Samarinda - Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) membuka peluang investasi untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maupun usaha perseorangan. Plt Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono menyebut 101 dari 493 persil lahan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP IKN diprioritaskan untuk ditawarkan.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu juga mengatakan kemudahan berusaha dan insentif perpajakan akan diberikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan langkah pemerintah mendukung kemajuan UMKM. Adapun tahapan investasi untuk UMKM dan badan usaha perorangan di ibu kota baru dapat dilakukan melalui portal Investara. Alokasi lahannya, maksimal satu hektare.
Tidak hanya lokal berupa UMKM, peluang investasi juga sangat terbuka di Kalimantan Selatan sebagai daerah penyangga IKN, salah satunya sebagai gerbang logistik IKN. Selanjutnya, investor internasional tercatat dari Rusia, Tiongkok dan Australia yang akan memulai pembangunan di IKN. Mulai dari pusat pendidikan hingga properti.
Investasi semakin terbuka lebar, bahkan negara memudahkan regulasi bagi para investor. Bagaimana tidak sebelumnya pemerintah memberikan izin Hak Guna Usaha (HGU) 190 tahun dan Hak Guna Bangunan (HGB) 160 bagi investor di IKN. Kini pemerintah sepertinya kehabisan cara sehingga level lokal termasuk UMKM pun ditawarkan berinvestasi.
Bahaya Investasi
Investasi dianggap prestasi padahal mengonfirmasi minimnya dana negara untuk pembangunan IKN. Ruang investasi terbuka lebar membuat negara semakin tergantung pada investor.
Dapat dikatakan betapa pemerintah ambisius membangun IKN baru dengan kondisi yang sebenarnya tidak mendukung kecuali berharap pada investasi. Padahal investasi atau kerja sama dengan asing baik level swasta atau negara asing tentu tidak ada yang gratis. “No free lunch”, investor tidak mungkin terlibat dalam IKN baru tanpa ada keuntungan.
Keterlibatan investor di IKN justru berbahaya. Negara akan didekti sehingga secara tidak langsung menjadi jalan asing berkuasa alias dijajah. Cukup sudah negara ini ketergantungan dengan investor atau asing. Bagaimana tidak ibu kota sebagai pusat pemerintahan dan kebanggaan justru dari sisi pendanaan berasal dari investor swasta atau negara asing.
Pemerintah seharusnya mandiri, tidak menganakemaskan dan melibatkan pihak asing dalam pembangunan ibu kota. Apapun alasannya melibatkan asing dalam IKN baru, menandakan posisi tawar Indonesia di mata dunia lemah. Mentalitas ketergantungan pada investor harus dikikis habis. Cukup sudah selalu libatkan asing, Indonesia semakin terjajah apalagi dalam membangun ibu kota baru.
Investasi dalam Syariat
Investasi asing sudah jelas sebagai alat politik untuk menguasai ekonomi negara lain. Para investor tentu menerapkan prinsip “no free lunch” sebagai spirit bisnis. Saat negara mengalami ketergantungan dan terjerat utang berkedok investasi, saat itu pula aset-aset strategis negara dalam ancaman.
Atas dasar itulah, negara sudah seharusnya memiliki kemandirian dalam pembangunan IKN. Investasi baik kecil atau besar, lokal apalagi asing maka negara tidak akan berharap keuangan dari sana karena punya keuangan yang mencukupi dari sektor SDAE yang dikelola sendiri atau kas Baitul mal.
Investasi merupakan jalan untuk menguasai kaum muslim maka jelas haram. Sungguh Allah Swt telah melarang memberikan jalan apapun bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman, dalam firman-Nya yang artinya:
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 141).
Kesungguhan negara dalam membangun IKN tanpa investor akan menunjukkan keagungan dan menutup jalan dominasi pihak luar. Akankah negara mampu membangun IKN tanpa investor? Dengan diterapkannya Islam maka kemandirian akan terwujud.
Wallahu’alam…
Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru