DigitalNews.id - Zonasi yang menjadi kreteria utama dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tingkat Sekolah Menengah Atas/Yang sederajat , hal tersebut disampaikan oleh Dirjen. Pendidikan dan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad, kepada Pers di Jakarta, Senin, 12/06/2017.
“PPDB saat ini didasarkan pada sistem zonasi, maka kreterianya berdasarkan zonasi dan bukan lagi hasil Ujian Nasional (UN),” katanya. “itu (jarak) yang diutamakan, kedua baru faktor lainnya, seperti umur” tambahnya.
Disamping zonasi, dalam ketentuan tersebut juga dijelaskan bahwa sekolah wajib menerima siswa yang berasal dari keluarga yang tidak mampu, sediknya 20%. Dan untuk penerimaan SMK, mempertimbangkan hasil UN dan prestasi bidang akademik.
Hal tersebut tertuang dalam Permendikbud No. 14/2018 tentang PPDB. Dalam prakteknya ternyata Kebijakan PPDB tersebut, ada celah yang dapat dimanfaatkan orang tua siswa, agar anaknya bisa diterima disekolah yang diinginkan, misalnya dengan cara melampirkan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) yang dikeluarkan aparat pemerintah (RT/Lurah/Kades/Camat), meski kenyataannya status “Tidak Mampu” tersebut tidak layak disandang oleh Keluarga calon siswa tersebut.
Celah lain, yakni memindahkan domisili calon siswa ke alamat kerabat yang berada dalam zonasi sekolah yang dikehendaki, dengan cara memasukan nama calon siswa tersebut dalam Kartu Keluarga (KK) kerabat yang diikutkan. Terkait Calon Siswa Tak Layak Gunakan SKTM, “Jangan sampai ada kesengajaan (menerima siswa yang memanipulasi SKTM) dari pihak sekolah, karena ada kepentingan tertentu,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy. Ditambahkannya “Sekolah harus cermat dalam meneliti status sosial ekonomi orangtua siswa. Apalagi status sosial ekonomi itu nanti masuk ke Data pokok pendidikan (Dapodik),” terang Muhadjir. kepada Medcom.id, di Jakarta, Kamis, 5 Juli 2018.
Praktisi Hukum Theodorus Yosep Parera dalam laman Hukum Online.com menjelaskan bahwa Pengguna SKTM yang tidak layak, sesungguhnya dapat dipidana dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, dalam hal ini orang tua dan yang mengeluarkannya (RT/Lurah/Kades/Camat).
Tidak berhenti disitu, dari pantauan media ini, setelah calon siswa dinyatakan diterima disekolah yang dikehendakinya, timbulah keluhan dari beberapa orang tua/wali siswa, terutama mereka yang dalam katagori “Tidak Mampu”, dimana setiap siswa harus menyiapkan sejumlah uang yang jumlahnya bervariasi, antara 2,5 juta sampai dengan 3,5 juta, hanya untuk membeli perlengkapan sekolah, seperti seragam yang jumlahnya beragam, mulai putih abu-abu, celana putih, celana hitam, pramuka, olah raga, batik sekolah, baju praktek, dasi, kacu, kaos kaki, sabuk, topi sekolah, topi pramuka, baju almamater, Sepatu, tas, dll. Yang diadakan melalui Koperasi Sekolah, belum lagi setoran tabungan awal siswa pada koperasi sekolah yang nilainya sebesar Rp. 250 ribu.
“yaitu mas, bingung juga begini, harus siap uang setidaknya 2,5 juta untuk seragam, dan belum lagi untuk urus-urus keterangan bebas narkoba, tabungan awal koperasi,.. yah kalau ditotal-total bisa habis sampai 4 jutaan mas,” kata orang tua/wali siswa yang tidak ingin namanya diungkap.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kaltim, Dayang Budiati, yang dihubungi lewat telpon selulernya, sampai berita ini diturunkan, tidak menjawab. *(Red/dr)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru