Samarinda - Mengutip dari laman Kaltimpost.id, jumlah pengangguran di Kaltim pada Februari 2024 ini, mengalami penurunan dari Februari 2023.Tercatat sebanyak 123.058 orang pengangguran di Kaltim. Menurun sebesar 6,12 persen atau 7.535 orang.
Namun ditengah itu, Tingginya tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi saat ini, tidak tercatat spesifik oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang bertanggung jawab untuk melakukan survei statistik ini, hanya mendata ketenagakerjaan untuk angka pengangguran. Sehingga tidak melakukan pendataan secara spesifik terkait jumlah PHK.
Kepala BPS Kaltim Yusniar Juliana menerangkan, salah satu faktor penyebab peningkatan pengangguran adalah ketika adanya PHK oleh perusahan. (kaltimpost.jawapos.com)
Meski telah terjadi penurunan pengangguran seperti yang tertera diatas, angka pengangguran masihlah terhitung tinggi, ditambah lagi fakta jumlah PHK yang tidak terhitung didalam data. Dapat kita simpulkan bahwa data yang tercatat nyatanya tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di lapangan.
Meskipun negara sudah berupaya untuk mengurangi angka pengangguran, tapi usaha itu tidak mampu memberikan dampak perubahan yang besar karena solusi yang dihasilkan tidak berhasil menyentuh akar permasalahan.
Sebab solusinya diambil dari sistem yang merugikan rakyat dan menguntungkan pala oligarki yakni kapitalis-sekuler, yang dianut negara saat ini mengarahkan negara untuk menyerahkan pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) kepada industri swasta dan asing.
Lowongan pekerjaan saat ini yang dikuasi oleh industri swasta/asing tersebut hanya fokus untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya demi kantong pribadi sendiri. Sehingga mereka hanya akan membuka lapangan pekerjaan saat terdesak mebutuhkan tenaga kerja lokal saja, mereka bahkan akan mengurangi tenaga kerja sebisa mungkin demi meraup keuntungan yang lebih besar sesuai dengan prinsip ekonomi ala kapitalis.
Mereka cenderung mencari tenaga kerja dengan harga murah atau lebih memilih TKA (Tenaga Kerja Asing) yang dinilai lebih ber-skill dan berpotensi memberikan lebih banyak keuntungan. Sehingga kesempatan rakyat semakin menipis dalam mendapatkan pekerjaan.
Inilah yang terjadi jika yang harusnya menjadi tanggung jawab dan dikelola sendiri oleh negara malah dialihkan kan kepada swasta/asing.
Dalam hal ini seharusnya negaralah yang mengelola sendiri untuk menciptakan lapangan pekerjaan, bukan diserahkan begitu saja pada swasta/asing. Jika terus berlanjut seperti ini, meski negara mengklaim mereka sudah berusaha mengurangi angka pengangguran tetap tidak akan mencapai titik yang diinginkan.
Dalam Islam, adalah kewajiban negara untuk memperhatikan persoalan masyarakatnya tidak hanya membukakan lapangan pekerjaan, tapi juga dengan sistem pendidikan yang menciptakan skill sehingga tidak sekedar menjadi buruh kasar saja.
Sesuai sabda Rasulullah SAW, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin rakyatnya, akan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinya”. (HR. Bukhari)
Ketersediaan lapangan pekerjaan yang mumpuni bisa saja didapatkan jika negara menerapkan sistem Islam, sebab lapangan pekerjaan merupakan kebutuhan dasar publik dan Islam mewajibkan negara bertanggung jawab atasnya.
Atas amanah yang dipegangnya, negara akan memahami kebutuhan rakyatnya dan kewajiban bekerja terutama untuk laki-laki sebagai kepala keluarga yang mencari nafkah, sehingga negara dalam sistem Islam akan bersungguh-sungguh mencari solusi agar setiap orang mendapatkan pekerjaan. Negara tidak akan membiarkan terbukanya celah ekonomi non-riil yang akan mematikan perekonomian seperti pasar saham, investasi ribawi, dan lainnya.
Islam memiliki konsep problem solving yang akan mewajibkan negara membangun ekonomi riil dibidang barang dan jasa, seperti pertanian, perdagangan, dan sebagainya. Sehingga negara akan mengelola sendiri SDA negeri sendiri dan melarang penyerahan pengelolaan SDA pada swasta/asing, sebab SDA sejatinya adalah bersifat kepemilikan umum (milik rakyat) yang tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Negara yang menganut sistem Islam akan menempuh jalan untuk membuka lapangan pekerja, misalnya saja dengan membangun industri alat-alat yang akan membutuhkan banyak pekerja, industri ini pula juga akan membuka peluang untuk industri-industri yang lain pula.
Selain itu negara juga akan memberikan iqtha’ (tanah negara yang diberikan oleh negara kepada rakyat untuk dikelola) kepada orang yang memiliki keterampilan untuk mengelola tanah namun tidak memiliki lahan. Jika ada lagi orang yang memiliki lahan dan keterampilan tapi tidak memiliki modal yang cukup, maka negara akan memberikan dorongan dengan subsidi atau bantuan modal sesuai yang dibutuhkan, dan jikalau ada yang ingin berusaha namun tidak memiliki keterampilan maka negara akan menyediakan program atau pelatihan untuk membentuk skill, melalui sistem pendidikan Islam.
Pendidikan dengan sistem yang mumpuni akan dibangun, tidak hanya untuk mencerdaskan dan menciptakan skill saja, tapi juga membangun karakter ‘apik’ yang berilmu dan bertakwa.
Solusi yang komprehensif ini hanya mungkin didapatkan dalam sistem Islam, sebab tidak mungkin kita mendapatkan nya pada sistem Sekuler-Kapitalis saat ini yang justru adalah sumber permasalahan. Wallahu A’lam Biashowab.
Oleh: Cahya Wulan Ningsih
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru