Share ke media
Opini Publik

Marak Pekerja Anak, Islam Solusinya

03 Nov 2023 03:52:18527 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : bangka.tribunnews.com - Pekerja Anak Marak - 3 November 2012

Samarinda - Tingginya angka pekerja anak mengundang perhatian Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Berbagai upaya dilakukan untuk menekan jumlah pekerja anak ini. Salah satunya melalui strategi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). Diharapkan jumlah pekerja anak di provinsi ini yang mencapai 3,11%, kedepannya bisa terus menurun. Dari jumlah 1.240.425 anak di Kalimantan Timur, ada sekitar 38.578 pekerja anak. (Antarakaltim.com, 18/10/2023) 

Sungguh ironi, di wilayah yang kaya akan sumber daya alam, justru pekerja anak jumlahnya sangat tinggi. Tercatat sedikitnya ada 6 anak terlantar di wilayah Kutai Kartanegara yang notabene wilayah kaya akan sumber daya batubara. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Banyak yang putus sekolah bahkan ada yang terkena penyakit gatal cukup parah. (detiksulsel.com, 18/10/2023) 

Anak Terlantar Akibat Para Kapital

Anak-anak yang turun ke jalan mencari pekerjaan dan mengambil alih tugas orang tuanya, tentu bukan karena keinginannya. Faktor ekonomi yakni kemiskinan menjadi alasan anak-anak terpaksa menjadi pekerja di usia dini. 

Para orang tua yang tidak mampu memberikan nafkah yang cukup kepada anggota keluarganya, terpaksa merelakan anak-anaknya untuk terjun membantu mereka. Sungguh disayangkan, di usia yang semestinya diisi dengan belajar dan bermain tetapi kondisi memaksa mereka harus bekerja. 

Jika pada usia anak mereka diharuskan untuk bekerja maka hilanglah hak anak darinya. Hak bermain bersama teman sebayanya. Hak mengenyam pendidikan yang baik dan berkualitas. Termasuk hak pengasuhan anak.

Anak berhak mendapatkan pengasuhan yang baik dari orang tuanya. “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 233)

Jadi, bekerja adalah kewajiban laki-laki dewasa. Jika di dalam sebuah keluarga maka ayahlah yang berperan sebagai pencari nafkah bukan anak. Ketika anak yang bekerja, maka ini adalah bentuk eksploitasi anak. 

Menurunkan tingginya angka pekerja anak adalah tugas negara. Negara semestinya menyediakan lapangan pekerjaan bagi ayah karena ayahlah yang bertanggung jawab terhadap nafkah keluarga. 

Namun kondisinya saat ini, negara gagal mewujudkannya karena dampak sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan negara. 

Dalam sistem kapitalisme, negara diminimalisir perannya untuk mengurusi rakyat. Keberadaannya justru sebagai perpanjangan tangan bagi para kapitalis modal atau para konglomerat untuk menguasai SDA kita yang melimpah. Sejatinya, SDA ini jika dikelola negara akan menjadi peluang lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat.

Namun, negara malah menyerahkan pengelolaan SDA ini secara luas kepada para kapitalis modal atau para pengusaha. Walhasil, lapangan pekerjaan terbuka namun dengan kualifikasi yang sulit dipenuhi rakyat. Lantaran perusahaan mensyaratkan orang-orang yang berpengalaman agar perusahaannya banyak mendapatkan keuntungan.

Dalam sistem kapitalisme juga, kesehatan dan pendidikan berbayar mahal. Sudahlah miskin, mau mengenyam pendidikan layak dan fasilitas kesehatan yang memadai sangatlah susah.

Islam Menjamin Hak Anak dan Membantu Menunaikan Kewajiban Orang Tua

Di dalam Islam, anak dijaga dan dipenuhi hak-haknya. Setiap anak berhak mendapatkan pengasuhan yang baik, yang penuh kasih sayang dari orang tuanya. Anak juga berhak mendapatkan perlakuan yang baik dari sekitarnya. 

Anak di dalam Islam adalah tanggung jawab orang tuanya. Selain mengasuhnya dengan memberikan makanan yang baik lagi halal juga mendidiknya menjadi anak yang sholeh, berakhlak baik dan berakidah kokoh. 

Ayah bertanggung jawab atas anggota keluarganya termasuk anaknya. Perannya sebagai penanggung jawab dan pengurus keluarganya tentu amat berat. Sehingga negara berperan membantu kepala keluarga meringankan bebannya. 

Negara membantu para kepala keluarga untuk mendapatkan pekerjaan yang layak hingga mampu mencukupi kebutuhan keluarganya secara layak. Negara mewajibkan para lelaki yang mampu untuk berusaha dan bekerja keras memenuhi tanggung jawabnya. 

Selain itu negara menyediakan bahan pokok yang murah dan terjangkau oleh kepala keluarga untuk memenuhi nafkah anggota keluarganya. Menjamin fasilitas pendidikan sehingga anak-anak dapat mengenyam pendidikan yang berkualitas tanpa membayar biaya yang mahal. Negara juga menyediakan fasilitas kesehatan sehingga anak-anak terjamin tumbuh kembangnya. 

Dengan jangkauan pengurusan dari negara kepada rakyatnya tentu akan meniadakan pekerja anak. Para lelaki atau ayah akan bertanggung jawab dan dibantu oleh negara memberikan nafkah terbaik bagi keluarganya. 

Seorang Khalifah Umar Bin Khattab yang mendapati rakyatnya merebus batu untuk menenangkan anaknya yang lapar kemudian memikul sendiri gandum dan mengantarkannya kepada rakyatnya, sebagai tanggung jawabnya sebagai kepala negara. 

Sungguh jaminan Islam kepada rakyatnya sampai sedemikian hebat. Kepala negara adalah pengurus urusan rakyatnya dan akan bertanggung jawab atas hal itu di hadapan Allah kelak. “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.” (HR. Al Bukhari)

Oleh: Munawaroh S. Pd (Pemerhati Masalah Sosial) 

disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu-individu dari masyarakat yang ingin mengungkapkan pemikiran, gagasan dan gagasannya yang hak ciptanya dimiliki sepenuhnya oleh yang bersangkutan. Isi editorial dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.