Share ke media
Opini Publik

Perempuan Berdaya, Perempuan Sengsara

28 Oct 2024 04:28:41108 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : konde.co - ‘Percuma Sekolah Tinggi, Nanti ke Dapur Juga’: Stop Ungkapan Jadul untuk Perempuan - 9 Agustus 2023

Samarinda - Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah dalam mencapai kesetaraan dan keadilan gender (KKG). Pengarusutamaan gender (PUG) menjadi salah satu strategi untuk mencapai hal tersebut adalah dengan Pengarusutamaan gender (PUG).

Sebagai bentuk komitmen terhadap PUG tersebut, pemerintah pusat telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 yang menginstruksikan seluruh lembaga pemerintah di berbagai tingkatan untuk melaksanakan PUG dalam pembangunan. 

Kebijakan ini diikuti oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah.

Ketua PUG Samarinda, Ananta Fathurrozi, yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Baperida) Samarinda, dalam Koordinasi Strategi PUG/GEDSI Sinergisme Pentahelix Samarinda 2024 di Hotel Midtown, Senin (7/10/2024), menyampaikan bahwa komitmen Pemkot terhadap PUG sangat tinggi.

“Perda ini memastikan bahwa gender harus diintegrasikan dalam setiap tahapan pembangunan, dan tercermin dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah maupun perencanaan perangkat daerah.“ Lebih lanjut, ia menyebut bahwa visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Samarinda 2021-2026 adalah Terwujudnya Samarinda sebagai Kota Pusat Peradaban. (TribunKaltim.co, 7/10/2024)

Tipu Daya Perempuan Menjadi Penopang Ekonomi

Pemberdayaan perempuan selalu menjadi program andalan untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan. Dengan alasan untuk kesejahteraan, mereka terus di dorong agar menjadi penopang ekonomi. Sehingga Keterwakilan dan keterlibatan perempuan dalam ruang politik, seperti menjadi anggota legislatif dan eksekutif; dan ruang publik, seperti bekerja dan menjadi pemimpin lembaga/organisasi, kerap menjadi tolok ukur keberhasilan pemberdayaan perempuan.

Padahal pada nyatanya semua itu hanyalah tipu daya belaka dari para pengusungnya. Karena sesungguhnya penerapan ide kesetaraan dan keadilan gender justru menghasilkan kerusakan. Bagaimana tidak, di tengah masifnya kampanye kesetaraan dan pemberdayaan perempuan, masyarakat justru mendapati fakta menyedihkan akibat bablasnya kaum perempuan berkiprah di ranah publik.

Perempaun telah mengabaikan tugas utamanya sebagai pengatur dan pengurus rumah tangga. Sehingga kemandirian ekonomi yang dikejar hingga di miliki kerap memicu gejolak dalam rumah tangga. Akibatnya, institusi keluarga mengalami keguncangan, pendidikan anak terbengkalai, angka perceraian meningkat, dan timbul beragam masalah rumah tangga lainnya.

Keterwakilan perempuan di politik praktis pun ternyata menuai masalah. Faktanya, meski sudah banyak tokoh perempuan (meski belum mewaikili 30%) telah menduduki posisi strategis di tampuk pemerintahan, permasalahan perempuan tetap ada. Alih-alih berkurang, yang ada justru meningkat. Angka KDRT tetap tinggi, kekerasan seksual pun terus meningkat.

Di sisi lain, tidak sedikit perempuan yang gamang saat mereka mandiri secara ekonomi, tetapi kebahagiaan terasa jauh. Karena fitrah keperempuanan mereka tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan seakan menemui tembok penghalang.

Maka, kenyataannya perempuan tidak mungkin bisa menikmati kebahagiaan, ketenangan, dan terpenuhi hak-haknya dalam sistem kapitalisme-sekulerisme saat ini yang menjadi biang kerok timbulnya seluruh problematika umat hari ini. Termasuk perempuan. Jadi berdayanya perempuan dalam sistem kapitalisme hari ini, justru membuat mereka semakin sengsara.

Islam Mendorong Perempuan Untuk Berdaya

Islam sering dituding sebagai agama yang tidak memihak perempuan. Karena sebagian aturan-aturannya dianggap mengekang kebebasan kaum perempuan. Aturan-aturan Islam ‘klasik’ dianggap terlalu maskulin atau male-biased, cenderung bias gender. Menempatkan perempuan pada posisi nomor dua setelah kaum laki-laki.

Karenanya, aturan-aturan Islam dianggap tidak relevan dengan kondisi saat ini. Dianggap bertentangan dengan konsep kesetaraan. Namun nyatanya Islamlah yang membebaskan perempuan dari segala kezholiman dan kehinaan.

Sebelum datang Islam, seluruh umat manusia memandang hina kaum perempuan. Jangankan memuliakannya, menganggapnya sebagai manusia saja tidak. Orang-orang Yunani menganggap wanita sebagai sarana kesenangan saja. Orang-orang Romawi memberikan hak atas seorang ayah atau suami menjual anak perempuan atau istrinya. Orang-orang Arab ketika itu pun biasa mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup tanpa dosa dan kesalahan, hanya karena ia seorang perempuan.

Setelah sebelumnya orang-orang jahiliyah memandang perempuan sebagai musibah, Islam memandang perempuan adalah karunia Allah. Islam menjaga mereka dari segala hal yang dapat menodai kehormatannya, menjatuhkan wibawa dan merendahkan martabatnya. Bagai mutiara yang mahal harganya, Islam menempatkannya sebagai makhluk yang mulia yang harus dijaga. Oleh karena itu Islam datang untuk memperbaiki kondisi kaum perempuan. Mengangkat derajat mereka. Mengeluarkan mereka dari kehinaan. Membebaskan mereka dari kezholiman.

Suatu ketika, seseorang melukai kepala seorang budak perempuan dengan batu sampai terluka. Kemudian salah seorang sahabat Nabi SAW menanyai budak wanita tersebut, siapa yang berbuat demikian kejam terhadapnya. Ketika disebutkan nama seseorang yang memukulinya. Wanita tersebut menganggukkan kepalanya.

Kemudian, orang yang melukai budak wanita tersebut dihadapkan kepada Rasulullah, tetapi ia tidak mengakui perbuatannya sampai waktu yang cukup lama. Tetapi pada akhirnya, ia mengakui perbuatannya dan Rasulullah SAW memerintahkan sahabat untuk menghukum orang tersebut. 

Riwayat dari Anas RA di atas menunjukkan, betapa ajaran Islam sangat memuliakan wanita dengan menjadikannya manusia yang sama kedudukannya dengan laki-laki dalam setiap lini kehidupan, kecuali yang berhubungan dengan tugas, kewajiban, tanggung jawab, dan karier yang tidak sesuai dengan fitrahnya sebagai wanita.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Alquran, “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana,” (QS. at-Taubah [91]: 71)

Islam memberikan kemuliaan dan penghargaan yang tinggi kepada kaum perempuan. Sebagai contoh, Ummul Mukminin Aisyah RA banyak sekali meriwayatkan hadis yang disertai dengan penjelasannya. Aisyah sering berdiskusi dengan para sahabat Nabi SAW. Beliau juga termasuk yang menjadi salah satu sumber rujukan untuk memahami wahyu dan sunah Nabi.

Terkait masalah ekonomi, seorang wanita berhak memiliki harta benda dan menafkahkannya sesuai dengan keinginannya. Tidak seorang pun berhak memaksanya untuk menafkahkan hartanya. Termasuk kerabat dekat dan suaminya sekalipun.

Termasuk memilih pendamping hidup, seorang wanita berhak menolak ketika akan dinikahkan oleh walinya apabila dilakukan tanpa seizinnya. Rasulullah SAW bersabda, “Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya. Seorang perawan dimintakan izin darinya (ketika hendak dinikahkan), sedangkan pertanda izinnya adalah diamnya.”

Begitulah Islam memposisikan sosok perempuan, sebagai manusia yang sama kedudukannya dengan laki-laki. Dia adalah sosok ibu, saudara perempuan, anak perempuan, dan istri yang harus dihormati dan dihargai keberadaannya.

Bersyukurlah, karena pada saat ini masih ada perempuan-perempuan yang sadar dan menjalani kehidupan dengan nilai-nilai Islami. Bangga menjadi seorang ibu rumah tangga, melahirkan generasi penerus, merawat dan mendidik anak-anaknya untuk menjadi generasi yang sholih/sholihah. Juga senantiasa menjalankan kewajibannya dalam berdakwah pada masyarakat, mencerdaskan para perempuan dan menggugah mereka untuk menjadi peletak dasar dalam perubahan menuju masyarakat Islami.

Dengan memahami Islam, maka akan membuat mereka jauh dari pemahaman sekuler yang penuh kebebasan dan materialisme. Mereka akan menjadikan dirinya wanita muslimah mulia disaat gulita, yang membawa obor cahaya yang senanatiasa menerangi sekelilingnya.

Sejarah mencatat ketika Islam berjaya, para perempuan mengalami kemajuan yang luar biasa, dalam hal ini mereka tetap berdaya meskipun mereka tidak perlu menyetarakan perannya dengan laki-laki. Islam melindungi harkat dan martabat para wanita.

Oleh karena itu, peran perempuan sangatlah penting untuk memperjuangkan kembali kehidupan Islam yang dulu pernah berjaya. Karena hanya Islam yang memuliakan perempuan dan semua itu hanya bisa terwujud ketika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bernegara dan berbangsa.

Wallahua’lam bisshowab

Oleh : Meltalia Tumanduk, S.Pi (Pemerhati Masalah Sosial)