Sa,arinda - Akhir September lalu, Pemerintah Kota Balikpapan melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) telah melakukan sosialisasi kepada pelajar SMA dari beberapa sekolah SMA sederajat dengan mengusung tema “Generasi Sadar Politik” atau Gaspol. Sosialisasi ini merupakan bentuk upaya Pemkot Balikpapan untuk meningkatkan kesadaran dan pendidikan politik kepada masyarakat, khususnya pemuda (balpos.com, 30/09/2023).
Kepala Kesbangpol Balikpapan, Sutadi mengatakan sosialisasi ini adalah yang kelima kali dilaksanakan. Ia menjelaskan bahwa fokus dari sosialisasi ini memang pemuda, karena berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditetapkan oleh KPU, persentase generasi Z dan millenial hampir 60 persen. Oleh karena itu, menurutnya pemuda adalah komponen penting dalam pemilu. Di sisi lain kebanyakan pemuda belum memahami tentang politik dan bahkan memiliki stigma buruk tentang sistem politik (balpos.com, 30/09/2023).
Maka sosialisasi Gaspol ini pun gencar dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilu serentak tahun 2024 mendatang, baik pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislatif (pileg), maupun pemilihan kepada daerah. Dalam sosialisasi ini dihadirkan narasumber dari KPU, Bawaslu, praktisi, serta pimpinan media untuk memberikan informasi edukasi. Sutadi mengatakan harapan setelah diadakan sosialisasi ini adalah agar pemilih pemula sadar dan bisa menyalurkan hak pilihnya sesuai dengan hati nuraninya. Ia menyapaikan bahwa kesuksesan pemilu tidak bisa dilihat dari penyelenggaraannya saja, tapi juga partisipasi peserta pemilu, karena dari situlah terlihat kualitas dari demokrasi di Indonesia (balpos.com, 30/09/2023).
Melanggengkan Kapitalisme
Generasi muda yang terdiri dari gen Z dan millenial memang generasi yang abai perpolitikan. Mereka sibuk dengan kepentingan sendiri, baik dalam hal mencari cuan maupun memuaskan keinginan. Kebanyakan mereka justru tenggelam dalam kesenangan dan banyaknya hiburan, mulai dari game, film, musik, maupun kegiatan pemuas keinginan jasmani lainnya. Beberapa dari mereka juga enggan berurusan dengan politik karena mempunyai gambaran yang buruk terhadap dunia perpolitikan. Hal ini tentu tidak terlepas dari banyaknya fakta yang mereka lihat, banyak terjadi kasus korupsi kolusi nepotisme (KKN), ketidakadilan hukum yang ditetapkan, dan kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat.
Berdasarkan survei patisipasi politik pemuda dari lembaga survei Aksara Research and Consulting yang dilakukan pada Desember tahun 2022 lalu, pada 1.200 responden berusia 17-39 tahun. Didapatkan 70,7 persen responden menyatakan akan menggunakan hak pilihnya pada pemilu 2024, 24,2 persen belum menentukan sikap, dan 5,1 persen tidak akan menggunakan hak pilihnya. Namun tingginya partisipasi pemilu pemuda ini berbanding terbalik dengan keinginan mereka untuk menjadi bagian dari partai politik, yaitu hanya sebesar 13,6 pesen. Angka yang rendah juga didapatkan pada pemuda yang menyatakan mengekspresikan aspirasi politiknya dengan mengikuti isu-isu di media, yaitu hanya sebesar 43,2 persen, berkomentar di media sosial 32,10 persen, dan mengikuti aksi unjuk rasa 4,2 persen (news.republika.co.id, 20/12/2022).
Oleh karena itu, pemerintah berupaya terus memberikan edukasi sosialisasi tentang sistem politik di Indonesia. Dengan harapan pemuda mendapatkan informasi yang baik tentang sistem politik, mau berpartisiasi dalam pesta politik (pemilu), serta mau berperan aktif menjadi bagian dari sistem politik. Semua upaya ini dilakukan tentu untuk melanggengkan sistem demokrasi di Indonesia. Karena jika tidak ada lagi generasi yang ingin melanjutkan, sudah barang pasti sistem ini akan runtuh.
Padahal seperti yang diketahui, politik demokrasi adalah turunan dari sistem kapitalisme sekuler yang jelas-jelas telah membawa kesengsaraan bagi rakyat. Bisa kita lihat hari ini betapa kebutuhan sehari-hari terus meroket harganya. Harga beras terus naik, begitu pula BBM yang menjadi kebutuhan krusial masyarakat. Sebuah paradoks memang, mengingat Indonesia adalah negeri agraris yang memiliki banyak lahan pertanian, juga memiliki banyak sekali sumber tambang minyak bumi. Mahalnya kebutuhan sehari-hari ini tentu menambah pelik masalah ekonomi rakyat, sehingga memicu banyaknya tindak kriminal mulai dari penipuan, pencucian uang, pencurian, KDRT, hingga pembunuhan. Ditambah lagi banyak terjadi bencana alam, seperti banjir, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banyaknya SDA yang rusak, kekeringan, hingga perubahan iklim yang tidak lain akibat dari eksploitasi besar-besaran sumber daya alam. Semakin didukung dengan kebijakan pemerintah dengan alasan investasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Butuh Kesadaran Politik Islam
Alih-alih memberikan edukasi yang baik tentang politik demokrasi bawaan sistem kapitalisme, akan lebih baik jika pemuda memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang politik Islam. Di mana telah terbukti membawa kesejahteraan dan memimpin peradaban selama kurang lebih 13 abad. Mulai dari masa kepemimpinan Rasulullah saw di Madinah hingga kekhalifahan terakhir Turki Ustmani.
Islam akan menempatkan pemuda pada posisi yang penting, yakni sebagai agen perubahan dan pengkoreksi jalannya pemerintahan dalam pengurusan rakyat. Hal ini sesuai dengan makna politik dalam Islam yaitu “ri’ayah su’unil ummah” atau mengurusi urusan umat berdasarkan syariat Islam. Pemuda akan mendapatkan pembekalan dari sistem pendidikan Islam dan proses pembinaan di luar pendidikan oleh partai-partai politik Islam. Sehingga akan tercetak kader politik Islam yang mumpuni, kaya dengan pemikiran dan kepribadian Islam. Serta siap menjadi pemimpin menuju peradaban terbaik, dengan berlandaskan syariat Islam dan selalu memprioritaskan kemaslahatan umat dalam setiap kebijakannya.
Banyak teladan pemuda pada masa kejayaan Islam, sebut saja Sultan Muhammad Al-Fatih sang penakluk Konstantinopel. Pada usia 11 tahun beliau telah menjadi gubernur Amasya. Kemudian diangkat menjadi khalifah menggantikan ayahnya pada usia 12 tahun. Dan berhasil menaklukkan Konstantinopel pada usia 21 tahun. Ada pula Ibnu Sina yang dikenal sebagai bapak kedokteran. Pada usia 16 tahun beliau mulai menekuni dunia kedokteran, serta membuka pelayanan kesehatan bagi orang sakit secara gratis. Beliau pun berhasil menulis 450 tulisan, yang kelak menjadi cikal bakal ilmu kedokteran.
Adapun pemuda saat ini yang tidak hidup dalam naungan sistem Islam, ada beberapa hal yang semestinya dilakukan untuk membangun kesadaran politik Islam dalam dirinya. Pertama, membangun keimanan yang kokoh bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Islam mengatur semua urusan dunia maupun akhirat, bukan hanya sekedar urusan spiritual.
Kedua, mengkaji Islam sebagai ilmu ideologi, tidak menjadikannya pengetahuan belaka. Setelah memahaminya, seyogyanya pemuda berusaha terikat dengan syariat Islam, dan menilai baik dan buruk berdasarkan kacamata Islam.
Ketiga, pemuda harus senantiasa berpihak pada Islam. Tidak diam ketika Islam direndahkan, atau ketika ada kebijakan yang tidak sesuai dengan Islam dan berpotensi menyengsarakan umat.
Keempat, terlibat dalam dakwah Islam untuk memahamkan umat tentang sistem Islam dan butuhnya penerapan sistem Islam. Allah SWT berfirman, “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran: 104)
Oleh: Rizqa Fadlilah, S.Kep
disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu-individu dari masyarakat yang ingin mengungkapkan pemikiran, gagasan dan gagasannya yang hak ciptanya dimiliki sepenuhnya oleh yang bersangkutan. Isi editorial dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru