Share ke media
Opini Publik

Tambang Ilegal Makin Berulah, Emak-emak Gerah

12 Feb 2024 10:36:20503 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : habarkalimantan.com - Emak Emak Turun Tutup Tambang Ilegal - 1 Februari 2024

Samarinda - Penambang ilegal semakin berulah tentu berakibat lingkungan semakin rusak dan membuat warga khususnya emak-emak gerah. Seperti yang dikabarkan warga Spontan, Dusun Sukodadi, Kelurahan Mangkurawang, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur menutup paksa kegiatan penambangan batu bara ilegal di wilayahnya. Massa kebanyakan emak-emak itu menghentikan aktivitas para penambang ilegal secara paksa, pada Rabu lalu (31/1/2024).

Koordinator Aksi yang juga warga setempat, Fathur Rahman menyebutkan, lahan pertanian kawasan Dusun Sukodadi sekira 200 hektare. Namun, hanya 40 persen yang produktif dan tersebar di RT 14,15,16,17 dan RT 18. Selama ini, perairan sawah hanya mengandalkan tadah hujan, dan jika ditambang maka dampak yang dirasakan petani akan terasa. Seperti sumur atau aliran air bisa kering, dan ketika hujan melanda dapat menimbulkan banjir.

Lebih jauh, kata Fathur, jika tidak ada tindakan konkret penghentian aktivitas tambang ilegal, warga sepakat untuk membuat laporan kepada aparat terkait hingga ke Bupati. Tujuan utamanya ialah mempertahankan desa dan pertanian dari kerusakan.

Sementara, Camat Tenggarong, Sukono menambahkan, pihaknya melakukan negosiasi antara warga dan para penambang ilegal. Hasil kesepakatannya, penambang diberikan waktu untuk menyelesaikan dan menutup lubang yang telah mereka gali. Namun mediasi tersebut ikut direspon oleh Jatam yang merasa kecewa terhadap langkah Camat dan jajarannya karena tidak mengambil tindakan tegas untuk menutup dan menindak para pelakunya.

Berdasarkan data Jatam Kaltim sejak 2018 terdapat 168 titik tambang ilegal dengan sekitar 12 juta hektare operasinya, 11 titik telah dilaporkan hingga November 2022 namun minim tindakan. Semenjak peralihan perizinan dari daerah ke pemerintah pusat, seperti tak terhindarkan lagi aktivitas tambang meningkat cukup masif. Baik itu penambang ilegal bahkan legal yang memiliki izin resmi.

Tata Kelola SDAE Kapitalis buat Kerusakan

Kalau dikritik lebih tajam masalah utama pertambangan tidak terkecuali legal atau ilegal adalah karena dalam pengelolaan SDAE khususnya batu bara yang membolehkan individu atau swasta. Sebaliknya negara hanya sebagai regulator bukan eksekutor. Pemerintah dengan segala bentuk kebijakan tanpa sadar telah menciptakan ruang hidup yang memanjakan pengusaha/pemilik modal sehingga mereka leluasa mengeruk kekayaan SDA terlebih batu bara. Terbukti adanya Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan hasil Undang-Undang Cipta Kerja.

Perusahaan tambang jarang tersentuh hukum, hal ini terlihat dari lubang bekas tambang yang menganga dibiarkan meski sudah puluhan nyawa melayang. Bukankah itu menunjukkan indikasi adanya kekuatan besar berlindung di balik marak dan mulusnya tambang ilegal?

Aturan tentang jerat bagi penambang ilegal hanya di atas kertas. Aparat tidak bergigi menuntaskannya. Pemerintah daerah pun dengan diambilnya izin pertambangan oleh pusat berkelit tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan demikian wajarlah kalau penambang semakin leluasa mengeruk kekayaan SDAE yang ada di Kaltim.

Tambang ilegal semakin menambah daftar panjang persoalan pertambangan yang sudah terjadi. Sistem yang ada hari ini dengan segala bentuk kebijakannya telah menciptakan ruang hidup yang memanjakan pengusaha/ pemilik modal. Inilah yang terjadi dalam sistem Kapitalisme. Meski SDAE dikuasai negara, tetapi dalam konteks demokrasi yang menjamin kebebasan justru liberalisasi, eksplorasi dan eksploitasi terjadi.

Dari sini dapat disimpulkan kapitalisme membuat tata kelola SDAE menimbulkan kerusakan. Jadi, bukan persoalan tambang legal atau ilegal, namun dari sudut pandang pengelolaan yang berasaskan kapitalisme sekuler. Pertimbangan materi yang penting untung bagi negara (pajak, PAD, CSR, dan bantuan perusahaan) tidak peduli kerusakan yang dirasakan masyarakat.

Pengelolaan SDAE dalam Islam

” _Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian akibat dari perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar_ .” (TQS. Ar-ruum: 41)

Sungguh bencana berupa kerusakan lingkungan yang terjadi akibat ulah tangan manusia itu sendiri. Keserakahan dan tidak peduli aturan Tuhan dalam kelola lingkungan. Padahal Islam punya seperangkat aturan dalam tata kehidupan.

Dalam Islam SDAE merupakan kepemilikan umum dan negara wajib mengelolanya. Tidak boleh dikuasai apalagi dimiliki oleh seseorang pengusaha, perusahaan swasta apalagi asing. Sebagaimana At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin Hamal: Abyadh diceritakan telah meminta kepada Rasul untuk dapat mengelola suatu tambang garam. Rasul semula meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat, ” _Wahai Rasulullah tahukah engkau apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir_ ” Rasulullah kemudian bersabda: ” _Tariklah tambang tersebut darinya_ “.

Hadits tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Hadits tersebut fokus bukan saja garam tapi tambangnya. Penarikan kembali oleh Rasulullah adalah alasan larangan dari sesuatu milik umum termasuk dalam hal ini tambang yang kandungannya terlalu banyak untuk dimiliki individu.

Rasulullah bersabda: _"Manusia berserikat dalam air, api, dan padang gembalaan “._ (HR. Abu Ubaid)

Air, api, dan padang gembalaan adalah sumber penghidupan bagi suatu masyarakat. Dalam konteks modern saat ini api adalah sumber energi termasuk batu bara.

Negara dalam Islam berkewajiban mengelola SDAE untuk dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk langsung atau pun tidak langsung. Seperti gratisnya biaya pendidikan, kesehatan, dan terjangkaunya harga kebutuhan pokok. Seandainya, pertambangan dilakukan maka harus berdasarkan proses dan mekanisme yang telah ditentukan negara, yakni harus memperhatikan keberlangsungan kehidupan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan. Pertambangan harus taat aturan dan memperhatikan lingkungan serta berkontribusi untuk kepentingan rakyat.

Pengelolaan SDAE dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari penerapan Islam secara totalitas. Oleh karena itu, untuk menuntaskan maraknya tambang ilegal dan persoalan pertambangan maka tidak ada cara lain, selain menerapkan aturan Islam.

 Wallahua’lam.

Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd alumni Pascasarjana Unlam