Samarinda - Isu pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) sejauh ini telah menjadi fokus bagi tidak hanya satu, melainkan banyak perangkat daerah.
Tak terkecuali, bagi Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim yang tengah melaksanakan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) PPPA seluruh Kabupaten/Kota se-Kaltim dengan topik bahasan tersebut.
Pertama, yaitu para perempuan yang terpaksa menjadi Kepala Keluarga, dengan banyak kondisi yang menjadi sebab. Mereka dinilai perlu untuk ditingkatkan keahlian dan kompetensinya melalui sekfor kewirausahaan.
Kemudian kedua, yaitu para perempuan penyintas kekerasan selama pernikahan. Mereka membutuhkan pembinaan dan motivasi untuk dapat pulih dari trauma dan luka yang disebabkan masa lalunya. Melalui wawasan dan keterampilan berwirausaha.
“Dan juga penting yaitu area ketiga yang merupakan kaum perempuan yang mengalami kondisi miris, yaitu bekerja namun diupah jauh sekali dari upah minim yang telah ditetapkan,” imbuh Sri Wahyuni.
Sementara itu Kepala DKP3A Noryani Sorayalita mengatakan sebagai bentuk pelaksanaan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG), Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berkomitmen dalam peningkatan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat, terkhusus kepada para perempuan kepala keluarga (Pekka) melalui program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan.
Seperti yang kita ketahui, pentingnya memberdayakan perempuan dalam wirausaha terletak pada dampak positif terhadap keluarga, masyarakat, dan ekonomi secara keseluruhan.
“Karenanya, dengan memberikan akses yang setara terhadap peluang bisnis dan sumber daya, kita tidak hanya membuka pintu bagi kemajuan ekonomi, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan keluarga, memupuk perubahan positif dalam dinamika sosial serta menciptakan kesetaraan gender dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,” papar Noryani Sorayalita.
Sumber: Rakor PPPA Kaltim 2024, Sri Wahyuni Tekankan Peningkatan 3 Lingkup Sasaran Perempuan – BeritaKaltim.Co
Pemberdayaan Perempuan, Antara Kewajiban dan Ke-mubah-an yang Terpaksa Dilakukan
Pemberdayaan mengandung dua arti, yaitu:
1.To give power or authority, artinya yang diberikan meliputi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang/belum berdaya.
2.To give ability to or enable, artinya yang diberikan berupa kemampuan atau keberdayaan serta memberikan peluang kepada pihak lain untukmelakukan sesuatu.
Adapun Pemberdayaan Perempuan dalam Ekonomi, menurut Bappenas yang disampaikan dalam materi “Solidaritas MAMPU Economic Empowerment Indonesia, yaitu Pemberdayaan perempuan dalam ekonomi mengacu pada upaya untuk memberikan kesempatan, pengetahuan, dan sumber daya kepada perempuan agar mereka dapat aktif berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Tujuan utamanya adalah mengurangi kesenjangan gender dan memastikan bahwa perempuan memiliki peran yang setara dengan laki-laki dalam berbagai aspek ekonomi.
Beberapa aspek pemberdayaan perempuan dalam ekonomi meliputi:
1. Akses ke Peluang Kerja: Memastikan perempuan memiliki akses yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
2. Pendidikan dan Keterampilan: Memberikan pendidikan dan pelatihan keterampilan kepada perempuan agar mereka memiliki kualifikasi yang memadai untuk berkontribusi dalam sektor ekonomi.
3. Kewirausahaan: Mendorong perempuan untuk menjadi pengusaha atau pemilik usaha dengan memberikan dukungan, pelatihan, dan akses ke modal.
4. Penghapusan Diskriminasi: Melawan praktik diskriminatif yang menghambat partisipasi perempuan dalam ekonomi, termasuk kesenjangan gaji dan ketidaksetaraan kesempatan.
5. Kolaborasi dengan Sektor Swasta: Bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan mendukung perempuan.
6. Pemberdayaan perempuan dalam ekonomi bukan hanya tentang mengurangi ketidaksetaraan, tetapi juga tentang mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh setengah populasi dunia ini. Dengan memberdayakan perempuan, kita dapat membangun ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan.
(http://mampu.bappenas.go.id/wp-content/uploads/2020/12/Solidaritas-MAMPU-Economic-Empowerment_IND-1.pdf)
Jika dicermati lebih dalam, sebetulnya karena adanya tujuan membangun ekonomi yang kuat dan berkelanjutan, maka dilakukan perngarusan pemberdayaan dengan lebih menitikberatkan pada kaum perempuan. Lalu ditambah lagi dengan adanya beberapa kondisi yang terjadi pada para perempuan yang telah menikah namun mengalami beberapa kondisi yang menyebabkan mereka harus memaksimalkan diri untuk bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Berarti, terjadi pemanfaatan pada kondisi perempuan yang sedang membutuhkan untuk diberdayakan secara ekonomi. Adapun selebihnya yang sifatnya pengembangan karier ataupun eksistensi, itu sudah bersesuaian dengan tujuan pengarusutamaan gender.
Padahal, jika dicermati, kondisi-kondisi yang dialami perempuan yang mengharuskannya bekerja keras mencari nafkah adalah kondisi yang diakibatkan sistem. Mengapa? Karena masalah kaum perempuan yang terjadi seperti harus menjadi Pekka (Perempuan Kepala Keluarga), buruh murah, sudah semakin banyak dan meningkat, bahkan disinyalir bahwa kondisi Indonesias hari ini mulai mengikuti kondisi seperti di negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, Korea, Cina, yaitu enggan menikah dan memiliki anak.
Terjadinya efek domino depopulasi menunjukkan adanya kerja sistem yang menopangnya, termasuk permasalahan-permasalahan yang muncul. Dan kerja sistem ini membuat perempuan harus keras dalam kehidupan, berhadapan dengan tantangan yang tak kalah besar dan keras dengan yang biasa dihadapi laki-laki, yang kemudian berdampak pada keluarga dan generasi.
Akibat tuntutan kondisi yang tidak bisa didalamnya melibatkan perasaan, semakin menjauhkan perempuan dari keluarganya yaitu anak dan suaminya, terlebih lagi, semakin jauh dari agamanya. Tuntutan perut alias hidup lebih kuat daripada tuntutan agama bagi mereka. Ujungnya, bermunculan angka perceraian, perselingkuhan, yang semakin hari meningkat.Perempuan akhirnya dipaksa berdaya secara ekonomi, tapi tidak berdaya terhadap fungsinya dalam mencetak generasi mulia. Generasi strawberry, mental illness, bobrok moral, semakin meningkat pula. Jangan katakan ini dampak yang harus ditanggung untuk menjadi negara maju, karena buktinya dalam sejarah kemajuan umat Islam dengan generasi emasnya, justru membentuk peradaban mulia, bukan peradaban yang rusak dan me-miris-kan hati generasi sebelumnya.
Sistem yang mengakibatkan semakin tinggi masalah yang harus dipecahkan, bukanlah sistem yang baik. Sistem ini semakin lama semakin menambah masalah walau sudah dicoba tambal sulam untuk pemecahan permasalahan hidup manusia. Sistem ini adalah sistem yang buruk dan sudah rusak, sehingga harus dicampakkan, dibuang, diganti dengan sistem yang baru, yang mampu memecahkan permasalahan hidup manusia khususnya perempuan. Membuat kaum perempuan nyaman dengan hidupnya dan keluarganya, mampu mencetak generasi emas, peradaban mulia. Sistem yang rusak ini yang saat ini diterapkan di seluruh dunia adalah sistem Kapitalis-Demokrasi.
Gantinya, jelas dengan sistem Islam, karena aturan Islam berasal dari aturan Sang Pencipta Kehidupan. Jika HP eror harus diperbaiki sesuai dengan panduan pencipta HP maka apalagi manusia. Eror-nya manusia harus kembali kepada aturan Rabb Sang Pencipta Alam Kehidupan yaitu Allah SWT. S
Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam TQS. Ar-Ra’ad: 11, “..Tidaklah berubah nasib suatu kaum hingga kaum itu sendiri yang merubahnya.” Maka, perubahan hakiki harusnya adalah perubahan menyeluruh dengan mengganti sistem hidup ini dengan sistem Islam secara kaffah. Wallaahu ‘a’lam.
Penulis: Yulita Andriani, A.Md.Rad (Aktivis Muslimah dan Daiyah Samarinda)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru