Share ke media
Opini Publik

Tarif Pajak Naik, Taraf Hidup Turun

12 Aug 2024 03:26:3370 Dibaca
No Photo
Ilustrasi Gambar : medcom.id - Orang dengan Penghasilan di Atas Rp5 Miliar Bakal Kena Pajak 35% - 30 September 2021

Samarinda - Ibu Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan negeri ini mengaku bangga dengan prestasi hasil kerja Direkturat Jenderal Pajak yang terus membaik. Karena pada tahun 1983 penerimaan pajak di Indonesia hanya Rp13 triliun. Kemudian pada era reformasi tahun 1999 penerimaan pajak naik menjadi Rp400 triliun. Dan untuk tahun 2024 ini penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp1.988,9 triliun.

Rasa bangga itu menunjukkan kepuasan hasil kerja dari Direktorat Jenderal Perpajakan. Karena dalam sistem ekonomi Kapitalisme, pajak merupakan tulang punggung dan juga instrumen yang sangat penting bagi sebuah bangsa dan negara.

Maka dari itu, Direktorat Jenderal Perpajakan terus melakukan inovasi-inovasi baru agar target pendapatan pajak terpenuhi. Salah satunya adalah dengan adanya kerjasama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia dan Kantor Pajak Australia (ATO), berupa menandatangani Nota Kesepahaman untuk pengaturan pertukaran informasi cryptocurrency pada 22 April 2024 di Kedutaan Besar Australia di Jakarta.

Pengaturan ini dirancang untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di salah satu negara. Artinya, otoritas pajak dapat berbagi data dan informasi terkait aset kripto dengan lebih baik, serta bertukar pengetahuan untuk memastikan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan. Karena kepatuhan terhadap kewajiban pajak masyarakat Indonesia masih kurang sehingga harus dipaksa.

Peningkatan penerimaan pajak yang dibanggakan menkeu sejatinya menunjukkan peningkatan pungutan atas rakyat. Pajak dalam sistem kapitalisme adalah pungutan wajib yang harus dibayarkan oleh penduduk kepada negara sebagai sumbangan wajib. Subjek pajak atau orang yang terkena wajib pajak bisa semua kalangan sehingga orang miskin pun bisa terkena pajak.

Hal ini lumrah karena dalam sistem kapitalis, pajak adalah sumber terbesar pendapatan negara untuk membiayai Pembangunan.  Besarnya pungutan pajak atas rakyat sejatinya adalah bentuk kedzaliman dan membuktikan bahwa negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat dan penjamin kesejahteraan rakyat. Negara hanya sebagai fasilitator dan regulator dalam menentukan tata Kelola urusan negara

Dan dampak penarikan pajak terhadap perekonomian berdampak menurunkan produktivitas ekonomi. Misalnya saja PPh dikenakan terhadap pendapatan seseorang. Artinya, pendapatan seseorang akan berkurang pada saat dialokasikan untuk membayar pajak sehingga berkurangnya pendapatan seseorang pasti akan berpengaruh pada tingkat konsumsinya.

Tingkat konsumsi berpengaruh pada tingkat permintaan barang di pasar sehingga akan berpengaruh pada menurunnya produksi barang dan juga turunnya daya beli masyarakat.

Pajak dalam Islam

Dalam Islam, dharibah (pajak) adalah pungutan yang dikenakan sekedar untuk menutup selisih kekurangan ketika ada satu pembiayaan yang khas, sedangkan negara tidak bisa mencukupi atau bahkan ekstremnya itu kas negara sedang kosong, jadi dalam Islam, pajak bukanlah sumber pendapatan utama. Melainkan dipungut sewaktu-waktu jika kondisi darurat. Jika kondisi kas negara aman maka tidak akan ada pungutan pajak.

Penerimaan kas atau baitulmal yang begitu besar dan banyak berasal dari sumber selain pajak, dan jika dioptimalkan jumlahnya akan sangat melimpah.

Adapun sumber pemasukan kas negara dalam Islam diantaranya, pertama dari anfal, ganimah, fai dan khumus. Anfal dan ganimah adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum muslim dari harta orang kafir melalui perang di medan pertempuran. Harta tersebut bisa berupa uang, senjata artileri, barang dagangan, bahan pangan dan lainnya.

Harta fai adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum muslimin dari orang kafir tanpa pengerahan pasukan dan tanpa kesulitan, atau tanpa melalui peperangan. Khumus adalah seperlima yang diambil dari ganimah. Seluruh harta ini dapat diperoleh jika terjadi peperangan dengan negara kafir harbi.

Kedua, kharaj, yaitu hak atas tanah bagi kaum muslim yang diperoleh dari orang kafir baik lewat peperangan, maupun perjanjian damai. Status tanah kharaj ini tetap berlaku walaupun pemiliknya menjadi muslim.

Ketiga, jizyah yaitu hak kaum muslim yang diberikan Allah Swt dari orang-orang kafir sebagai tanda ketundukan mereka kepada Islam. Jizyah berhenti dipungut saat orang kafir tersebut masuk Islam.

Keempat, harta milik umum, yaitu harta yang ditetapkan kepemilikannya oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya bagi kaum muslimin dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama kaum muslimin. Individu boleh mengambil manfaatnya tetapi tidak boleh memilikinya secara individu. Hasil dari kepemilikan umum inilah yang menjadi andalan utama pemasukan baitulmal.

Harta milik umum ini meliputi minyak bumi, gas alam, tambang emas, uranium, timah, batu bara, bijih besi, hutan, laut, perairan, dan kekayaan alam hayati lainnya. Semua itu telah Allah Swt anugerahkan kepada negeri-negeri muslim.

Masih banyak sumber pemasukan lain bagi kas negara, seperti usyr, harta milik negara, harta tidak sah dari para penguasa dan pegawai negara, harta hasil usaha yang terlarang dan denda, khumus dari barang temuan dan barang tambang, harta orang murtad, harta yang tidak ada ahli warisnya, serta zakat. Semua itu bisa ditetapkan sebagai pemasukan negara, jika negara tersebut menerapkan sistem pemerintahan Islam.

Maka dengan demikian, peningkatan pemasukan pajak sejatinya memperlihatkan kepada kita akan kesengsaraan rakyat yang juga makin besar yang berarti taraf hidup masyarakat juga menurun. Lalu apa yang dibanggakan jika kondisinya seperti ini?

Kesejahteraan rakyat tidak akan mungkin terwujud selama pajak menjadi sumber utama pendapatan negara. Untuk itu, berharap sejahtera dalam sistem demokrasi kapitalisme jelas bagai mimpi di siang bolong. Hanya dengan menerapkan aturan-aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan kesejahteraan itu dapat terwujud. Semoga menjadi harapan bersama bahwa sudah saatnya Islam mengatur hidup kita. 

Wallahu’alam 

Oleh: Nurjaya, S.P.dI