- Samarinda - Kalimantan Timur (Kaltim) bak primadona bagi penambang. Tidak hanya penambang legal, penambangan ilegal pun tidak lagi menjadi rahasia umum. Bukan hanya di kawasan legal jauh dari pemukiman, di kawasan hutan lindung pun tak luput dari penambang.
Seperti di kawasan hutan lindung di Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur. Anggota DPRD Provinsi Kaltim Sutomo Jabir meminta Dinas Kehutanan setempat melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas pertambangan ilegal di sana.
Ia mengaku telah melakukan inspeksi melihat (sidak) ke kawasan tersebut untuk langsung kondisi yang ada bersama Dinas Kehutanan Kaltim. Bahkan juga telah dikonfirmasi ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, ternyata tambang tersebut tidak berizin alias ilegal.
Selain itu, tambang juga merusak lingkungan juga mengakibatkan kerugian besar bagi pemerintah daerah karena tidak ada pemasukan untuk pajak, bahkan akan rugi karena dampak lingkungan, juga kerugian kehilangan kesuburan. (Antarakaltim.co, 11/3/2022)
Kesalahan Tata Kelola Tambang
Seharusnya pemerintah beserta jajarannya dengan cepat dan tanggap menghadapi masalah-masalah yang semakin marak dan membuat lingkungan semakin rusak. Apalagi di kawasan hutan lindung dan pelakunya penambang ilegal.
Jamak kita tahu jangankan tambang tambang ilegal pun berdampak bagi lingkungan. Jadi, permasalahan kerusakan lingkungan akibat tambang, bukan dilihat dari hukum tidaknya perusahaan tambang, tapi dari tata kelola tambang.
Pemerintah dengan segala bentuk kebijakan tanpa sadar menciptakan ruang hidup yang memanjakan pengusaha/pemilik modal sehingga mereka dengan bebas mengeruk kekayaan SDA terlebih dahulu. Inilah yang terjadi dalam sistem Kapitalisme. Sistem Kapitalisme menjadikan para pengusaha memanfaatkan fokus untuk mengejar materi atau keuntungan tanpa memperhatikan sisi lingkungan, apalagi kehidupan masyarakat dan pasca pertambangan.
Upeti ganti rugi lahan, pajak, PAD, CSR dan bantuan perusahaan tambang kepada pemerintah dan warga sekitar tidak cukup membayar kerugian yang diderita warga berupa kerusakan lingkungan yang mengancam nyawa.
Tata Kelola SDA dalam Islam
Beda halnya dalam Islam, pengelolaan SDA salah satunya batu bara, hanya negara yang berhak mengatur SDA dan menjamin pengelolaannya untuk dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk langsung atau pun tidak langsung. Seperti gratisnya biaya pendidikan, kesehatan, dan terjangkaunya harga kebutuhan pokok.
Seandainya, pertambangan dilakukan maka harus berdasarkan proses dan mekanisme yang telah ditentukan negara, yakni harus memperhatikan keberlangsungan kehidupan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan.
Pengelolaan SDA dalam Islam tidak bisa diterapkan dari penerapan Islam secara totalitas karena memang sektor ekonomi dalam pengelolaan SDA saling terkait dengan sistem lain dan akar dari sistem kehidupan. Selama sistem kehidupan kita masih berpijak pada sistem sekuler maka masalah pertambangan tidak akan berakhir, khususnya tambang ilegal semakin marak, lingkungan semakin rusak.
Wallahua’lam…
Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin
disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu masyarakat yang ingin menuangkan pokok-pokok fikiran, ide serta gagasan yang sepenuhnya merupakan hak cipta dari yang bersangkutan. Isi, redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru