Share ke media
Populer

Selamat Kaltim Mendapat Harmony Award

15 Jan 2019 07:00:14818 Dibaca
No Photo
Tampak Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi, bersama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sesaat acara pemberian Harmoni Award Kerukunan Umat Beragama kepada enam kepala daerah dan enam pimpinan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), di Jakarta, Kamis (03/01/2019)

Kaltim dinobatkan sebagai salah satu daerah yang kehidupan keagamaannya paling rukun pada awal pekan tahun baru 2019. Selain Kaltim, Kementerian Agama juga menobatkan Kalimantan Utara dan Sulawesi Barat sebagai daerah dengan kehidupan keagamaan paling rukun. 

Harmony award diterima Wakil Gubernur Kaltim H. Hadi Mulyadi pada upacara puncak Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama ke-73 yang digelar di kantor Kemenag RI Jakarta, Kamis (3/1/2019). Dalam rangka mengapresiasi sumbangsih dan kontribusi daerah dalam pembangunan kehidupan dan kerukunan umat beragama, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan Harmony Award ini. 

Ada tiga kriteria yang digunakan untuk memberikan penghargaan. Pertama, hasil penelitian Balitbang Kementerian Agama tentang index kerukunan. Kedua, hasil penelurusuran berita di media tentang progam pembinaan kerukunan yang dilakukan di daerah. Ketiga, kajian atas ada dan tidaknya kasus-kasus intoleransi di daerah tersebut. 

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB), Saefudidin berkata “Kami membaca dan mendalami, apakah di suatu daerah ada kasus intoleransi atau justru kasus kerjasama. Jika terjadi kasus intoleransi, tentu skornya menjadi rendah”.(bisnis.com,3/1/2019).

Peringatan HAB Kemenag juga berlangsung di Kutai Kartanegara, Tenggarong. Pada perayaan tersebut Plt Bupati Kukar Edi Damansyah membacakan sambutan tertulis Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin, “melalui peringatan Hari Amal Bakti Kementerian Agama, kita diingatkan kembali arti pentingnya jaminan hak beragama dalam pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.” Plt Bupati menyebutkan, dalam negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, bukan hanya jaminan untuk mengamalkan ajaran agama dilindungi negara, bahkan kebijakan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ajaran dan kaidah agama. (KutaikartanegaraNews.com,4/1/2019). 

Tentu kita bangga sebagai warga Kaltim mendapat penghargaan sebagai salah satu dari tiga daerah yang paling rukun kehidupan beragamanya. Toleransi dan kerjasama antar umat beragama terjalin dengan baik. Penghargaan Harmony Award ini hendaknya terus direalisasikan, bukti nyata bahwa Kaltim memang pantas mendapatkannya. Namun, perlu kita perhatikan dan sadari bahwa kerukunan beragama dan toleransi antar umat beragama jangan sampai kebablasan. Toleransi tetap ada batasan, khususnya umat Islam muamalah di tengah masyarakat dilakukan dengan batasan-batasan syariat. Jangan sampai mencampuradukkan akidah dan menyamakan semua agama. 

Toleransi kebablasan akan berakibat pembiaran terhadap maksiat, mengakibatkan adanya pelestarian budaya syirik atas nama kearifan lokal atau upacara / kegiatan adat, parahnya lagi mengakibatkan sinkretisme (pencampuradukkan agama) dan pluralisme (menyamakan semua agama).  Selain itu, jangan sampai toleran hanya menjadi slogan, toleran pada umat yang beda agama tapi intoleran terhadap sesama agama yang hanya beda pemahaman, mazhab ataupun ormas. 

Beda konteks lagi kalau dengan pelaku maksiat, perilaku syirik, aliran sesat, temasuk penghinaan / penodaan agama. Tidak ada toleransi dalam hal tersebut, wajib untuk mencegahnya dengan menasehati atau berdakwah dalam level individu atau ormas. Memberikan sanksi dan hukuman, bahkan kalau perlu dihukum mati atau diperangi dalam level negara. 

Lebih jauh lagi apakah negara memang sudah menjamin warganya untuk melaksanakan ajaran agamanya, bahkan dikatakan kebijakan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ajaran dan kaidah agama? Nyatanya dalam sistem sekarang masih terjadi pembubaran dan halangan ketika umat Islam mengadakan tabligh akbar atau ceramah agama oleh sekelompok oknum. 

Selain itu, kebijakan pemerintah yang tidak boleh bertentangan dengan ajaran dan kaidah agama itu masih sekedar retorika. Banyak kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan ajaran agama, misalnya perzinahan belum dikatakan tindak kriminal. Karena pada dasarnya, negara ini memang memakai sistem sekuler (memisahkan agama dengan kehidupan). 

Sebenarnya kalau dikritisi dibalik Harmony Award ada pelabelan toleran dan intoleransi ini untuk menangkal Islam radikal yang berarti ada upaya deradikalisasi terhadap Islam. Padahal Islam radikal ditujukan kepada muslim yang sebenarnya mereka yakin dengan apa yang diperjuangkannya yakni syariah Islam. Ditujukan kepada mereka yang menolak pemimpin kafir, padahal mereka yakin itu ajaran Islam.  Bahkan dikatakan radikal kalau hanya tidak mau mengucapkan selamat atas perayaan agama lain, tidak mau ikut dalam perayaan agama lain dan tidak mau menyerupai kekhasan agama lain. 

Demikianlah pelabelan dan penghargaan Harmony Award di tengah Indonesia yang memang sudah toleran sebenarnya tidak perlu. Pengkotakan daerah yang toleran dan daerah yang intoleran. Sama halnya pelabelan masjid radikal, penceramah radikal, dan kampus radikal. Karena pada dasarnya upaya sistematis tersebut hanya untuk menghambat kebangkitan Islam. 

Umat muslim sendiri juga sudah bisa menilai siapa sebenarnya yang radikal, intoleran, dan teroris. Kaum muslim itu toleran karena perintah Allah dalam QS. Al-Kafirun:6 “Untukmu agamamu dan untukku Agamaku”. Apalagi, ketika Islam diterapkan secara kaffah, toleransi pasti akan terwujud, keadilan akan terjamin, dan kedamaian akan tercipta. Bukan hanya sekedar wacana dan retorika belaka bahwa Islam memang agama yang paling toleran. Wallahu’alam… (*Red/dr)

Oleh : Rahmi Surainah, M.Pd - warga Kubar