Samarinda - Aksi pengepungan dan angkut paksa yang dilakukan mahasiwa Aceh terhadap pengungsi Rohingya pada Desember lalu sempat mencuri perhatian dunia. Para mahasiswa mengangkut paksa pengungsi Rohingya dari basemen Balai Meseuraya Aceh (BMA), Kota Banda Aceh. Aksi ini mendapat sorotan dari sejumlah kantor berita internasional. Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York turut memberikan respon melalui kantor berita resminya, News.un.org, PBB menyatakan aksi mahasiswa Aceh tersebut terjadi karena mereka telah terpapar hoaks dari media sosial yang berisi ujaran kebencian terhadap para pengungsi (serambinews.com, 10/01/2024).
Merespon aksi tersebut, Badan PBB urusan pengungsi (UNHCR) menyatakan bahwa pihaknya sangat terganggu melihat serangan massa mahasiswa di lokasi penampungan pengungsi di Banda Aceh tersebut. Ulama Aceh pimpinan Dayah Thalibul Huda, Abi Hasbi Albayuni pun turut memberikan suaranya, beliau meminta kepada masyarakat agar menghentikan suara penolakan terhadap pengungsi Rohingya. Serta mengajak masyarakat untuk bersama-sama membantu para pengungsi atas dasar kemanusiaan dan keimanan (serambinews.com, 10/01/2024).
Abi Hasbi juga meminta pemerintah untuk segera merelokasi para pengungsi yang berada di basement Balai Meseuraya Aceh (BMA) ke tempat yang lebih layak. Menurutnya, basement tersebut sangat tidak layak untuk ditempati oleh 137 orang pengungsi yang didominasi oleh perempuan dan anak-anak (serambinews.com, 10/01/2024).
Pro-Kontra Rohingya
Kasus terdamparnya muslim Rohingya di beberapa wilayah di Indonesia menjadikan masyarakat terbelah mejadi dua kelompok pro dan kontra terhadap keberadaan mereka. Hingga saat ini ada 1.648 warga Rohingya di delapan penampungan di Aceh. Banyak faktor yang menjadi latar belakang perpecahan pendapat ini. Faktor paling dominan adalah tersebarnya berita hoaks di media sosial yang mencitra burukkan pengungsi Rohingya.
Berbagai tuduhan mereka lontarkan, mulai dari sikap pengungsi yang buruk, seperti suka membuang makanan hingga buang air sembarangan. Bahkan ada yang menyebarkan argumen bahwa mereka adalah pengungsi settingan, yang sengaja dikirim ke Indonesia untuk memecah belah dan merebut wilayah Indonesia layaknya kaum yahudi zionis di Palestina. Mereka berpendapat bahwa sikap muslim Rohingya tidak mencerminkan muslim sejati yang rela berjihad mempertahankan tanah air sebagaimana muslim Palestina.
Berbagai hoaks tersebut disebarkan melalui akun-akun anonim atau akun palsu. Akun media sosial UNHCR pun beberapa kali telah dipalasukan. Salah satu hoaks yang disebarkan oleh akun UNHCR palsu itu menyampaikan harapan agar pengungsi Rohingya bisa diterima masyarakat Indonesia, dan pemerintah bisa memberikan rumah, makan, dan juga KTP. Namun Organisasi PBB sudah menyatakan bahwa informasi tersebut adalah hoaks. Dan meminta masyarakat untuk berhati-hati dalam menerima informasi karena banyak bertebaran akun-akun palsu yang menyebarkan hoaks (detiknews.com, 9/12/2023).
Alih-alih memperhatikan berita palsu, seharusnya kaum muslim fokus kepada akar permasalahan yang menyebabkan muslim Rohingya mengungsi ke luar negaranya. Apalagi sampai terprovokasi oleh berita hoaks sehingga memusuhi saudara sesama muslim dan mengabaikan ajaran Islam untuk menolong saudara seiman.
Penindasan terhadap kaum muslim tidak hanya dialami oleh etnis rohingya, tetapi juga dialami kaum muslim di negeri-negeri lain. Seperti kaum muslim di Suriah yang saat ini terpaksa mengungsi ke 126 negara, akibat kekejaman yang dilakukan rezim Bashar Assad di Suriah. Kaum muslim Afaganistan yang juga melarikan diri keluar negeri akibat perang yang diciptakan oleh Amerika Serikat di negara mereka. Kaum muslim Sudan Selatan yang mengungsi karena perang saudara. Juga kaum muslim palestina yang sampai saat ini terus dibombardir oleh zionis yahudi Israel.
Setidaknya ada dua penyebab utama yang harus dituntaskan dalam persoalan penindasan kaum muslim. Pertama, menghapus sekat-sekat nasionalisme yang menghalangi kaum muslim untuk memberikan pertolongan kepada sesama muslim lainnya. Paham nasionalisme pula lah yang memicu lahirnya xenofobia atau kebencian terhadap orang asing’ bangsa lain. Kedua, mambangun kembali pelindung bagi kaum muslim. Karena sudah terbukti organisasi pemersatu dan perdamaian dunia, seperti PBB telah gagal mencegah perang dan genosida serta menjamin keamanan bagi kaum muslim. Maka, hanya ada satu hal yang bisa benar-benar melindungi kaum muslim dari segala penindasan, yaitu negara yang mempersatukan seluruh umat muslim di dunia dengan satu kepemimpinan dan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh atau biasa disebut ‘Khilafah’.
Kekuatan Persatuan Islam
Dalam hal persatuan umat muslim, Rasulullah saw pernah bersabda:
“Perumpamaan kaum mukmin dalam hal saling mencintai dan saling menyantuni adalah laksana satu tubuh. Jika satu bagian dari tubuh itu menderita sakit maka seluruh badan turut merasakan sakitnya dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim)
Akan tetapi kekuatan persatuan itu tidak lagi dapat kita rasakan. Sekat-sekat nasionalisme yang dibangun oleh Barat telah mengikis rasa persaudaraan diantara umat muslim. Bahkan justru memunculkan kebencian kepada suadara seiman yang tidak satu bangsa, sebagaimana yang dialami muslim Rohingya. Dengan adanya hoaks yang disebar, sesama orang muslim pun tega mengusirnya. Ditambah lagi sikap individualis bentukan sistem kapitalisme, menjadikan masyarakat minim rasa empati untuk menolong saudara seiman yang kesusahan.
Padahal dahulu umat Islam pernah bersatu dalam satu kepemimpinan hingga 13 abad lamanya. Di bawah naungan Daulah Khilafah umat Islam memimpin peradaban dunia, menjadi pusat berkembangnya ilmu pengetahuan, negaranya disegani dan tentaranya ditakuti. Jangankan merebut wilayah atau menindas etnis tertentu dalam wilayah Daulah, jika ada satu orang saja yang terdzalimi khalifah akan bertindak tegas.
Sebagai mana kisah masyhur pada masa kepemimpinan khalifah Al-Mu’thasim dari Khilafah Bani Abbasiyah. Dikisahkan ada seorang budak muslimah keturunan bani Hasyim yang dilecehkan oleh kaum Romawi. Ketika kabar ini terdengar oleh khalifah Al-Mu’thasim, seketika itu beliau menerjunkan puluhan ribu pasukannya untuk menyerang Kota Ammuriah. Dan pada akhirnya tidak hanya berhasil membebaskan muslimah tadi, akan tetapi juga berhasil membebaskan Kota Ammuriyah dari tangan Romawi.
Maka jelaslah, hanya dengan kekuatan persatuan itu darah dan kehormatan umat Islam akan terjaga di manapun mereka berada.
Wallahu a’lam.
Oleh: Rizqa Fadlilah, S.Kep
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru