Akibat Kapitalisme
Berharap Kukar menjadi lumbung pangan, terlebih untuk kebutuhan IKN kelak, di tengah kian maraknya pertambangan di Kukar, sangatlah sulit. Lantaran akan banyak lahan-lahan pertanian yang terus-menerus terdorong menjadi areal pertambangan.
Pemerintah akan sulit melepas investasi di sektor pertambangan karena sektor ini menjanjikan dan banyak menghasilkan keuntungan.
Beginilah hidup dalam tatanan aturan sekuler kapitalisme. Pertimbangannya adalah untung rugi. Selama dapat menghasilkan untung yang banyak maka investasi di sektor pertambangan akan terus dibuka oleh pemerintah. Tidak lagi memikirkan nasib rakyat yang menjadi tanggung jawabnya.
Padahal telah nyata, dampak buruk yang dihasilkan dari pertambangan. Pertambangan banyak menimbulkan kerusakan lingkungan, rusaknya fasilitas-fasilitas umum seperti jalan raya, hilangnya lahan-lahan penting masyarakat seperti lahan pertanian, hingga eksploitasi besar-besaran sumber daya alam dan energi yang kita miliki oleh swasta.
Di sisi yang lain, perhatian pemerintah terhadap pertanian tidak sebesar pada sektor pertambangan. Prestise sebagai pekerja tambang lebih tinggi dibandingkan sebagai petani. Pekerjaan sebagai petani dari dulu hingga sekarang dinilai rendahan. Karena penghargaan pemerintah terhadap petani dan pertanian sangat minim. Padahal jasanya demi mewujudkan ketahanan pangan suatu bangsa sangatlah besar.
Maka tidak heran, banyak yang tidak mau menjadi petani. Tidak hanya pekerjaannya yang berat, namun dukungan pemerintah terhadap pertanian juga kurang. Walhasil, banyak petani yang banting setir menjadi pekerja tambang. Selain gaji yang besar, mereka juga tidak perlu keluar modal besar.
Dalam sistem kapitalisme, dukungan dan perhatian pemerintah lebih besar kepada para pengusaha. Karena keberadaan mereka di tampuk kekuasaan juga berkat bantuan para pengusaha. Maka wajar, pemerintah akan lebih mendukung berkembangnya sektor pertambangan dibandingkan sektor pertanian.
Islam Mewujudkan Ketahanan Pangan
Sungguh berbeda dengan Islam. Islam sebagai sebuah sistem kehidupan memiliki aturan yang terperinci dan jelas perihal segala hal, termasuk perkara mewujudkan ketahanan pangan suatu negara.
Dalam sistem Islam, negara harus memiliki ketahanan pangan secara mandiri. Tidak tergantung pada negara lain. Terlebih, perkara pangan adalah perkara yang urgen. Manakala kebutuhan pangan suatu negara tergantung kepada negara lain, maka negara tersebut akan lemah dan mudah dikuasai oleh negara lain.
Dalam Islam, Imam/pemimpin bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Dia layaknya perisai yang melindungi rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban.
Maka dalam mewujudkan ketahanan pangan negaranya, seorang pemimpin dalam Islam (khalifah) akan memberikan dukungan besar terhadap sektor pertanian, perikanan juga peternakan. Lahan-lahan akan disiapkan untuk mengembangkan sektor-sektor tersebut demi mewujudkan kemandirian pangan.
Tidak hanya lahan, negara juga akan menyiapkan sumber daya manusianya dengan berbagai penyuluhan sehingga mereka memiliki ilmu dan skill yang mumpuni.
Negara juga menyiapkan apa saja yang menjadi kebutuhan para petani ini. Mulai dari bibit yang unggul, pupuk yang berkualitas yang disubsidi atau bahkan gratis, pestisida-pestisida yang aman terhadap tanaman dan lingkungan, alat-alat pertanian yang canggih, hingga pendistribusian hasil pertanian.
Hasil dari sektor pertanian ini khususnya difokuskan untuk memenuhi ketahanan pangan dalam negeri terlebih dahulu, merata kepada seluruh warga. Jangan sampai ada warga yang kelaparan. Sebagaimana yang pernah terjadi di masa Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah memanggul sendiri karung gandum untuk warganya yang kelaparan.
Ketahanan pangan ini juga termasuk cadangan ketika masa sulit tiba, misal ketika musim kemarau. Jadi, tidak boleh diekspor sebelum terpenuhinya kebutuhan pangan dalam negeri.
Bahkan dengan adanya cadangan pangan ini, khilafah dulu pernah mengirimkan bantuan pangan besar-besaran yang dikirim ke Finlandia melalui jalur laut, ketika terjadi wabah kelaparan di sana.
Maka, ketahanan pangan/lumbung pangan hanya bisa diwujudkan dengan pengaturan Islam dalam sektor pertanian, perikanan dan peternakan. Juga dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a’lam.
Oleh: Desy Arisanti, S.Si (Pemerhati Masalah Sosial)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru