Kutai Timur - Isu negatif terkait adanya jatah atau fee 10 persen untuk beberapa anggota DPRD Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dan fee lebih tinggi bagi Ketua DPRD Kabupaten Kutim hingga 12 persen, membuat masyarakat resah.
Jatah ini diperkirakan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutim 2024. Tidak hanya itu, terdapat isu jual beli proyek dalam Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur (Kutim).
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Kutim Faizal Rachman menanggapi hal tersebut. Faizal mengaku dirinya sempat menduga fenomena ini akan ramai diperbincangkan masyarakat.
Terkait jatah 10 persen bagi anggota DPRD dan 12 persen bagi ketua DPRD, faizal mengatakan bahwa bisa saja hal ini bersangkutan dengan adanya pokok-pokok pikiran (pokir) yang selama ini tidak terealisasi sesuai dengan aspirasi masyarakat dalam kegiatan serap aspirasi (reses) atau disebutnya hilang.
Dikabarkannya, setiap anggota DPRD dibekali dengan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Fungsinya, setelah reses dan didapatkan hasil masukan dari masyarakat, semua masukan akan diinput ke dalam SIPD.
“Pokok-pokok pikiran itu adalah masalah yang didapatkan anggota DPRD ketika hadir reses atau datang ke masyarakat dan diterima, usulan-usulan itu, pokok masalah itu dimasukkan ke dalam SIPD,” jelasnya, Selasa (29/10/2024).
Kemudian, masukan tersebut akan melalui filtrasi oleh Kesekretariatan DPRD untuk dipilah masalah dan masukan tersebut akan menjadi tugas dari dinas teknis mana.
Anggota DPRD hanya akan menulis apa saja kebutuhan masyarakat. Faizal mencontohkan terkait semenisasi. Apabila warga butuh semenisasi, maka anggota DPRD akan menulis berapa luas dan berapa ketinggian untuk kebutuhan tersebut.
Terkait angka atau nilai rupiah dari semenisasi akan ditentukan oleh dinas teknis. Faizal mengungkapkan dalam SIPD, anggota DPRD tidak menulis terkait besaran uangnya, sehingga soal adanya jatah perproyek untuk anggota dewan, dipastikannya tidak ada.
“Pada saat kita mengusulkan SIPD, tidak ada angka di dalamnya dan apabila ditanya soal ada jatah 10% bagi setiap anggota DPRD maka saya selalu katakan apabila saya ditanya tentang berapa pokir,” ungkapnya.
“Jadi tidak boleh itu kita bilang sebagai anggota DPR pasti dapat fee10% karena pokok pikiran itu nilainya bukan uang itu. Pokok pikiran itu adalah data masalah yang kita hadapi,” tegasnya.
Tetapi, dirinya tidak semerta-merta menepis tuduhan itu. Dikarenakan tidaj mungkin ada asap apabila tidak ada api. Untuk itu, Faizal meminta dilakukan penyelidikan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. (SH/ADV).
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru