Samarinda - Aktivitas pertambangan sering kali berdampak negatif bagi lingkungan disekitarnya bahkan menimbulkan korban jiwa, berbagai problem dalam industri ini pun kian mencuat dan tak kunjung menemukan solusinya.
Kantor Gubernur Kalimantan Timur kembali digeruduk puluhan mahasiswa, Kamis (21/11/2024). Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil Kaltim ini melakukan pembakaran ban sambil menyerukan orasi berkaitan dengan penyerangan sadis terhadap warga di Dusun Muara Kate, Desa Muara Langon, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser.
Dinamisator JATAM Kaltim, Mareta Sari, yang turut hadir mengatakan aksi ini sebagai bentuk solidaritas perlawanan terhadap pertambangan yang ugal-ugalan menyiksa masyarakat Kaltim. Terlebih insiden di Muara Komam, Paser yang hanya dalam sebulan telah menimbulkan 2 korban jiwa. “Kejadian ini menjadi bukti bahwa negara dan aparat penegak hukum tidak pernah ada untuk masyarakat. (https://kaltim.tribunnews.com/2024/11/21/aliansi-masyarakat-sipil-kaltim-lakukan-orasi-di-kantor-gubernur-kaltim-ini-tuntutanya).
Wajar dengan terjadinya insiden tersebut membuat masyarakat dan mahasiswa di Kaltim melakukan protes, namun sayang dilakukan hanya ketika ada korban jiwa. Padahal seharusnya diprotes adalah pengelolaan SDAE yang dilakukan oleh oligarki, korban itu hanya efek bukan penyebab utama. Penguasaan besar-besaran yang dilakukan oleh segelintir elite yang memiliki kekayaan luar biasa dan akses terhadap sektor strategis terutama SDAE inilah yang jadi biang keladinya.
Negara semestinya memiliki otoritas dan tanggung jawab untuk mengatur serta mewujudkan keamanan nyatanya tidak bisa menjamin keselamatan warganya. Peristiwa hilangnya nyawa menggambarkan negara gagal melindungi masyarakat dari rasa aman. Diperparah pula dengan sistem sanksi yang lemah membuat mudah terjadi kriminal, sampai hilangnya nyawa. Hal tersebut perlu segera ditindak jangan sampai terkesan negara tidak bergigi dihadapan penguasa atau preman.
Pengaturan kepemilikan dan pengelolaan SDAE yang benar akan membawa kebaikan dan berkorelasi pada kesejahteraan serta keamanan. Standar benar yang dimaksud haruslah merujuk pada aturan yang dibuat oleh Allah sebagai pencipta sekaligus pengatur semesta, yakni aturan islam.
Menurut Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw, “ Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api.” (HR Ibnu Majah). Dan kemudian, Rasul saw juga bersabda: “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api.” (HR Ibnu Majah).
Dalam hal keamanan, Nyawa sangatlah berharga. Islam pun mengajarkan bahwa nyawa manusia harus diutamakan, maka negara akan melindungi nyawa dan menghukum tegas jika terjadi pembunuhan. Sebab sistem sanksi dalam Islam bersifat pencegah dengan memberi efek jera bagi pelakunya dan sebagai penebus dosa.
Oleh karena itu, pembunuhan dianggap sebagai dosa besar dan pelakunya mendapat sanksi yang sangat berat, yaitu qishash. Bahkan terkait dengan nyawa, Rasulullah saw bersabda, “Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang Mukmin tanpa haq.” (HR an-Nasa’i dan at-Tirmidzi).
Demikianlah, untuk mengakhiri kekisruhan pengelolaan sumber daya alam seperti yang terjadi saat ini, kita harus kembali pada ketentuan syariah Islam. Selama pengelolaan SDAE didasarkan pada aturan-aturan sekular kapitalis, maka akan semakin banyak menzalimi rakyat dan pastinya akan menghilangkan keberkah didalamnya.
Wallahu’alam .
Oleh: Uswatun Hasanah (Pemerhati masalah sosial)
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru