Samarinda - Beberapa minggu yang lalu, Saya bertemu dengan seorang Ibu, statusnya janda. Usianya saat ini diatas 40 tahun, memiliki 3 orang anak, yang pertama sudah lulus SMA dan memilih bekerja saja daripada melanjutkan kuliah. Sedangkan yang 2 lagi masih dibangku SMP, suaminya meninggal di tahun 2017. Sejak saat itu, beliau menjadi tulang punggung dan harus bekerja serabutan menjadi pekerja lepas yang dipanggil ke rumah untuk bersih bersih dan pekerjaan rumah tangga. Dengan kondisi perekonomian yang berantakan, seharusnya Ibu ini menjadi penerima Bansos. Namun, faktanya beliau sering tidak dapat, saat ditanya ke ketua RT dilingkungannya, jawabannya, nama beliau tidak masuk dalam daftar penerima bantuan, dan Si ibu pun hanya bisa pasrah. Fakta bansos yang tidak merata ini merupakan realita yang dianggap sudah biasa, saking biasanya jadi malas untuk protes. Dalam kamus dinas sosial, Ibu ini masuk dalam katagori Wanita Rawan Sosial, istilah untuk wanita, lansia dan janda pra-sejahtera atau miskin.
Di awal tahun 2025 ini, Dinas Sosial Penajam Paser Utara (PPU) akan memberikan bantuan modal usaha kepada Wanita Rawan Sosial. Masing – masing penerima berhak mendapat bantuan Rp. 3.000.000. Kepala Dissos PPU, Saidin, menjelaskan bantuan ini ditujukan bagi perempuan berusia 18-59 tahun yang belum menikah atau menjanda, serta memiliki keterbatasan ekonomi. Bantuan diberikan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi bagi kelompok masyarakat yang rentan.
“Bantuan ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengembangkan usaha kecil, seperti berjualan sayur, gorengan, dan lain-lain,” kata Kepala Dissos PPU, Saidin, Sabtu (28/12/2024). Dengan demikian, katanya, diharapkan para penerima bantuan berhasil meningkatkan pendapatannya dan keluar dari kategori rawan sosial.(Prokal.co. 30/12/2024)
Sekilas, kabar ini terdengar menggembirakan, apalagi ditengah himpitan ekonomi dan serangan harga bahan bahan pokok yang semakin mahal. Bantuan ini menjadi solusi pragmatis walaupun temporal. Namun, benarkah bantuan ini dapat mengeluarkan para Wanita tadi dari kategori rawan sosial? Lalu, apakah bantuan modal ini nantinya harus dikembalikan? bagaimana jika usaha kecil dengan modal yang diberikan tadi tidak berhasil?
Jika dicermati, dengan bantuan modal usaha sebanyak Rp. 3.000.000, para Wanita rawan sosial ini memiliki kewajiban untuk memutar uang dalam bentuk usaha kecil sesuai tujuan bantuan, dan diharap mendapatkan penghasilan dari sana. Sementara itu, kebutuhan dasar seperti gas melon, bahan pokok, BBM, listrik dan sebagainya tetap dengan harga melambung. Bagaimana mungkin kesejahteraan akan meningkat atau bahkan keluar dari zona rawan sosial, seolah tidak ada yang berbeda para Wanita rawan sosial tetap harus bekerja mencari nafkah sekaligus melakukan tugas mengurus rumah tangga dan mendidik generasi disela sela waktu bekerjanya, yang entah sempat atau tidak. Di sisi lain, ada banyak kepala keluarga, seorang Ayah yang juga kesulitan dalam menafkahi keluarganya dan banyak yang juga masuk dalam kemiskinan ekstrem. Jika serius ingin meningkatkan kesejahteraan dengan memberikan bantuan berupa modal usaha dan pekerjaan maka, para kepala keluarga ini harusnya pun berada dalam daftar penerima. Dalam UUD 45, Bukankah fakir miskin termasuk didalamnya para janda pra-sejahtera seharusnya menjadi tanggungan negara. Bukan menjadi pekerja dan roda penggerak ekonomi. Bantuan modal usaha ini tidak ada bedanya seperti bansos pada umumnya, solusi pragmatis namun tetap tidak mampu menyelesaikan ruwetnya kemiskinan akibat sistem.
Kemiskinan yang terjadi saat ini memang tidak terlepas dari sistem yang menaungi kita hari ini, sistem kapitalis sekuler. Sudah menjadi prinsip dalam sistem kapitalis, 90% kekayaan dikuasai oleh 10% populasi, sementara 10% kekayaan terpaksa diperebutkan oleh 90% populasi. Maka, tidak heran jika kemiskinan begitu terjaga. Harta yang merupakan Kepemilikan umum seperti Sumber Daya Alam dan Energi (SDAE) dikuasai oleh segelintir kelompok pengusaha dan oligarki. Pemimpin negara yang seharusnya menjadi pengelola SDAE dan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat malah bertindak sebagai makelar yang menjual lahan pada swasta dan investor asing, tidak sedikit pula si penguasa ini pun merangkap sebagai pengusaha. Semakin muluslah mereka mengatur kebijakan yang sesuai kepentingan usaha. Tidak peduli pada kerusakan dan bencana alam hingga bencana kemiskinan. Berbagai program Bansos dijalankan agar terlihat kemiskinan sedang diperangi. Padahal, dengan mengembalikan pengelolaan SDAE seperti tambang emas, batubara, nikel, lahan sawit, dan lainnya pada negara, maka tidak perlu ada bansos. Hasil SDAE yang melimpah sanggup mensejahterakan rakyat.
Sangat kontras dengan sistem Islam dimana Rasulullah sudah memberikan aturan bahwa, “Kaum Muslimin berserikat dalam 3 hal, (yaitu) air, padang rumput dan api, dan harganya adalah haram” (HR. Ibnu Majah No.2463). Tiga hal yang seharusnya menjadi milik umum dan keuntungannya dirasakan seluruh kaum muslimin dalam hadist ini adalah Sumber Daya Alam dan Energi yang Allah berikan berlimpah dalam bentuk cadangan mineral, gas alam, emas, hutan beserta keanekaragaman hayati didalamnya, garam, dan sebagainya. Harganya haram artinya penguasaan SDAE oleh perorangan atau sekelompok pemodal dilarang, pantas saja sekarang ini pengentasan kemiskinan hanya ilusi dan seperti permainan data karena kekayaan alam dikuasai dan keuntungan hasil pengelolaannya masuk ke kantong pribadi segelintir orang saja. Dalam negara yang menegakkan syariat Islam, negara wajib menjadi pengelola SDAE untuk kepentingan dan kesejahteraan publik, seperti penyediaan kebutuhan dasar dan bahan bakar yang gratis atau dengan harga terjangkau, pelayanan kesehatan dan fasilitas Pendidikan tanpa klasifikasi masyarakat kaya, menengah, miskin, miskin ekstrem hingga istilah rawan sosial. Setelah, kebutuhan rakyat terpenuhi, kelebihan hasil SDAE tadi dapat dijadikan komoditas dagang keluar negeri, hasilnya pun masuk ke kas negara bukan menjadi pundi pundi penguasa dan keluarganya.
Dalam sistem Islam, status Janda tidak dibedakan kaya atau miskin, ketika menjanda karena diceraikan oleh suami, maka si mantan suami tetap wajib menafkahi anaknya, penelantaran akan berujung pada hukuman pidana. Lalu, jika menjanda karena suaminya meninggal, maka kewajiban menafkahi jatuh pada keluarganya, bisa Kakek, ayah, paman, atau saudara laki laki. Jika ketiga tidak mampu, maka negara wajib memberikan pekerjaan pada si pemberi nafkah, jadi bukan malah mempekerjakan Wanita Janda tadi seperti solusi saat ini. Jika tidak ada keluarga sama sekali atau karena alasan kesehatan tidak ada laki laki dari keluarga janda ini yang bisa mencari nafkah. Maka, negara dapat memfasilitasi agar Wanita Wanita janda ini dapat menikah lagi, namun jika opsi ini ditolak atau tidak terjadi, maka Janda tadi menjadi tanggungan negara sepenuhnya, Ia tidak perlu khawatir tentang biaya hidup dan hanya perlu fokus mendidik anak – anaknya. Islam tidak melarang perempuan bekerja. Bekerja diluar rumah hukumnya boleh atau mubah selama tidak melanggar syariat. Namun, kewajiban mencari nafkah bukan tugas perempuan, jadi saat perempuan bekerja maka pastikan amanah utamanya sebagai Ibu, pendidik generasi dan pengurus keluarga tidak terbengkalai dan pekerjaan yang dilakukannya untuk mengaplikasikan ilmu yang bermanfaat bagi umat.
Menyesakkan melihat kondisi kita hari ini, dewasa, anak anak, tua, muda, Laki – laki dan perempuan baik perempuan yang menjanda ataupun tidak menjadi korban ketidaksejahteraan yang struktural, perempuan yang pra-sejahtera atau rawan sosial seharusnya hidupnya ditanggung oleh negara tanpa syarat, malah seolah dijadikan target baru untuk dipekerjakan agar menggerakkan roda ekonomi atau hanya menjadi objek program – program sosial yang terlihat mulia padahal tidak merata per lima tahunan. Sungguh, kesejahteraan dan keadilan tanpa memandang gender, ras, dan agama hanya dapat tercapai dalam sistem Islam. Peradaban mulia dalam naungan islam Sudah terbukti selama belasan abad khilafah berdiri. Wallahu ‘alam bisawab.
Oleh : Ana Fitriani
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru