Media digital saat ini terus mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam hal inovasi. Berbagai informasi mengalir dengan sangat deras setiap harinya. Kemajuan teknologi ini, bak pedang bermata dua, disatu sisi ia menawarkan kemudahan yang luar biasa, namun di sisi yang lain menyimpan peluang kerusakan yang sangat dahsyat.
Seperti yang terjadi baru-baru ini di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim). Kota yang dijuluki “Kota Madinah dengan gelar Kota Beriman” tersebut dibuat resah dengan ditemukannya akun group Facebook kumpulan LGBT, yakni PIN gay Balikpapan. Ironisnya, tercatat ada 2.941 member dalam akun group Facebook itu. (Tribunkaltim.co, 9/10/18).
Sebelumnya ada Pandu Dharma Wicaksono (22) divonis 12 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kaltim. Pemuda ini dianggap terbukti melakukan kekerasan seksual kepada 9 anak lelaki di bawah umur sepanjang tahun 2013 selama ia menjabat presiden “Green Generation”, sebuah organisasi lingkungan untuk remaja. (Antaranews.com, 19/9/18).
Isu keberadaan kaum pelangi ini bak bola salju yang terus menggelinding dan membesar. Dari tahun ke tahun jumlah pengikutnya semakin meningkat. Peningkatan itu terjadi karena mereka lebih membuka diri dan mengaku bahwa gaya hidup kaum Nabi Luth tersebut adalah pilihan hidup mereka dan tidak mengganggu orang lain.
Keberadaan merekapun kini telah merasuki dunia maya (Dumay) melalui beragam fasilitas yang disediakan media sosial (Medsos), tak heran jika berbagai situs dan group yang sempat menghebohkan masyarakat sehingga mendapatkan surat elektronik dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang meminta group facebook tersebut diblokir.
Khabar terkini menyebutkan, Keminfo telah memblokir akun group LGBT di Facebook Kamis, 11 Oktober 2018, perilaku tersebut masuk dalam kategori pornografi dengan mengacu pada UU No 44 Tahun 2008 adalah konten yang secara eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak.
Untuk diketahui, hingga awal Oktober ini, Kementerian Kominfo telah melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 890 ribu website yang melanggar undang-undang, 80 persen di antaranya adalah website pornografi (Kominfo.co.id). Fakta terkini yang sangat mencengangkan dalam sistem sekulerisme, yang telah mencekoki liberalisasi pada segala lini aspek kehidupan sosial masyarakat kita, dengan dalih kebebasan, menyebabkan terjadinya dekadensi moral secara besar-besaran.
Akibat penggunaan Medsos di Dumay yang kebablasan, hingga melahirkan pergaulan bebas sebagai peradaban baru yang rusak. Media digital yang sarat akan budaya asing telah menjadi pintu masuk kaum pelangi dan sangat merusak moral generasi.
Sebagai bukti, para penikmat Medsos dan Dumay (secara sadar atau tidak) telah mengeksploitasi materi seksualitas diri mereka sendiri baik dalam bentuk foto dan video yang pada akhirnya membuka peluang bagi para pelaku eksploitasi dan kekerasan seksual. Termasuk didalamnya promosi nilai-nilai kebebasan seperti LGBT oleh para raksasa digital yang jelas berdampak negatif pada generasi muda Muslim, karena akan membawa generasi umat manusia pada ambang kepunahan, menyebarkan wabah penyakit dan mengakibatkan depopulasi manusia.
Islam telah memiliki solusi tuntas dalam menyelamatkan generasi dari kerusakan moral dan penyimpangan seksual. Baik pengelolaan interaksi melalui dunia nyata maupun Dumay.
Dan sesungguhnya, Allah telah menegaskan bahwa fitrah manusia diciptakan dengan dua jenis, laki (dzakar) dan perempuan (untsa) (Q.s. al-Hujurat: 13).
Allah pun memberikan masing-masing syahwat kepada lawan jenisnya (Q.s. Ali ‘Imran: 14).
Karena itu, Allah menetapkan bahwa mereka dijadikan hidup berpasangan dengan sesama manusia, pria dengan wanita. Tujuannya, agar nalurinya terpenuhi, sehingga hidupnya sakinah, mawaddah wa rahmah (Q.s. ar-Rum: 21).
Dari pasangan ini, kemudian lahir keturunan yang banyak, sehingga eksistensi manusia tidak punah (Q.s. an-Nisa’: 1).
Itulah mengapa Allah mengharamkan zina, apalagi pernikahan sesama jenis. Karena itu, baik zina maupun sodomi, dan sejenisnya diharamkan dengan tegas. Pelakunya pun sama-sama dihukum dengan hukuman keras.
Oleh karena itu orang tua paling bertanggung jawab dalam menanamkan akidah pada pergaulan anak-anaknya. Masyarakat berfungsi sebagai pengotrol sosial dan sekali-kali tidak ada toleransi bagi perilaku LGBT, dan negara sebagai pelaksana peraturan yang ada dengan memberikan sanksi yang tegas yaitu hukum mati bagi para pelaku eljibiti. Sedangkan dalam pengelolaan media, negara seharusnya memiliki akses mutlak dalam menyaring konten digital yang akan dikonsumsi umat.
Upaya pencegahan dilakukan dengan memblokir situs-situs yang merusak akhlak, khususnya yang berbau pornografi, pornoaksi, LGBT, kekerasan dan berita bohong. Selain itu, umat harus diedukasi agar berlaku bijak dalam bermedia sosial. Orang tua dan masyarakat lagi-lagi dituntut untuk mendampingi para generasi yang akan mengakses internet. Hendaknya mereka menggunakan media digital hanya untuk mengakses informasi, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terpenting, memanfaatkan media sebagai sarana dakwah. Dengan cara seperti inilah bahaya sekulerisasi media digital bagi generasi dapat dihindari. Dalam waktu yang sama prilaku kaum eljibiti pun akan tereleminasi dengan sendirinya. Tentu hal ini perlu melibatkan semua pihak dalam rangka menyelamatkan putra dan putri. Dan penerapan Islam kaffah adalah solusi. Wallahu a’lam bisshawab *(red/dr)
Kontributor / Ditulis oleh :
Ita Wahyuni, S. Pd. I (Pemerhati Masalah Sosial Masyarakat)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru