Share ke media
Opini Publik

NEGARA WAJIB PENUHI KEBUTUHAN LISTRIK SECARA MERATA

28 Feb 2024 04:26:4190 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : web.pln.co.id - PLN Cepat Pulihkan Listrik Medan Dan Aceh yang Terhenti Akibat Pencurian Kabel - 26 Maret 2018

Samarinda - Menurut data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kaltim, hingga September 2023, masih ada sebanyak 169 desa di Kaltim yang belum tersentuh aliran listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara). Kepala Bidang Ketenagalistrikan Dinas ESDM Kaltim, Mashur Sudarsono Wira Adi mengungkapkan sebagian desa yang belum teraliri listrik PLN itu tersebar di sejumlah kabupaten yaitu Berau, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Paser, Kutai Barat, dan Mahakam Ulu.

Kebutuhan listrik menjadi program yang terus mendapat fokus perhatian dari pemerintah Kabupaten Kutai Timur bersama PLN untuk dipenuhi. Terkhusus di Kecamatan Kaliorang yang memiliki tujuh desa, lima diantaranya telah menikmati layanan 24 jam. Untuk arah lain Sangkulirang sekitar 200 hingga 300 meter dari polsek, namanya Maloy letaknya di Kaliorang, juga menyuplai ke PT. Kobexindo sisanya ke masyarakat. (prokal.co/kalimantan-timur, 20/2/2024).

Sedangkan di Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur, memiliki 15 desa yang memiliki potensi cukup besar. Dari 15 desa yang ada, ternyata belum sepenuhnya dialiri listrik 24 jam. Rumah-rumah yang belum mendapat layanan PLN terpaksa mengandalkan mesin pembangkit listrik pribadi atau milik desa yang dinyalakan saat malam dengan durasi paling lama enam jam. Masalahnya, biaya bahan bakar untuk menyalakan generator set sangatlah mahal.

Ironisnya, Kaltim sebenarnya memiliki surplus daya listrik sebesar 400 Mega Watt (MW) dalam Sistem Mahakam yang mengaliri empat daerah utama di provinsi tersebut, yaitu Balikpapan, Samarinda, Tenggarong, dan Bontang. Hanya saja kelebihan daya ini tidak dapat dialirkan ke daerah yang belum teraliri listrik karena wilayah pedalaman dan perbatasan yang sulit diakses. Akibatnya pembangunan jaringan listrik menghadapi kesulitan.

Kebutuhan listrik seharusnya segera dipenuhi oleh negara karena merupakan kebutuhan pokok. Fokus perhatian pemerintah ini harus segera direalisasikan. Semua daerah harus dipenuhi kebutuhan listrik secara merata meski di pelosok. Namun, fokus perhatian pemerintah dalam sistem Kapitalisme saat ini teralihkan dengan insfrastruktur lain bahkan tidak penting. Ketimpangan infrastruktur terjadi,  realisasi pemenuhan kebutuhan listrik / jalan terjadi ketika ada perusahaan yang berkepentingan atau pertimbangan ekonomi. Seperti terbukti “listrik menyuplai ke PT Kobexindo sisanya ke masyarakat”. Perusahaan yang “punya kepentingan”  lebih diutamakan daripada masyarakat “biasa”. Para Kapital mudah untuk mendapat pasokan listrik meski berada di pelosok negeri. Tapi mengapa untuk rakyat sendiri banyak dalih yang dijadikan alasan untuk sulit terealisasi ?

Andai pengelolaan SDA tidak dikuasai para kapital dan dikelola dalam rangka pemenuhan kebutuhan umat maka listrikdengan biaya murah bahkan gratis akan terpenuhi. Sistem kapitalisme di negara ini menjadikan sumber daya alam yang melimpah diserahkan kepada swasta membuat negara minim peran. Pemerintah hanya sebagai regulator yang membuat kebijakan antara pihak swasta sebagai investor dan rakyat sebagai konsumen. Akhirnya masyarakatpun menjadi korban dampak tata kelola sumber energi yang salah.

Pengelolalan listrik dalam pemerintahan Islam haruslah oleh negara untuk sebesar-besarnya kemashlahatan rakyat. Pemerintah adalah pengurus bagi rakyatnya. Islam memandang listrik sebagai bagian dari energi (an-naar) yang merupakan kepemilikan umum. Rasulullah saw. bersabda, “Manusia bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: padang rumput, air, dan api.” (HR Ibn Majah).

Atas dasar inilah, Islam tidak membolehkan negara mengambil keuntungan dari kepemilikan umum tersebut, terlebih lagi menyerahkan urusan pengelolaannya kepada swasta atau asing. Abdurrahman al-Maliki dalam As-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla menulis bahwa kalaupun rakyat sampai harus membayar listrik, hal itu sekadar untuk menutupi biaya operasional atau biaya produksi tanpa harus membayar biaya keuntungan. Dari sini tampak jelas bahwa listrik bukanlah komoditas ekonomi

Dengan demikian mustahil negara mengalami defisit atau krisis listrik dengan berlimpahnya sumber energi yang Allah berikan kepada negara kita. Jika tata kelola listrik sesuai dengan Islam, masyarakat tidak akan sampai mengalami krisis listrik di wilayah yang justru kaya akan sumber energinya. 

Wallahua’lam bishawab.

Oleh : Ayu Putri Wandani (Aktivis Muslimah)