Share ke media
Opini Publik

Nasib Guru Honorer Masih Naas di Momend Hardiknas

08 May 2024 05:21:14529 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : www.bengkalisone.com - 22 Januari 2017 - Guru Honorer SMA di Bengkalis Resah, Khawatir Tak Diakomodir

Samarinda - Nasib guru honorer hingga saat ini masih naas meski ada pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pasalnya tidak semua guru memenuhi kriteria dan lulus, pasca lulus pun nasib mereka masih dipertanyakan karena belum menerima SK pengangkatan.

Demi menjawab ketidakjelasan nasib mereka, Persatuan Guru Honorer Kota Samarinda berkunjung ke Balaikota, bertemu Wali Kota Samarinda, Dr H Andi Harun. Pertemuan berlangsung di ruang rapat Wali Kota lantai II gedung Balaikota Samarinda, Senin (22/04/2024) sore.

Mengawali arahannya, Wali Kota Samarinda mengucapkan selamat kepada tenaga guru honorer yang telah diangkat PPPK. Untuk diketahui, pada akhir tahun 2023, sebanyak 782 guru honorer yang telah diangkat menjadi PPPK.

Selain itu, Andi Harun juga mengapresiasi kehadiran mereka dalam rangka menjalin komunikasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda. Ia pun mengatakan jika langkah yang dilakukan sangat tepat, menjalin komunikasi dan bertanya tentang kepastian status serta tugas yang akan mereka laksanakan, secara langsung kepada pihak yang memang mengetahui duduk persoalannya dengan jelas (Pemkot Samarinda).

Nasib Guru Naas dalam Sistem Kapitalis

Pengangkatan guru honorer menjadi PPPK menghembuskan angin segar sebagian guru honorer. Namun di sisi lain persoalan administrasi dan teknis di lapangan membuat tenaga mereka terkuras demi memenuhi kualifikasi. Padahal yang dibutuhkan mereka hanya jaminan kesejahteraan dibanding honorer sebelumnya.

Diakui atau tidak kesenjangan guru dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan lebih banyak ditopang dengan keberadaan guru honorer dengan segala keterbatasannya. Guru honorer mengisi ruang-ruang kosong di sekolah, terutama di daerah dan pelosok desa. Tak sedikit guru honorer hanya mendedikasikan ilmunya meski gaji tidak sebanding dengan perjuangannya.

Tidak salah kalau ketidakcukupan membuat guru berlomba mencari tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Termasuk mengejar status sebagai PNS dan PPPK. Tidak sedikit peran guru terbangkalai sehingga abai dengan tugasnya untuk mendidik generasi. Generasi pun menjadi korban, belum lagi permasalahan pendidikan lainnya yang memperparah kualitas generasi.

Jika demikian bagaimana guru bisa disiplin sedangkan pemerintah masih memperlakukan mereka setengah hati? Pahlawan tanpa tanda jasa, padahal tugas guru itu berat karena di tangan mereka kualitas dan masa depan generasi dipertaruhkan. Tugas dan tanggung jawab semua guru sama, baik berstatus PNS, PPPK atau honorer. Namun mengapa berbeda perlakuan dan pemberian gaji?

Selain itu, Indonesia khususnya Kaltim kaya akan SDAE, seharusnya rakyat bisa menikmati hasil kekayaan. Namun sayang akibat tata kelola kehidupan Kapitalisme membuat rakyat termasuk guru tidak menikmati kesejahteraan ini. Oleh karena itu, tidak cukup memperingati Hardiknas jika nasib guru masih naas.

Nasib Guru Mujur dengan Islam

Perhatian negara Khilafah pada sistem pendidikan sepenuh hati. Hal ini bisa kita telusuri dari fakta sejarah peradaban Islam mampu memimpin dunia selama 14 abad. Khilafah membangun manusia unggul dengan sistem pendidikan yang berkualitas. 

Islam tidak mengenal dikotomi guru PNS, PPPK atau honorer. Dalam sistem Khilafah, semua guru adalah pegawai negara. Khilafah memahami bahwa pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara. Baik pelajar maupun guru dijamin haknya. Hak mendapat kesejahteraan berupa gaji yang layak dan hak mendapat layanan serta fasilitas pendidikan bagi seluruh siswa. 

Khilafah memberi penghargaan tinggi termasuk gaji yang melampaui kebutuhan guru. Imam ad-Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al-Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khattab ra memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas. Jika dikonfersikan dengan harga emas hari ini setara Rp 51 juta tiap bulan. Gaji ini beliau ambil dari Baitulmal. 

Pada masa Daulah Abbasiyah, tunjangan kepada guru begitu besar seperti yang diterima Zujaj. Setiap bulan beliau mendapat gaji 200 dinar. Sementara Ibnu Duraid digaji 50 dinar per bulan oleh Al-Muqtadir. Di masa Shalahuddin Al-Ayubi, Syekh Najmuddin Al-Khabusyari misalnya yang menjadi guru di Madrasah Al-Shalahiyyah, setiap bulan digaji 40 dinar dan 10 dinar untuk mengawasi wakaf madrasah. Jika 1 dinar = 4,25 gram emas maka 40 dinar = 170 gram emas. Bila 1 gram emas harganya Rp 800 ribu, gaji guru pada saat itu tiap bulannya Rp 136 juta.

Demikianlah Islam memuliakan guru. Dengan aturan Islam negara akan menjadi berkah. Negara tidak akan kesusahan mencari dana pendidikan termasuk menyejahterakan guru karena seluruh kekayaan alam yang dimiliki dikelola negara berdasar syariat Islam. Dengan Islam tidak akan ditemukan nasib guru naas, mereka akan mujur karena dalam sistem yang benar, yakni Islam.

Wallahu a’lam bis-shawwab.

Oleh : Rahmi Surainah, M.Pd alumni Pascasarjana Unlam