Digitalnews - Sangatta - Basti Sangga Langi, anggota DPRD Kutai Timur, menyoroti perpecahan yang terjadi dalam aksi protes buruh di Kutai Timur, yang terbagi menjadi dua acara yang berbeda, satu di Bukit Pelangi dan satu lagi di Polder Sangatta Kutim.
Meskipun tujuan dari kedua aksi tersebut sama, yaitu menolak Undang-Undang Omnibus Law dan menuntut upah yang layak, adanya perpecahan tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai koordinasi dalam aliansi buruh.
“Sorotan utama kita seharusnya pada penolakan terhadap Undang-Undang Omnibus Law, namun perpecahan dalam aksi protes seperti ini memperlihatkan adanya ketidakseimbangan dalam koordinasi,” ujar Basti Sangga Langi (1/5/2024) lalu.
Meskipun demikian, Basti juga menyampaikan bahwa sebagai anggota DPRD Kutai Timur, kewenangannya terbatas dalam hal mencabut UU Omnibus Law, yang merupakan wewenang DPR RI.
Ia menyarankan agar jika ingin membuat petisi, hal tersebut sebaiknya dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan, seperti Bupati atau Ketua DPR.
“Mencabut UU Omnibus Law memang bukan kewenangan kita di DPRD Kutai Timur. Jika ingin membuat petisi, sebaiknya dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan, seperti Bupati atau Ketua DPR yang dapat menindaklanjuti lebih lanjut,” jelasnya.
Basti juga menyoroti pentingnya kesatuan dalam tindakan protes, serta menekankan bahwa pesan utama dari aksi tersebut harus tetap fokus pada penolakan terhadap UU Omnibus Law dan tuntutan untuk upah yang layak bagi para buruh.
“Kita berharap bahwa pihak terkait dapat menemukan cara untuk memperkuat koordinasi dan kesatuan dalam perjuangan bersama menolak kebijakan yang dianggap merugikan oleh sebagian besar buruh,” pungkasnya.ADV
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru