Samarinda - Sampai saat ini negera kita Indonesia sedang tidak baik-baik saja terutama bagi anak dan perempuan. bagaimana tidak, mereka sekedar untuk mendapatkan keamanan sepertinya sangat sulit sekali. Masih saja selalu menjadi sasaran empuk tindak kejahatan seperti kekerasan seksual. Bahkan kini kasusnya cenderung terus mengalami peningkatan.
Tercatat pada awal tahun 2024, terdapat 240 kasus terlapor soal kasus kekerasan perempuan dan anak di Samarinda. Hal ini menyita perhatian Deni Hakim Anwar selaku Anggota DPRD Samarinda akibat tingginya angka kekerasan tersebut berdasarkan data dari Disdikbud (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) Samarinda.
Sekretaris Komisi IV DPRD Samarinda tersebut juga menegaskan bahwa kurangnya inisiatif preventif (pencegahan) menjadi penyebab lonjakan kasus tersebut. (https://kaltimtoday.co/ada-240-kasus-kekerasan-perempuan-dan-anak-terlapor-di-samarinda-awal-2024-ini-cara-lapor-lewat-online).
Fakta ini merupakan fenomena bagaikan gunung es. Data tersebut hanyalah data yang terlapor saja, sementara data yang tidak terlapor bisa saja lebih besar lagi. Padahal berbagai kebijakan telah dibuat oleh pemerintah untuk melindungi perempuan dan anak tapi faktanya tetap saja mereka menjadi pihak yang tidak terpedaya.
Jika kita telisik, kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak. Tidak terlepas dari sistem kehidupan kita hari ini yang meninggalkan aturan Sang Pencipta. Tak ada ruang aman dan nyaman bagi perempuan dan anak. Dengan banyaknya kasus yang menimpa mereka menunjukkan bahwa hukum di negara ini mandul. Karena tidak bisa menyelesaikan permasalahan dengan tuntas sampai ke akar-akarnya.
Terlebih, negara dalam sistem sekuler kapitalisme sangat lemah dalam memperhatikan urusan rakyatnya, bahkan keamanan bagi rakyatnya pun tidak mampu diberikan oleh negara. Akhirnya rakyat harus melindungi dirinya sendiri dan keluarganya.
Menyebabkan masalah ini terus bergulir ibarat bom waktu yang kapan pun akan bisa meledak. Parahnya, hukum di sistem sekuler tidak mampu memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku tindak kejahatan agar kejadian serupa tak berulang. Akibat sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan dan mengandalkan akal manusia dalam memutuskan semua perkara. Padahal akal manusia itu sifatnya terbatas dan lemah sehingga produk hukum yang terlahirpun akan cacat dan lemah sehingga tidak mampu menyelesaikan persoalan.
Apa yang terjadi pada perempuan dan anak-anak dalam sistem ini sangat kontras sekali dengan apa yang terjadi jika Islam diterapkan ditengah-tengah kita. Yang mana negara dalam pandangan Islam mempunyai peran utama dalam melindungi perempuan dan anak. Karena negara mampu melakukan perlindungan hakiki dengan seperangkat aturannya. Perempuan dan anak di dalam Islam harus dimuliakan dan dijaga martabat dan kehormatannya. Islam mengharamkan segala bentuk kekerasan dan penindasan. Untuk itulah Allah Taala memberikan aturan dan surport sistem untuk menjaga mereka dari kekerasan.
Ada tiga pokok utama dalam upaya menjaga ragam kekerasan. Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Ketakwaan akan mendorong setiap anggota keluarga senantiasa terikat dengan seluruh aturan Islam. Hal ini jelas akan membentengi setiap anggota keluarga dari melakukan kemaksiatan dan tindak kejahatan.
Kedua, kontrol dan pengawasan masyarakat dengan dakwah amar nahi mungkar. Jika peran masyarakat berfungsi optimal, tidak akan ada kemaksiatan karena masyarakat membiasakan diri untuk peduli dan saling menasihati. Seperti hadist Rasulullah Saw sebagai berikut, “Siapa saja yang menyaksikan kemungkaran, hendaknya ia mengubah kemungkaran itu dengan tangan (kekuasaan)-nya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, dengan hatinya. Hal demikian adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim).
Ketiga, fungsi negara sebagai penjaga dan pelindung generasi dari berbagai kerusakan harus menyeluruh. Negara harus melarang segala hal yang merusak, seperti tontonan berbau sekuler dan liberal, media porno, dan kemaksiatan dan kejahatan di masyarakat. Semua ini menjadi tanggung jawab Negara. Dan Negara sebagai penyelenggara pendidikan, maka tidak boleh ada kepentingan bisnis dalam menyelenggarakan sistem pendidikan. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas.
Di samping itu, Islam pun akan memberikan sanksi tegas kepada siapa saja yang terbukti melanggar syariat. Bentuk dan jenis sanksi ini ditetapkan sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukan. Tentunya, sanksi dan hukuman ini bisa bersifat sebagai pencegahan sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku maupun orang lain.
Sudah tampak jelas bahwa kemuliaan, kehormatan, harkat dan martabat kaum perempuan dan anak hanya bisa dipelihara dan dijaga melalui penerapan syariah Islam. Hanya sistem Islam sajalah yang mampu melakukan perlindungan hakiki dengan seperangkat aturannya. Wallahu a’lam bish shawab.
Oleh: Devi Ramaddani (Aktivis Muslimah)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru