Samarinda - Kasus pembulian di kalangan pelajar seakan sudah mendarah daging di negeri ini. Tidak pernah surut pemberitaan tentang kasus bulliying. Setelah beberapa waktu lalu dunia kedokteran digemparkan oleh kasus bulliying yang dialami seorang PPDS hingga membuatnya nekat bunuh diri. Baru-baru ini ramai diberitakan aksi bulliying yang dilakukan oleh seorang pelajar SMP di Balikpapan. Alih-alih menyembunyikan aksinya, ia justru berbangga dan menyebarkan aksi pembuliannya di media sosial miliknya.
Dilansir dari Lintasbalikpapan.com (28/08/2024), Korban yang merupakan siswa kelas 7 SMP, saat ini tengah mendapatkan perawatan di rumah sakit lantaran mengalami gegar otak. Berdasarkan pemaparan kakak korban, aksi bulliying tersebut bermula karena korban mengadu kepada gurunya terkait perbuatan pelaku. Pelaku yang kesal langsung mendatangi dan menyerang korban usai bermain sepakbola di salah satu lapangan di daerah Karang Rejo, Balikpapan Tengah. Kakak korban mengatakan pelaku memang sudah sering memukuli korban sejak SD sampai sekarang.
Merasa tidak tahan dengan tindakan pelaku yang kerap membully adiknya, keluarga korban akhirnya melaporkan tindakan pelaku ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Balikpapan (Lintasbalikpapan.com, 28/08/24).
Produk Gagal Sekularisme
Miris, Balikpapan yang dijuluki kota beriman namun fakta yang ditemui justru berkebalikan. Jelas, tindakan pembulian tidak sama sekali menggambarkan profil pelajar beriman. Kejadian pembulian ini bukanlah yang pertama terjadi, telah ada daftar panjang kasus pembulian di Kota Balikpapan. Berdasarkan laporan yang diterima Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB), jumlah kasus bulliying yang ada di Kota Balikpapan sejak Januari hingga Mei 2024 tercatat ada 56 pengaduan (inibalikpapan.com, 18/05/24).
Selaras dengan data kasus kekerasan Provinsi Kalimantan Timur, Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimatan Timur mengungkapkan bahwa kasus kekerasan di Kalimantan Timur mengalami peningkatan yang signigikan selama lima tahun terakhir (2019-2023). Data menunjukkan pada tahun 2019 terjadi kasus kekerasan sebanyak 623 kasus, tahun 2020 sebanyak 656 kasus, tahun 2021 sebanyak 551 kasus, tahun 2022 sebanyak 946 kasus, sedangkan tahun 2023 sebanyak 1108 kasus (diskominfo.kaltimprov.go.id, 26/03/24).
Banyaknya kasus kekerasan, khususnya pembulian yang dilakukan oleh pelajar menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan ala sekuler kapitalisme. Pendidikan dalam sistem ini tidak bertujuan membentuk kepribadian, melainkan berfokus pada pencapaian nilai-nilai. Tujuan akhir dari pendidikan pun sebatas untuk mencari pekerjaan. Karena dalam sistem kapitalisme, kesuksesan dan kebahagiaan hanya diukur dengan materi. Semakin banyak gaji atau pendapatan seseorang, dianggap semakin sukses dan bahagia. Jika hanya pandai atau sholeh namun tidak dapat menghasilkan uang tidak dianggap sukses. Padahal telah banyak kita jumpai orang kaya memakai narkoba, bahkan bunuh diri dengan alasan tidak bahagia. Namun seakan telah tertutup mata oleh gemerlapnya dunia, cuan tetap menjadi fokus pencapaian setiap orang.
Diperparah dengan sekularisme, yang menjadikan generasi semakin jauh dari agama. Asas pemisahan agama dari kehidupan menjadikan generasi tidak lagi mengindahkan aturan agama, mereka hanya berfokus untuk memenuhi kebutuhan dan naluri, termasuk kepuasan jasmani dengan cara apapun. Maka tidak heran jika terjadi kasus bulliying, tawuran, bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh remaja. Semua itu mereka lakukan semata-mata untuk memperoleh kepuasan dan mendapat pengakuan dari teman-temannya.
Islam, Sistem Penjaga Terbaik
Berbeda dengan kapitalisme, sistem pendidikan Islam bertujuan untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam serta mahir dalam sains dan teknologi. Pelajar dibekali dengan ilmu agama sekaligus juga ilmu dunia. Maka di kemudian hari para pelajar akan bisa menguasai dunia dengan keahliannya, namun tetap dalam koridor aturan agama. Sebagaimana pada masa kejayaan Islam, khususnya pada masa Daulah Abbasiyah, banyak ilmuan-ilmuan yang terlahir. Seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Mariyam Al-Asturlabi, Fatimah Al-Fihri, dan masih banyak lagi. Dimana semangat mereka belajar tidak hanya untuk memperkaya diri, namun untuk kemaslahatan umat.
Seperti Fatimah Al-Fihri misalnya, seorang muslimah yang bergelimang harta. Alih-alih memilih hidup dalam kemewahan apalagi memamerkan kekayaannya. Fatimah justru mengalokasikan harta warisannya untuk membangun Universitas, yang merupakan Universias pertama di Dunia, yaitu Universitas A-Qawariyyin. Itulah mengapa toga yang masih eksis digunakan hingga saat ini saat acara kelulusan berbentuk seperti jubah, karena memang itu adalah salah satu warisan budaya Islam.
Namun, sistem pendidikan Islam hanya dapat diterapkan jika sistem Islam diterapkan secara kaffah (menyeluruh). Karena semua sistem akan saling terkait, untuk menunjang sistem pendidikan Islam diperlukan sistem ekonomi Islam, juga dikuatkan sistem sosial Islam. Sehingga terbentuk lingkungan yang mendukung untuk mencetak generasi cemerlang berkepribadian Islam.
Wallahu a’lam
Oleh: Ns. Rizqa Fadlilah, S.Kep
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru