Samarinda - Beberapa waktu terakhir ini ada beberapa headline berita yang cukup mengejutkan, yaitu peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam lapas. Sekilas hal ini seperti sinopsis film film bergenre crime thriller yang seru. Tetapi, ketika ini terjadi di kehidupan nyata rasanya sungguh miris, meresahkan dan mengerikan. Lapas yang seharusnya menjadi tempat para napi menyadari dan membayar kejahatannya malah menjadi tempat kontrol peredaran barang haram tersebut. Sungguh terasa diluar nalar bagaimana seorang tahanan masih bisa melakukan kejahatannya ditengah para petugas lapas yang masih bagian dari penegak hukum. Inilah yang terjadi ketika hukum tidak memberikan efek jera.
Di Jawa Tengah seorang pengedar Narkoba jenis sabu ditangkap dan mengaku dikendalikan oleh tahanan Semarang, si kurir narkoba berniat membantu temannya yang berada di tahanan (detikjateng, 31 Agustus 2023). Di Jabar, dua orang pengedar dengan modus memasukkan narkoba jenis Sabu kedalam bawah sandal, saat tertangkap mengaku disuruh oleh seorang Napi yang berada di salah satu lapas di Jabar untuk mengambil sandal lalu mengantarkan pada pemesan yang sudah ditentukan oleh si Napi (Detikjabar, 21 September 2023). Peredaran narkoba juga melibatkan Wanita, sebelumnya selebgram Palembang berinisial APS ditangkap setelah terlibat membantu suami bertransaksi narkoba melalui rekeningnya, bahkan mengatur peredaran keuangan narkoba yang berjumlah milyaran dari suaminya, padahal si suami sudah mendekam dalam tahanan sejak tahun 2017. Namun, masih bisa mengendalikan bisnis narkoba hingga terkuak di Maret 2023 ini. Selain Narkoba, si selebgram juga dikenakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), menerima aliran dana dan digunakan untuk membeli beberapa aset (suarasumsel.id, 29 Agustus 2023). Masih ada Selebgram wanita lainnya di Makassar yang ditangkap karena membantu bisnis haramnya suaminya, kedua suami selebgram ini sama sama terlibat dalam jaringan narkoba Fredy Pratama yang berskala internasional, juga berperan dalam menerima aliran dana hasil penjualan narkoba lalu mengubahnya dalam bentuk aset.
Peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam lapas sudah terjadi jauh sebelum tahun 2023, Berdasarkan data BNN, pada 2020, terdapat 1.023 kasus peredaran narkoba di lapas yang melibatkan 1.259 tersangka. Pada 2022, BNN mengungkap 851 kasus peredaran narkoba di lapas dengan 1.350 tersangka. jadi kasus kasus yang terungkap tahun ini semacam pengulangan dengan aktor, tempat dan modus yang berbeda, ditambah dengan Trend pencucian uang yang melibatkan artis dan selebgram ternama yang kerap melakukan flexing di sosial media dan tentunya sepak terjang bandar dibalik jeruji diduga ada bantuan dari oknum petugas lapas. Menurut ketua BNN RI Komjen Polisi Petrus Reinhard Golose, untuk menanggulangi berbagai kamuflase yang dilakukan para bandar narkotika di lapas Indonesia, maka BNN RI terus memperkuat kolaborasi dan koordinasi dengan Kemenkumham yang membawahi fungsi Lembaga pemasyarakatan. Beliau juga akan menindak tegas para petugas lapas yang terlibat dalam membantu bandar untuk melakukan aksinya(Republika Online, 25 Juni 2023).
Sistem pencegahan peredaran narkoba terintegrasi di dalam Lapas tentu sudah dilakukan sejak bertahun tahun lalu. Namun, entahlah peredaran narkoba dari lapas masih terjadi, seolah para bandar dan oknum petugas lapas tidak takut. Kasus peredaran narkoba yang tak kunjung selesai, tentu tidak terlepas dari sistem kehidupan yang saat ini kita jalani, yaitu sistem Sekuler Kapitalis, dimana agama dipisahkan dari kehidupan, dan mencari materi sebanyak banyaknya menjadi satu satunya tujuan hidup. Agama hanya ada di rumah ibadah atau hari besar keagamaan, sedangkan di ruang publik, atau dalam mencari nafkah agama disingkirkan, halal haram sudah bukan lagi menjadi standar. Pegangan spiritual dan moral agar bisa menjauhi hal hal buruk seperti narkoba, korupsi, prostitusi, dan lainnya malah dihilangkan. Dalam sekuler kapitalis, pastinya terjadi kesenjangan sosial antara yang kaya dan miskin. Rasa ketidakadilan dan putus asa akhirnya mendorong banyak orang untuk mencari jalan keluar untuk mencari materi, ada yang demi kebutuhan hidup, namun ada juga yang melakukan karena lifestyle, seperti yang dilakukan para selebgram yang kerap memamerkan kekayaan melalui sosial media. Demi mengejar keuntungan materi, manusia manusia di naungan sekuler kapitalis menjadi individualis, tidak lagi malu untuk mengekspoitasi diri dan orang lain, termasuk mengedarkan narkoba yang jelas memberikan mudharat pada banyak orang.
Bukankah kita semua sudah tahu bagaimana dampak negatif dari narkoba, edukasi bahaya narkoba bahkan dilakukan dari tingkat SD, orang tua juga selalu ingin menjauhkan anaknya dari narkoba. Ditingkat masyarakat, pemakai dan pengedar narkoba tentu meresahkan karena dapat menimbulkan masalah sosial seperti kekerasan, kriminalitas, dan korupsi. Belum lagi narkoba pasti terhubung dengan kejahatan lainnya seperti prostitusi dan perdagangan manusia. Namun, peredaran narkoba tetap meningkat walaupun dengan ancaman hukuman mati bagi pengedarnya.
Di sistem Islam, standar kehidupan tertinggi ada pada syariat, menjadi pegangan tidak hanya dalam spiritual dan moral. Namun segala aspek kehidupan, dari cara berpakaian, Pendidikan, cara mendapatkan nafkah, dari bangun tidur hingga bangun negara. Islam bahkan mengatur kaki mana yang lebih dulu melangkah ketika memasuki toilet. Dalam Islam, narkoba jelas haram. Setiap individu yang berada dalam institusi yang menerapkan syariat Islam akan memiliki kesadaran dan tanggung jawab bahwa kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah tentang apa saja yang kita masukkan kedalam tubuh kita, termasuk Amanah dalam menjalani pekerjaan sebagai penegak hukum atau petugas lapas. Maka dengan kesadaran ini kita akan menjauhkan diri dari narkoba, termasuk mencari keuntungan dari sini. Sistem Islam jauh berbeda dengan kapitalisme, seseorang atau sekelompok orang tidak akan dibiarkan menguasai sektor kepemilikan umum yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti contohnya sektor migas. Sektor semacam ini harus dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan rakyat secara merata bukan kesejahteraan asing atau pemilik modal. Sehingga tercipta keadilan secara ekonomi, kebutuhan dasar seperti makanan pokok, pendidikan dan kesehatan dapat diperoleh dengan mudah. Kebutuhan pokok terpenuhi, maka tidak ada rasa frustasi untuk mencari nafkah hingga harus melakukan keharaman seperti menjual diri, menjual narkoba atau menjadi oknum petugas yang membantu bisnis si Bandar dari balik jeruji.
Sistem hukum dalam Islam juga memberikan efek jera, narkoba termasuk kemaksiatan maka hukuman yang akan diberikan berupa sanksi Ta’zir, yaitu dapat berupa hukuman mati, cambuk, penjara, pengasingan, penyitaan harta, hingga paling ringan berupa peringatan dan diumumkan dengan menyebutkan nama keluarganya. Sanksi ini dilakukan secara nyata dihadapan semua orang dengan maksud memberikan rasa ngeri, agar mereka yang melihatnya enggan meniru kemaksiatan serupa, hal ini disebut dengan efek Zawajjir artinya mencegah. Sanksi ini juga memberi efek Jawabir (penebus) bagi pelaku, jadi kelak dihadapan Allah si pelaku sudah lepas dari pertanggung jawaban kemaksiatan ini karena sudah mendapatkan hukuman sesuai syariat. Demikianlah, bukankah sudah saatnya kita kembali pada aturan sang Khaliq, aturan buatan manusia sudah jelas memberikan banyak kerusakan dan tidak memberikan solusi yang memberikan efek jera pada para pelaku pengedar Narkoba.
Wallahu alam bisawab
Oleh : apt. Ana Fitriani, S.Si
disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu-individu dari masyarakat yang ingin mengungkapkan pemikiran, gagasan dan gagasannya yang hak ciptanya dimiliki sepenuhnya oleh yang bersangkutan. Isi editorial dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru