Samarinda - Pemprov Kaltim melalui biro ekonomi Setda Provinsi Kaltim menggelar rapat koordinasi (Rakor) dalam pelaksanaan program kegiatan Forest Carbon Partnership Facility - Carbon Fund ( FCPF- CF) dan sosialisasi format pelaporan oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Kementrian Keuangan RI. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Poll Terrace,Hotel Aston Samarinda Jumat ( 7/07/2023 ). Sebagai bentuk dukungan dari kegiatan tersebut, turut hadir Seketaris Daerah Kabupaten Paser Drs.Katsul Wijaya.M.Si,didampingi Kepala BPKAD Nur Asni,SE.MM. Selain itu peserta yang hadir pada kegiatan tersebut adalah; Kepala Divisi BPDLH, para Sekda kabupaten/kota se Kaltim dan para penjabat Pemprov Kaltim serta perangkat daerah terkait.( https://humas.paserkab.go.id/berita/kabupaten-paser-dukung-program-fcpf-cf)
Project Director FCPF BPDLH / Kepala Divisi Penyaluran Dana Program BPDLH, Mulkan menyampaikan dalam waktu dekat SK dari menteri sudah keluar untuk dana investasi karena tim penilai sudah ada dan berharap Kaltim juga bisa akses ke FCPF Car Fund yang ke 2 dalam program - program yang sudah diusulkan. Program FCPF Car Fund ini sendiri merupakan program yang dari Word Bank atas pengurangan emisi gas rumah kaca yang dilakukan provinsi Kaltim dari tahun 2019 - 2021 yang mencapai 22 Ton CO2 equivalent.
Pembayaran dana karbon dirancang untuk membantu negara dan pemangku kepentingan mereka mencapai keberlanjutan jangka panjang dalam pembiayaan konservasi hutan, Mereka dimaksudkan untuk membantu mengurangi dampak perubahan iklim dari kehilangan dan degradasi hutan dengan membuat hutan lebih berharga daripada ditebang. Dana karbon memberi imbalan kepada negara-negara peserta sesuai dengan kontrak yang dinegosiasikan untuk pengurangan emisi yang dapat diverifikasi.
Program FCPF Car Fund merupakan solusi yang hemat biaya untuk masalah perubahan iklim. Secara teori, hutan akan lestari karena ada dana untuk konservasi, masalah pemanasan global pun teratasi sering dengan bertambahnya luas hutan. Namun, benarkah realitasnya semanis itu?
Banyak pihak menilai program ini sebagai pengalih perhatian dan tidak serius untuk menyelesaikan problem pemanasan global. Negara negara besar tentu lebih banyak melakukan kegiatan industri dan menghasilkan emisi gas rumah kaca tetapi negara negara yang memiliki hutan tropislah yang diminta untuk menjaga hutannya. Seolah olah negara besar tadi boleh mengotori langit dengan membayar sejumlah nominal tertentu. Ditambah dengan bentuk pendanaan yang berupa investasi.
Seperti diketahui dalam sistem kapitalisme, investasi tak lebih merupakan alat bagi penjajah untuk menguasai aset strategis suatu wilayah. Melalui investasi, pihak investor dapat dengan mudah mengendalikan suatu negara bahkan mengintervensi kebijakan yang dirumuskan penguasa di negeri tersebut. Nyaris semua regulasi dirumuskan sesuai pesanan investor baik melalui peraturan perundangan, mulai amandemen, konstitusi hingga pembuatan berbagai undang-undang. Abdurrahman al-Maliki dalam Politik Ekonomi Islam mengemukakan, sesungguhnya pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam.
Atas nama investasi, melalui tangan-tangan korporasi multinasional mereka, khususnya pada sektor hulu pengelolaan SDAE seperti tambang, migas, laut, industri, hutan, dan sebagainya.Inilah bentuk nyata dari penjajahan gaya baru (neoimperialisme) atas negeri ini. Dengan pengelolaan berbagai sumber daya alam dikuasai penuh oleh asing, yang berakibat kesengsaraan bagi rakyat negeri ini, yang disadari ataupun tidak rakyat telah menjadi tamu di negerinya sendiri dalam hal pengelolaan hasil SDA. Rakyat harus membeli kepada pemerintah saat harus menikmati semua hasil kekayaan alamnya. Sementara profit atau keuntungan besarnya mengalir deras kepada pihak asing sebagai investor yang diberikan karpet merah oleh negara.
Islam sebagai agama yang sempurna mempunyai konsep yang jelas bagaimana mengelola aset negara. Dalam pandangan Islam ekonomi Islam dibagi menjadi tiga yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Khusus untuk kepemilikan umum maka wajib dikelola oleh negara dan didistribusikan kepada rakyat. Kepemilikan tersebut tidak boleh berpindah kepemilikannya, baik berpindah kepada swasta apalagi investor asing. Jadi jelas kerja sama dengan menggandeng investor asing untuk kelola aset negara dilarang dalam Islam. Karena akan berakibat pada penguasaan asing terhadap negara tersebut. Wallahu’alam bi shawab
Oleh: Isna Purnama, S.Pd (Pemerhati Masalah Politik dan Sosial)
disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu dari masyarakat yang ingin menuangkan pemikiran, ide dan gagasannya yang hak ciptanya sepenuhnya dimiliki oleh yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru