Sungai Karang Mumus Samarinda mengalir dari hulu ke hilir sepanjang sepanjang 34,7 KM. Menyusuri sungai ini di hulu sungai tampaknya dapat menjadi kegiatan yang mengasyikkan.
Airnya jernih. Banyak pepohonan yang melindungi sehingga tampak seperti kanopi di atas sungai. Rimbun dan teduh.
Kawasan ini masih asri. Setiap pelancong yang datang dapat melihat keanekaragaman hayati di atas Sungai Karang Mumus. Banyak biota sungai masih hadir dan mengalir ke arah hilir tempat Sungai Mahakam berada.
Namun, semakin ke hilir, lebar anak Sungai Mahakam ini justru menyempit. Pemandangan berubah. Sejumlah kawasan terdesak pemukiman.
Kondisi Sungai Karang Mumus hanya elok di hulu. Semakin ke hilir, keindahan itu hanya bisa disimpan di dalam kenangan atau dokumentasi para pelancong.
Menurut penggagas Sekolah Sungai Karang Mumus (SESUKAMU), Yustinus Sapto, Sungai Karang Mumus memerlukan upaya strategis untuk mengembalikan fungsi sungai yang kini telah jauh berubah. Pemerintah, menurut Yustinus, hanya menjadikan Sungai Karang Mumus sebagai kanal tempat sarana pengendalian banjir semata.
Yustinus yang menjadi salah satu pembimbing di SESUKAMU terang kecewa. Langkah pemerintah semacam itu hanya menambah derita Sungai Karang Mumus yang saat ini tengah sakit.
Kondisi sungai di beberapa tempat tampak kotor. Warna air coklat kehitaman dan sampah bertebaran.
Sungai ini juga mengalami gangguan keseimbangan ekosistem di dalam air dan di bantaran sungai. Menurut Yustinus, kondisi ini berdampak bagi kehidupan manusia. Berkurangnya populasi ikan khas Samarinda adalah salah satu contoh dari dampak parahnya kondisi Sungai Karang Mumus.
“Sungai Karang Mumus kerusakannya sudah sangat parah. Apalagi kalau kita lihat tutupan vegetasinya 50 persen lebih. Pinggiran sungai tidak terlindungi oleh vegetasi. Kualitas airnya tercemar berat,” ujar Yustinus, Senin 11 Desember 2017.
Karena itu, bersama kelompok penggiat kebersihan sungai, Yustinus menyatakan akan mengubah paradigma tentang sungai terhadap masyarakat. melalui Sekolah Sungai Karang Mumus. Pasalnya, pandangan masyarakat terhadap sungai hanya sebagai daerah aliran sungai saja.
“Ya, kita mau ajarkan sungai bukan untuk kepentingan mahluk hidup yang lainnya. Juga untuk keseimbangan alam, terutama dalam tata kelola air,” tandas Yustinus. (*)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru