Share ke media
Opini Publik

SUDAHKAH KITA MERAIH KEMERDEKAAN YANG SEMPURNA?

22 Aug 2023 07:53:54562 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : whiteboardjournal.com - Mempertanyakan Relevansi Nasionalisme pada Generasi Terkini - 17 Agustus 2021

Samarinda - Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2023 kali ini mengangkat tema “Terus Melaju Untuk Indonesia Maju.” Tema ini merefleksikan semangat Bangsa Indonesia untuk terus melanjutkan perjuangan dan pembangunan, berkolaborasi bersama memanfaatkan momentum ini untuk mewujudkan Indonesia Maju.

Perayaan Bulan Kemerdekaan yang telah berlangsung sejak lama dan menjadi tradisi di masyarakat perlu disemarakkan tidak hanya dengan menyelenggarakan upacara 17 Agustus tetapi juga diisi dengan beragam lomba, pertunjukan yang penuh semarak, keriaan, dan kebersamaan, serta acara syukuran memanjatkan Do’a kepada Allah SWT dan lain sebagainya.  (https://diskominfo.kaltimprov.go.id/berita/peringatan-hut-ke-78-kemerdekaan-ri-2023-ajak-semarakkan-indonesia-maju-dengan-kolaborasi-dan-kebersamaan).

Perayaan Kemerdekaan yang diperingati dengan semarak ini, apakah sudah meraih kemerdekaan yang sempurna?

Makna Kemerdekaan Hakiki

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata mer·de·ka /merdéka/ diartikan sebagai bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri: tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa. Artinya adalah bangsa merdeka tidak semata-mata bebas secara fisik dan militer tetapi bangsa yang harus punya kemandirian dan kedaulatan dalam meraih cita-citanya, yakni kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki.

Maka, gambaran kemerdekaan hakiki adalah bangsa Indonesia merupakan bangsa yang independen, diakui secara de jure (secara hukum) dan de facto. Namun, kenyataannya (secara de facto) bangsa kita masih bergantung pada asing. Mereka menyetir semuanya, termasuk kebijakan negara yang membuat rakyat terus menderita. Contohnya, pemberlakuan UU Cipta Kerja yang sangat pro pada kelompok si kaya. Dengannyalah karpet merah penjajahan digelar seluas-luasnya. Sedangkan utang kepada asing semakin membengkak atas nama investasi dan pembangunan,serta asingisasi SDA dan tenaga kerja berjalan kian legal. Adapun yang tersisa bagi rakyat hanya remah-remahnya.

Utang menumpuk dan ribanya terus bertambah. Per 31 April 2023, tercatat posisi utang pemerintah Indonesia sudah mencapai Rp7.848,8 triliun dengan rasio utang terhadap produk domestik (PDB) mencapai 38,15%. Dari utang sebesar itu, bunganya saja mencapai Rp441,4 triliun atau 2,10% dari PDB dengan tingkat pertumbuhan mencapai 14,25%. Akhirnya,pemerintah mencekik rakyatnya dengan kebijakan pajak yang terus merambah berbagai ranah.

Kemerdekaan Hakiki adalah Kemerdekaan yang Sempurna

Kemerdekaan yang sempurna adalah merdeka dari segala bentuk penjajahan. Penjajahan, baik fisik maupun nonfisik, sesungguhnya merupakan manifestasi dari isti’bâd (perbudakan), yaitu menjadikan manusia sebagai budak bagi manusia lainnya. Oleh karena itu, Islam telah mengharamkan penjajahan. Allah Swt. berfirman,

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لاَ إِلَٰهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي

“Sungguh Aku adalah Allah. Tidak ada tuhan yang lain, selain Aku. Oleh karena itu, sembahlah Aku.” (QS Thaha [20]: 14).

Imam Ath-Thabari menjelaskan: “Innanî ana Allâh (Sungguh Aku adalah Allah),” bermakna: Allah menyatakan, “Sungguh Akulah Tuhan Yang berhak disembah. Tidak ada penghambaan, kecuali kepada Dia. Tidak ada satu pun tuhan, kecuali Aku. Oleh karena itu, janganlah kalian menyembah yang lain, selain Aku. Sungguh tidak ada yang berhak menjadi tempat menghambakan diri, yang boleh dan layak dijadikan sembahan, selain Aku.” Lalu frasa, “Fa’budnî (Oleh karena itu, sembahlah Aku),” bermakna: Allah menyatakan, “Murnikanlah ibadah hanya kepada-Ku, bukan sesembahan lain, selain Aku.” (Ibn Jarir at-Thabari, Tafsîr ath-Thabari, QS Thaha [20]: 14).

Inilah kalimat tauhid. Kalimat tauhid ini pada dasarnya telah terpatri di dalam hati setiap muslim. Jika tauhid mereka murni dan jernih, kemudian pemahaman yang terbentuk dari sana juga jernih, maka tauhid itu akan membangkitkan semangat penghambaan hanya kepada Allah. Spirit tauhid ini pun sekaligus akan membangkitkan perlawanan terhadap segala bentuk perbudakan/penghambaan atas sesama manusia, termasuk penjajahan atas segala bangsa. Inilah yang tampak dari kalimat Rub’i bin ‘Amir kepada panglima Persia, Rustum:

اللهُ اِبْتَعَثَنَا لِنُخْرِجَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ إِلَى عِبَادَةِ اللهِ، وَ مِنْ ضَيْقِ الدُّنْيَا إِلىَ سِعَتِهَا، وَ مِنْ جُوْرِ اْلأَدْيَانِ إِلَى عَدْلِ اْلإِسْلاَمِ

“Allah telah mengirim kami untuk mengeluarkan (memerdekakan) siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan hanya kepada Allah; dari sempitnya dunia menuju keluasannya; dari kezaliman agama-agama yang ada menuju ke keadilan Islam.” (Ibn Jarir at-Thabari, Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, 3/520; Ibn Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, 7/39).Inilah spirit Islam. Spirit ini muaranya ada pada kalimat tauhid, “Lâ Ilâha illalLâh, Muhammad RasûlulLâh” (Tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah).

Khatimah

Sudahkah sistem yang mengatur kehidupan umat di segala bidang ditegakkan di atas prinsip tauhid? Sudahkah hakikat dan prinsip-prinsip kemerdekaan hakiki menurut ajaran Islam, seperti yang dikemukakan oleh Rub’i bin Amir di atas, telah kita dapatkan?

Jika belum, menjadi tugas kita bersama untuk mewujudkan kemerdekaan hakiki itu. Jika perjuangan dulu bertujuan untuk merebut kemerdekaan dari penjajahan fisik, kini diperlukan perjuangan baru untuk membebaskan umat dari penjajahan ideologi kapitalisme-sekularisme, hukum jahiliah, ekonomi kapitalis, budaya dan segenap tatanan yang tidak islami. Berikutnya kita wajib berjuang untuk menegakkan tatanan masyarakat dan negara yang benar-benar bertumpu pada prinsip-prinsip tauhid. Tatanan tersebut tidak lain adalah tatanan yang diatur oleh aturan-aturan Allah atau syariat Islam. Inilah kemerdekaan hakiki dalam pandangan Islam.

Dengan demikian, bangsa dan negeri ini bisa dikatakan benar-benar meraih kemerdekaan hakiki ketika mereka mau tunduk sepenuhnya kepada Allah. Tentu dengan menaati seluruh perintah dan larangan-Nya. Caranya dengan melepaskan diri dari belenggu ideologi dan sistem sekuler yang bertentangan dengan tauhid seraya menegakkan sistem Islam secara total.

Selain itu, misi Islam adalah mengeluarkan manusia dari “kegelapan” menuju “cahaya”. Maka dari itu, tidak ada negeri yang dikuasai Islam berubah kusam, sengsara, mundur dan terbelakang. Pada masa lalu Spanyol dan beberapa negeri Eropa lain, misalnya, justru mencapai kemajuan ketika berada di bawah kekuasaan Islam, saat belahan dunia lain sedang mengalami masa kegelapan.

Alhasil, bangsa dan negeri ini pun, jika ingin lepas dari “kegelapan” menuju “cahaya”, atau jika ingin bebas dari segala keterpurukan (sebagaimana saat ini) menuju era kebangkitan dan kemajuan, mau tidak mau, harus merujuk pada Islam. Caranya dengan menerapkan pemikiran/ideologi dan sistem Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. 

Wallaahu ‘alam bish-showwab

Oleh: Dra.Hj. Sri Wahyuni Abdul Muin

disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu dari masyarakat yang ingin menuangkan pemikiran, ide dan gagasannya yang hak ciptanya sepenuhnya dimiliki oleh yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.