Samarinda - Viral! Diberbagai media sosial tengah ramai oleh unggahan poster berlatar biru dengan gambar garuda Pancasila yang bertuliskan “peringatan darurat”. Unggahan tersebut merupakan peringatan darurat atas kondisi politik Indonesia yang kacau pasca Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan merevisi UU yang terkait dengan syarat calon kepala daerah pada Pilkada 2024. Atas kejadian ini, berbagai seruan aksi protes menolak Revisi UU tersebut.
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Mahasiswa Kalimantan Timur Bergerak (MAKARA) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gerbang Universitas Mulawarman, Jalan M. Yamin, Samarinda, Kamis (22/8).
Mereka turun ke jalan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikhawatirkan dapat dibatalkan oleh revisi Undang-Undang Pilkada yang saat ini sedang dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. (https://mediakaltim.com/mahasiswa-kaltim-bergerak-tolak-revisi-uu-pilkada-di-depan-gerbang-unmul/).
Koordinator Lapangan dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMK), serta Aliansi Masyarakat Penyelamat Demokrasi, Hendrikus menyampaikan sejumlah tuntutan yang diklaim krusial. Antara lain menolak Revisi UU Pilkada, kemudian meminta Presiden untuk mengawal dan menyepakati putusan Mahkamah Konstitusi (MK). (https://kaltim.tribunnews.com/2024/08/23/alasan-mahasiswa-balikpapan-demonstrasi-kawal-putusan-mk-meski-revisi-uu-pilkada-dibatalkan-dpr).
Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap revisi UU Pilkada yang dinilai merugikan demokrasi dan memperkuat oligarki politik. Akademisi hukum tata negara dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menyatakan bahwa gerakan mahasiswa ini didasari oleh keresahan kolektif atas kondisi bangsa saat ini. (https://www.antaranews.com/berita/4279887/segenap-akademisi-mahasiswa-kaltim-bergerak-tolak-revisi-uu-pilkada).
Dari sini, apakah kita masih percaya dengan slogan demokrasi yang katanya dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat? Sayangnya ini hanyalah jargon saja. Demokrasi hanya syarat untuk kepentingan oleh segelintir orang.
Aturan diutak atik dengan seenaknya untuk memuluskan kepentingan dan manfaat yang akan diperoleh. Wajar kita saksikan banyak pertentangan dari aturan yang dibuat.
Melihat hal tersebut, Mahasiswa Kaltim pun mulai ikut demo karena telah sadar akan kebobrokan penguasa hari ini, terjadilah pergerakan dengan tuntunan perubahan. Tetapi menjadi pertanyaan, jika kita menginginkan perubahan tentu seharusnya tidak berharap lagi atau memperbaiki demokrasi? Kenyataannya suara rakyat tak didengar kebijakan yang dibuat pun tak memihak pada rakyat. Jadi harus ada solusi dapat membawa pada perubahan hakiki.
Dalam pandangan Islam, Demokrasi adalah sistem batil (salah). Kebatilan demokrasi dapat kita lihat dari kedaulatan serta kekuasaan berada ditangan rakyat. Konsep ini batil karena manusia sangat lemah, terbatas dan dipengaruhi oleh hawa nafsunya sehingga tidak akan pernah mampu menjadi pembuat hukum dan aturan bagi dirinya sendiri, apalagi bagi masyarakat dan negara.
Manusia juga lemah dalam menilai suatu baik/ buruk maupun terpuji/tercela . Bisa jadi manusia menilai sesuatu itu buruk, namun itu adalah baik dalam pandangan Allah, demikian juga sebaliknya.
Walhasil, yang berhak membuat hukum (Al-Hakim) hanyalah Allah Taala. Allah adalah Al-Mudabbir, Sang Maha Pembuat aturan. Allah Swt. berfirman, “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (QS Al-An’am: 57).
Manusia juga harus tunduk patuh pada semua hukum dan aturan Allah, sebagaimana firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kafah (keseluruhan), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208).
Kebatilan selanjutnya bahwa rakyat adalah sumber kekuasaan. Sebabnya, konsep ini memberikan kekuasaan kepada seseorang (penguasa) untuk menjalankan hukum dan aturan yang dibuat oleh manusia. Padahal, penguasa seharusnya dipilih rakyat untuk menerapkan hukum yang dibuat Al-Hakim, yakni Allah Taala, bukan hukum buatan manusia.
Walhasil penguasa dalam sistem Islam tidak akan mengutak atik kekuasaan untuk kepentingan pribadi apalagi kepentingan keluarga. Hal ini karena pemimpin dalam Islam adalah orang yang bertakwa sehingga ia takut akan azab Allah jika ia mengkhianati amanah kekuasaan yang diembannya.
Disamping itu pula, peran rakyat sangat penting untuk mengontrol dan mengawasi penguasa atas jalannya kepemerintahan. Mekanismenya dengan cara pengaduan disampaikan ke wakil umat, dari wakil umat langsung menyampaikan ke khalifah. Jadi jelas Islam dengan seperangkat aturannya yang mampu menjawab berbagai persoalan hidup. Demokrasi sudah nampak nyata kebobrokannya. Oleh karena itu kita harus tolak demokrasi. Kalau bukan dengan Islam, sistem mana lagi yang bisa diharapkan membawa perubahan hakiki?
Wallahu a’lam bish shawab
Oleh: Devi Ramaddani (Aktivis Muslimah)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru