Samarinda - Komitmen Kota Bontang dalam memperkuat perlindungan perempuan dan anak kembali ditegaskan. Wali Kota Bontang, Neni Moerniani memaparkan sederat strategi penguatan perlindungan anak di Bontang. Di antaranya: 1). Integrasi pendidikan keluarga dan pengasuhan dalam kurikulum pendidikan usia dini. 2). Pelaksanaan kelas manajemen emosi untuk anak dan remaja guna mencegah perilaku beresiko sejak dini. 3). Penguatan dan pengembangan layanan daycare yang ramah anak dan keluarga.
Tak hanya tataran konsep beliau juga memaparkan progam andalan, yakni “tengok tetangga”. Di akhir paparan harapan agar pemerintah pusat meningkatkan alokasi DAK untuk memperluas jangkauan progam pendampingan dan advokasi korban kekerasan.
Strategi yang dikemukakan di atas patut diapresiasi, namun tanpa berbasis agama/akidah hal tersebut sulit untuk berjalan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih sering terjadi, baik di lingkungan masyarakat bahkan keluarga.
Banyak hal yang mempengaruhi pelaku kekerasan. Salah satunya pendidikan anak oleh ibu sebagai madrasah di rumah sebagian besar tidak berjalan. Padahal orang tua khususnya ibu berkewajiban untuk membentuk kepribadian Islam pada anak, mirisnya para ibu justru didorong bekerja di luar rumah atas nama pemberdayaaan perempuan. Hal ini didukung oleh regulasi yang diterapkan pemerintah dengan mendukung pemberdayaan perempuan dalam ekonomi.
Di sisi lain perekonomian yang tidak menentu hari ini telah memaksa para ibu untuk ikut membantu suami mencari nafkah. Alhasil ketika pernikahan menghasilkan keturunan, anak-anaknya tidak terdidik dengan baik sehingga jauh dari kepribadian Islam dalam dirinya karena kehilangan masa pendidikan di dalam rumah oleh seorang ibu.
Belum lagi sistem sekulerisme yang menjadi pemahaman dan standarisasi di tengah masyarakat serta menjadi landasan bernegara. Sistem sekulerisme telah menghasilkan pendidikan yang memisahkan agama dari kehidupan. Porsi belajar agama dalam sistem ini sangat sedikit bahkan cenderung formalitas. Tidak ada pembelajaran Islam sebagai standar perilaku dan penentu benar dan salah, yang ada hanya pelajaran terkait ibadah ritual.
Sungguh sistem pendidikan ini gagal melahirkan individu yang berakhlak mulia. Sebaliknya sistem ini justru menghasilkan generasi yang krisis jati diri. Strategi perlindungan sebagus apapun tapi landasan kehidupan masih kapitalis sekuler maka tidak akan mampu melindungi perempuan dan anak karena akar persoalan di sana.
Anak-anak hari ini cenderung tidak mengenal siapa dirinya dan apa tujuan Allah menciptakannya di dunia. Akibatnya bukannya menjadikan syariat sebagai standar berperilaku malah menjadikan kepuasan jasadiyah sebagi tujuan utama. Bila dengan melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain atau menyakiti orang lain membuatnya puas, maka akan dia lakukan.
Selain dari lingkungan keluarga dan pendidikan, sekularisme juga dibentuk dari lingkungan sekitar atau masyarakat. Masyarakat hari ini cenderung individualis, mereka tidak peduli atas apa yang terjadi dengan sekitarnya. Bila ada tetangganya yang melakukan kesalahan, masyarakat sekuler tidak terbiasa mengingatkan dan lagi-lagi negara membiarkan masyarakatnya menjelma menjadi masyarakat sekuler dan kapitalis.
Oleh karena itu, strategi dan program perlu direalisasikan di lapangan namun jika bergantung dana tanpa kesadaran maka tidak akan bertahan lama. Sebab sangat dibutuhkan dukungan individu, keluarga, masyarakat dan negara.
Negara sejatinya menjadi sumber kekerasan sebenarnya, karena menerapkan aturan yang memberi celah lebar bagi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bahkan sistem sanksi pun tidak mampu mencegahnya. Solusi atas persoalan ini tidak lain hanya melalui penerapan aturan Islam secara kaffah di bawah negara yang diridhai Allah, Khilafah Islamiah.
Sistem Islam sangat berbeda dengan sistem kapitalisme. Dari sejarahnya saja sepanjang Khilafah berdiri selama kurang lebih 1300 tahun lamanya Khilafah terbukti mampu melahirkan generasi unggul, pemuda berkepribadian Islam berakhlak mulia dan beradab. Semua ini tidak lepas dari bentuk negara yang taat dan tunduk pada aturan Allah Subhanahu wa taala.
Khilafah memiliki sistem perlindungan perempuan dan anak jauh dari kekerasan dengan tegaknya tiga pilar, yakni adanya keimanan dan ketakwaan individu, kontrol masyarakat dengan amar makruf nahi mungkar dan penerapan aturan oleh negara. Pembentukan ketakwaan individu dimulai dari keluarga, khususnya seorang ibu sebagai madrasatul ula bagi anak.
Ibu akan sangat memahami peran sebagai pendidik generasi dan umm wa rabbatul bayt atau ibu dan pengatur rumah tangga. Seorang ibu akan mengutamakan peran ini sebelum mengambil aktivitas lain yang dibolehkan syariat seperti bekerja. Peran mendidik generasi dipahami sebagai amal yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat sehingga mereka akan belajar bagaimana mendidik anak agar memiliki kepribadian Islam.
Apalagi negara Khilafah memberi dukungan bagi para keluarga dengan membuka lapangan pekerjaan yang luas dan gaji layak bagi para laki-laki pencari nafkah. Semua ini akan memudahkan para ibu menjalankan peran strategisnya di rumah.
Selain itu, Khilafah hanya akan menerapkan sistem pendidikan Islam. Dalam pendidikan Islam peserta didik akan dicetak memiliki kepribadian Islam sehingga mereka akan selalu berusaha berpikir dan bersikap sesuai dengan standar Islam. Mereka tidak akan berani bermaksiat karena sebelum melakukan mereka sudah terbayang betapa mengerikannya hari pertanggungjawaban nanti.
Selain itu, peserta didik akan diarahkan untuk mengisi waktunya dengan baik demi kemajuan peradaban Islam. Mereka akan dididik untuk menjadi ulama handal sekaligus menguasai sains dan teknologi, sehingga tidak akan ada remaja yang waktunya terbuang sia-sia untuk melakukan aktivitas maksiat termasuk kekerasan.
Dalam Khilafah masyarakat akan dibentuk oleh negara sehingga menjadi masyarakat Islami dengan memiliki pemahaman standarisasi dan keyakinan bersandar pada Islam. Mereka tidak akan abai terhadap perilaku generasi bahkan akan mudah menasehati generasi jika melakukan kemaksiatan.
Demikianlah negara dalam Islam yang penuh tanggung jawab dalam membina generasi memiliki kepribadian mulia bahkan menjadi salah satu pilar peradaban Islam. Saatnya berstrategi untuk kembalikan Islam dalam mengatur kehidupan.
Oleh : Febriana Ramadhani Arifuddin, S.Pd (Aktivis Muslimah Kaltim)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru