Samarinda - Kurang lebih dua bulan yang lalu, tepatnya tanggal 25/02/2024 telah diadakan Rakorda Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kaltim 2024. Kegiatan ini diikuti oleh puluhan peserta yang terdiri dari Kepala Dinas PPPA Kabupaten/ Kota, Instansi Vertikal di Kalimantan Timur, Perangkat Daerah terkait, serta Pejabat Struktural dan Fungsional Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim (diskominfoprov.kaltim.com, 26/02/2024).
Saat pembukaan Rakorda, Kepala DKP3A Noryani Sorayalita menyampaikan bahwa sebagai bentuk pelaksanaan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG), Pemprov Kaltim berkomitmen untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat. Hal ini diutamakan kepada para perempuan kepala keluarga (PEKKA) melalui program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (diskominfoprov.kaltim.com, 26/02/2024).
Noryani menjelaskan, program tersebut penting untuk dilaksanakan mengingat dampak positif yang didapatkan apabila perempuan diberdayakan dalam wirausaha. Seperti meningkatkan kesejahteraan keluarga, memupuk perubahan positif dalam dinamika sosial, serta menciptakan kesetaraan gender dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu pemberdayaan perempuan dalam sektor ekonomi juga dapat mengangkat sumbangan pendapatan perempuan di Kalimantan Timur (diskominfoprov.kaltim.com, 26/02/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Seketaris Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Tohir juga menyampaikan ketimpangan dan belum setaranya peluang kerja bagi seluruh gender dimungkinkan menjadi salah satu penyebab persoalan ekonomi yang kompleks saat ini. Kemudian diikuti dengan masalah sosial, kesehatan, dan lingkungan. Oleh karena itu, melalui Rakorda ini dia berharap dapat dirumuskan langkah-langkah yang tepat berkaitan dengan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan perempuan (diskominfoprov.kaltim.com, 26/02/2024).
Comprehension Trap
Pemahaman kesetaraan gender yang merupakan buah pemikiran feminisme tersebut sekilas pandang memang terlihat bagus dan memiliki dampak positif, terutama dalam hal ekonomi. Padahal jika kita mau sedikit saja melihat lebih dalam, akan kita dapati berbagai borok bawaan pemahaman ini. Perempuan sengaja dijebak dengan seruan pemberdayaan, diiming-imingi kemandirian ekonomi, hingga mereka tergiur untuk masuk ke dalam dunia kerja dan mendedikasikan diri untuk mencari materi. Pada akhirnya mereka menanggung beban ganda sebagai ibu dan pencari nafkah, dan tidak sedikit dari mereka yang akhirnya justru abai terhadap tugas utamanya sebagai ibu dan istri.
Akibat pengambilalihan peran kepala keluarga oleh perempuan ini muncul berbagai masalah, mulai dari kasus perselingkuhan, keretakanrumah tangga, perceraian, hingga pembunuhan. Belum lagi kasus pelecehan seksual di tempat kerja yang tidak pernah ada hentinya. Berdasarkan data Komnas Perempuan, pada tahun 2022 terdapat 324 kasus kekerasan seksual di tempat kerja dengan korban sebanyak 384. Sedangkan pada tahun 2023 mulai bulan Januari hingga April saja sudah didapatkan 123 kasus kekerasan seksual di tempat kerja, dengan 135 korban (antaranews.com, 11/06/2023).
Meski demikian nyata terlihat dampak buruk dari peran ganda yang dilakoni perempuan, namun faktanya banyak perempuan yang ingin terus mengejar karir dengan dalih menunjukkan eksistensi diri, ingin mandiri, agar laki-laki tidak semena-mena pada wanita, dsb. Semua itu tentu buah pemikiran feminisme yang sejatinya membuat wanita keluar dari fitrahnya, dan menjadi mesin penghasil keuntungan bagi para kapitalis. Walaupun memang ada yang terpaksa bekerja karena faktor himpitan ekonomi.
Begitulah wajah sistem kapitalisme yang senantiasa berorientasi pada materi. Segala sesuatu dianggap obyek untuk mendapatkan materi/ keuntungan, tidak terkecuali perempuan. Jika pun ada keluarga yang kurang mampu, bukan bantuan yang diutamakan, tapi pemberdayaan. Terutama perempuan yang notabene bisa diberi upah lebih murah dibandingkan laki-laki, kapitalisme pun memanfaatkan kondisi tersebut dengan slogan pemberdayaan perempuan ala kapitalisme.
Perempuan Mulia dalam Islam
Dalam Islam tugas utama seorang perempuan adalah sebagai ‘ummu wa rabbatul bait’ atau ibu dan pengurus rumah. Dia harus mendedikasikan dirinya untuk melayani suami dan mendidik anak-anaknya dengan cara terbaik sesuai syariat Islam. card game e - dragon tiger live dealer Kewajiban mencari nafkah dalam Islam ada pada para suami atau laki-laki yang sudah dewasa yang menjadi kepala keluarga dalam satu keluarga. Oleh karenanya negara dalam sistem Islam akan memfasilitasi para kepala keluarga dan laki-laki yang sudah dewasa untuk bekerja sehingga mampu memenuhi kebutuhan keluarganya.
Namun, Islam juga tidak melarang perempuan untuk bekerja. Bekerja bagi perempuan hukumnya ‘mubah’ atau boleh. Dengan ketentuan tidak boleh mengesampingkan tugas utamanya sebagai ibu dan istri. Jika pun perempuan bekerja hanya semata untuk mengamalkan ilmu dan keahliannya.
Pengaturan Islam yang demikian bukan berarti Islam mengkerdilkan potensi perempuan. Terbukti banyak ilmuan muslimah yang lahir pada masa kejayaan Islam. Seperti, Fatimah al-Fihri, yang mendapatkan gelar “Umm al-Banayn”, beliau merupakan pendiri universitas pertama di dunia, yaitu Universitas Al-Qawariyyin. Kemudian, Mariam al-Asturlabi atau Al-‘Ijliyah binti Al-‘Ijliyy, beliau adalah pembuat atrolab pada abad ke-10 di Aleppo, Suriah. Penemuan tersebut merupakan cikal bakal google maps yang kita gunakan sekarang. Ada juga, Zaenab Syahda, salah seorang kaligrafer dari kalangan perempuan yang pernah dimiliki Islam. Selain seorang kaligrafer ia juga dikenal dengan pekerjannya di bidang hukum dan hadist. Dan masih banyak ilmuan muslimah yang lainnya.
Oleh karenanya, tidak benar jika dikatakan Islam mengerdilkan potensi perempuan. Justru Islam lah yang paling memuliakan perempuan, menjaga kehormatan perempuan, dan agar perempuan tidak keluar dari fitrah yang telah Allah tetapkan. Wallahu a’lam.
Oleh: Rizqa Fadlilah, S.kep
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru