Share ke media
Opini Publik

Menyikapi Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Pelajar

16 Aug 2024 04:05:2590 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : nasional.kompas.com - Polemik Kontrasepsi bagi Remaja, Pemerintah Diminta Utamakan Deteksi PMS sampai Konseling - 8 Agustus 2024

Samarinda - Setelah sebelumnya kita dikejutkan dengan kebijakan kebolehan ormas mengelola tambang, lagi-lagi masyarakat dikejutkan dengan keputusan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) menuai kontroversi di ruang publik. PP ini mengatur banyak hal, di antaranya tentang penyediaan alat kontrasepsi pada usia anak dan sekolah. Berikut bunyi Pasal 103 Ayat (4) huruf e PP 28 Tahun 2024, “(4) Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: (a) deteksi dini penyakit atau skrining; (b) pengobatan; (c) rehabilitasi; (d) konseling; dan (e) penyediaan alat kontrasepsi.”

Peraturan ini pun menuai banyak tanya oleh berbagai kalangan terkait kejelasan pelajar atau siswa yang seperti apa yang boleh diberikan alat kontrasepsi. Salah satunya adalah Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur.

Ketua TRC PPA,  Rina Zainun meminta pemerintah untuk memperjelas maksud dari penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar. Apakah ini hanya untuk kasus-kasus khusus, seperti remaja yang sudah menikah atau korban kekerasan seksual? Atau memang untuk semua pelajar?

Terlepas dari apapun maksud dari penyediaan alat kontrasepsi itu, jelas aturan ini mengantarkan pada liberalisasi perilaku remaja yang akan membawa kerusakan pada masyarakat. Dikarenakan ketidakjelasan dari aturan itu yang justru mengarah kepada seks bebas dikalangan remaja. Meski diklaim aman dari persoalan Kesehatan, namun akan menghantarkan kepada perzinahan yang hukumnya haram. Aturan ini semakin meneguhkan bahwa negara ini adalah negara sekuler yang mengabaikan aturan agama.

Padahal Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Dalam diri manusia, ketika dilahirkan maka Allah juga sekaligus memberikan 3 naluri kepada manusia. 3 naluri itu adalah naluri mengagungkan sesuatu (naluri menuhankan sesuatu, perwujudannya menyembah sesuatu, sholat, puasa, dll), naluri untuk menjaga eksistensi diri, perwujudannya marah, sedih, ingin diakui, dll, naluri yang terakhir adalah naluri melestarikan keturunan, perwujudannya adalah rasa kasih sayang, suka dengan lawan jenis, dll.

Dalam Islam untuk mencegah terjadinya pergaulan bebas maka Islam memiliki seperangkat aturan yang jelas, bukan dengan pendidikan seksual yang komprehensif, apalagi menyediakan alat kontrasepsi. Upaya itu diantaranya adalah dengan mengenalkan manusia ciptaan Allah ada yang laki-laki dan ada yang perempuan, juga mengenalkan bahwa ada fase anak-anak dan fase setelah baligh.

Bagi yang sudah baligh maka Islam memerintahkan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluannya, jika muncul ketertarikan pada lawan jenisnya maka jika mampu untuk menikah, dianjurkan untuk segera menikah jika belum mampu menikah maka diharuskan untuk menjaga kehormatannya dan mengendalikan dirinya (nafsu),

Selain itu Islam juga memerintahkan untuk tidak ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan. Islam juga memerintahkan untuk menutup aurat baik laki-laki maupun perempuan di kehidupan umum. Perempuan diwajibkan memakai jilbab dan kerudung, sementara laki-laki menutup aurat sebagaimana batasan aurat yang telah ditetapkan syariah.

Islam melarang khalwat (berdua-duaan) dengan lawan jenis, melarang mendekati zina, juga larangan bagi perempuan bertabarruj (berhias berlebihan dihadapan non mahram nya), larangan melakukan perjalanan jauh tanpa disertai mahramnya,

Islam membatasi interaksi antar lawan jenis sebatas hubungan yang sifatnya umum, seperti muamalat atau tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, dalam hal pendidikan, dalam hal kesehatan, diluar hal tersebut maka tidak boleh ada interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.

Islam akan memberi sanksi kepada semua pelaku yang terbukti melanggar syariat tentang pergaulan yang telah ditetapkan oleh Allah. Sebagai contoh, hukuman bagi pelaku zina adalah dicambuk 100 kali jika belum menikah. Bagi yang sudah menikah, pelaku zina diganjar dengan hukuman rajam. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam surah An-Nur ayat 2 yang artinya, “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.”

Oleh : Nurjaya, S.PdI